Hari sabtu ini Jingga terlihat keluar dari rumahnya sekitar jam 9 pagi untuk berangkat kerja. Jadwal masuknya ialah jam 9.30 pagi, lebih cepat 30 menit dari waktu Coffee Shop nya beroperasi.
Jingga berjalan melewati gang sempit perumahannya menuju ke jalan besar untuk mencari angkutan umum. Belum lagi sampai ke jalan besar, ada sebuah motor thunder yang menghampirinya dari belakang.
“Jingga!” panggil sang pengendara motor yang membuat Jingga berhenti dan menoleh ke belakang.
Siapa yang memanggilku?
Pengendara motor itu pun memberhentikan motornya tepat di samping Jingga. Kemudian ia membuka kaca helm depannya. Barulah Jingga tau bahwa yang memanggilnya ternyata orang yang dibicarakan ibunya tadi malam, siapa lagi kalau bukan anak Pak Lurah, Bayu.
“Kak Bayu? Ada apa, Kak?” tanya Jingga. Jingga menyematkan panggilan Kak di depan karena umur Bayu lebih tua darinya beberapa tahun.
“Kau mau kemana? Kerja, ya? Biar aku antar, ya?” tawar Bayu.
“Iya, Kak. Mau kerja. Tapi...aku pergi sendiri saja. Biasa juga pakai angkutan umum atau ojek,” tolak Jingga secara halus.
“Biar aku saja yang mengantarmu. Biar lebih cepat sampai.” Bayu masih berusaha memberi tawaran untuk gadis yang ditaksirnya.
“Tidak usah, Kak. Nanti merepotkan Kakak. Kakak tidak berangkat kerja?” tanya Jingga basa-basi.
“Ini kan hari sabtu, aku libur. Aku kerja dari senin sampai jum'at saja. Kamu kerja di Coffee Shop Janji Kita kan? Aku juga mau pergi ke suatu tempat yang searah dengan tempat kerjamu. Jadi, sebaiknya kau ikut aku saja. Biar sekalian jalan.”
Maksa! Bayu masih maksa supaya Jingga mau diantar olehnya. Jingga tampak diam sejenak memikirkan sesuatu. Sebenarnya dia tidak masalah kalau harus diantar oleh Bayu. Bayu dikenal sebagai pemuda yang baik di lingkungannya. Tapi karena perkataan ibunya tadi malam, Jingga jadi merasa ada yang berbeda.
Pria di depannya ini menyukainya. Tapi dia tidak. Dia tak mau Bayu berpikir jika ia ikut dengan Bayu berarti ia mau menerima Bayu sebagai kekasihnya.
Eh, tapi tunggu! Bayu kan belum menyatakan perasaannya. Kenapa Jingga sudah berpikir sejauh itu?
“Jingga...” panggil Bayu sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Jingga karena gadis itu hanya diam di tempatnya.
“Eh, a-i-iya, Kak. Hmmm....boleh deh aku ikut Kakak,” jawab Jingga pasrah.
Yesss! Bayu bersorak senang dalam hati. Ia pun memberikan helm pada Jingga lalu Jingga memakainya dan naik ke atas motor.
“Sudah?” tanya Bayu saat Jingga sudah berada di atas motornya.
“Sudah, Kak.”
“Oke. Kita jalan, ya. Kalau takut, boleh pegangan kok."
“Hehe..iya, Kak,” sahut Jingga sambil tersenyum kaku.
Motor pun berjalan menyusuri jalan raya hingga membawa mereka sampai ke tempat tujuan. Tadi di tengah jalan, Bayu sesekali mengajak Jingga mengobrol. Ia menanyakan keseharian Jingga. Tapi gadis itu hanya menjawab seadanya saja. Ia seperti tak bersemangat mengobrol dengan Bayu. Ia malah ingin agar segera sampai di tempat tujuan.
Berbeda saat ia bersama dengan pria idamannya, Jefri. Dengan Jefri, ia malah ingin waktu berhenti berputar, jam berhenti berdetak, agar kebersamaan diantara mereka tak terpisahkan oleh waktu.
Setelah mengantar Jingga, Bayu pun melanjutkan perjalanannya ke tempat lain.
“Ciyeeee...ada yang diantar sama gebetannya, nih,” goda Runi, salah satu teman di tempat kerja Jingga.
“Apaan, sih? Bukan tau! Kita cuma tetanggaan,” ucap Jingga sambil berjalan menuju lokernya untuk meletakkan tasnya.
“Masa, sih? Tetangga juga bisa lho jadi gebetan.” Runi masih kepo sambil mengekori kemana Jingga pergi.
“Serius. Dia cuma tetanggaku,” jawab Jingga.
“Oh iya, mumpung ketemu, aku mau tanya. Tadi malam siapa yang mengantarmu pulang? Yang pakai mobil itu. Pria yang tadi malam, beda kan sama yang barusan?” tanya Runi kepo.
Tadi malam ia sempat melihat Jingga masuk ke dalam mobil Jefri dan mereka pulang bersama. Tak hanya Runi, beberapa rekan kerja yang lain juga.
Jingga mengerutkan keningnya melihat Runi. Ia tak menyangka temannya ini sekepo ini padanya.
“Apa tadi malam kau melihatku pulang dengan seorang pria?” tanya Jingga.
“Ya, iyalah. Bukan aku saja. Yang lain juga ada yang melihatmu. Kau tidak.....” Runi menelisik Jingga dari atas sampai ke bawah seolah mencurigai sesuatu.
Jingga yang mengerti maksud tatapan Runi langsung menepuk lengan temannya itu cukup kuat sampai Runi meringis.
"Sakit tau!" protes Runi sambil mengusap-usao lengannya.
“Jangan berpikir macam-macam! Aku tidak sehina itu, ya. Kau pasti mengira aku simpanan om-om kan?” selidik Jingga.
“Makanya aku bertanya biar tidak salah sangka,” sangkal Runi.
“Bukan. Biarpun miskin aku tidak seperti itu, ya. Kau...tau keluarga Dirgantara tidak?” tanya Jingga.
“Ya taulah. Tapi yang tadi malam itu bukan Tuan Muda Dirgantara kan? Kalau Tuan Muda Dirgantara aku tau wajahnya. Wajahnya lebih tampan tapi sangat kaku dan dingin sekali,” jawab Runi.
“Yang tadi malam itu asistennya. Namanya Tuan Jefri,” ucap Jingga yang membuat Runi terkejut.
“Asistennya? Asisten Tuan Muda Dirgantara?” tanya Runi memastikan pendengarannya tidak salah. Jingga pun mengangguk membenarkan.
“Dan dia mengantarmu pulang tadi malam?” tanya Runi lagi dengan ekspresi terkejut. Lagi-lagi Jingga mengangguk membenarkannya.
“Kau serius? Kok bisa?”
“Ya bisalah, buktinya tadi malam dia mengantarku," jawab Jingga dengan enteng. Bahkan tadi malam bukan kali pertama Jefri mengantarnya. Sudah dua kali ia pulang diantar oleh Jefri. Tapi Jingga sengaja tak menceritakan itu pada Runi.
“Tapi....”
“Tapi apa?”
“Tapi kita kan tidak se-level dengan mereka. Level kita berbeda.”
“Apa maksudmu? Kita kan sama-sama manusia,” Jingga tampak tersinggung dengan perkataan Runi.
“Iya, sih. Kita sama-sama manusia. Tapi apa kau tidak tau seberapa kayanya keluarga Dirgantara? Lihat Tuan Muda Dirgantara, kekasihnya dari keluarga Wijaya. Mereka cocok. Sama-sama keluarga pengusaha, sama-sama kaya. Lah kita? Pria seperti mereka terlalu jauh untuk digapai.”
Deg.
Ada yang berdenyut di hati Jingga. Kenapa dia baru menyadari hal itu sekarang? Dengan tidak tau malunya ia malah menyukai pria yang jauh lebih mapan darinya. Belum tentu juga Jefri menaruh perasaan padanya. Selama ini dia sendiri yang terlalu berharap bukan?
Runi menepuk pundak Jingga. Menyadarkan gadis itu dari lamunannya. “Aku tidak bermaksud menyakitimu atau membuat kau tersinggung. Aku hanya bicara apa adanya. Sebaiknya jangan terlalu berharap pada pria kaya,” ucap Runi lalu pergi meninggalkan Jingga sendiri.
Raut wajah Jingga berubah mendung. Perkataan Runi terdengar sangat masuk akal baginya. Tapi, rasa suka yang timbul dari dalam hatinya untuk Jefri juga nyata. Lalu, ia harus bagaimana?
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments
Nanda Lelo
selalu masalah harta n tahta
2022-09-28
0
Eko Nugroho
manuk akal
2022-09-11
0
Erni Fitriana
jngn patah semangat jingga💪💪💪💪
2022-09-08
0