3. Berharap

Seperti yang Jingga harapkan, malam ini ia diantar pulang lagi oleh Jefri. Jangan ditanya seberapa bahagianya ia malam ini setelah sekian lama menunggu untuk bertemu Jefri kembali.

 Saat melewati rumah sakit yang sedang dibangun di dekat kawasan rumahnya, Jingga mengajak Jefri mengobrol tentang rumah sakit yang terdapat plang perusahaan Dirgantara.

Yang membuat Jingga terkejut malam itu adalah pria yang sedang bersamanya sekarang adalah asisten Tuan Muda Dirgantara.

“Hah? Serius Tuan? Saya bisa satu mobil dengan asisten Tuan Muda Dirgantara? Tuan tidak becanda kan?” tanya Jingga yang hampir tidak percaya.

Jefri merasa lucu dengan Jingga yang terkejut seperti itu. Ia pun menepikan mobilnya, padahal belum sampai di tempat tujuan.

“Kau tidak percaya padaku?” tanya Jefri sambil menoleh ke arah Jingga.

“Hmm...percaya sih, Tuan. Tapi saya masih tidak menyangka saja. Pasti Tuan sibuk sekali ya setiap hari, karena yang saya tau Tuan Muda banyak bisnisnya. Pantas saja Tuan Jefri jarang berkunjung ke Coffee Shop tempat saya bekerja. Sudah 30 hari Tuan tidak kesana,” jawab Jingga panjang lebar.

“Kau menghitung berapa lama aku tidak datang kesana?” tanya Jefri penasaran.

Jingga pun mengangguk. “Saya pikir setelah hari itu, Tuan akan datang lagi, tapi ternyata Tuan tidak datang sampai 30 hari setelahnya,” jawab Jingga.

Jefri tertegun. Ia menelisik kedua bola mata Jingga yang duduk di sebelahnya. Ia tak menyangka gadis ini akan menunggunya. Ia merasa sangat keterlaluan membiarkan Jingga terlalu lama menunggunya.

Menunggu terlalu lama rasanya pasti sangat menyiksa. Ia tak pernah merasakan itu tapi ia tau saat melihat Tuannya yang menunggu Senja sadar dari koma.

Maafkan aku membiarkannmu terlalu lama menunggu. Seharusnya kau tak usah menungguku seperti itu. Ucap Jefri hanya dalam hati.

Jefri tak bicara banyak lagi. Ia pun kembali menjalankan mobilnya untuk mengantarkan Jingga sampai ke rumahnya.

***

“Sudah pulang?”

Jingga berjingkit karena terkejut mendengar ada suara yang tiba-tiba menyapanya saat ia akan masuk ke dalam kamarnya. Ternyata suara itu berasal dari ibunya yang baru saja dari kamar mandi di belakang.

“Iya, Bu. Ini baru saja sampai. Aku mau ke kamar dulu,” jawab Jingga.

“Tumben cepat sekali sampai rumah? Pulang sama siapa? Bayu, ya?” tebak sang ibu.

Jingga mengernyitkan dahinya. Kenapa ibunya tiba-tiba menyebutkan nama itu? Ditambah lagi raut wajah sang ibu tampak senang saat menyebut nama Bayu.

“Bayu? Bayu anak Pak Lurah maksud ibu?” tanya Jingga yang tak jadi masuk ke dalam kamarnya.

“Iya, Bayu mana lagi memangnya,” jawab ibu sedikit sewot sambil melangkahkan kakinya hendak masuk ke kamar yang bersebelahan dengan kamar Jingga.

“Tidak, aku tidak diantar sama dia. Kenapa ibu tiba-tiba membicarakan dia?” tanya Jingga penasaran.

Mendengar pertanyaan Jingga, ibu pun tak jadi masuk ke kamar. Ia menarik kembali tangannya yang baru saja memegang handle pintu.

“Ya siapa tau dia yang mengantarmu pulang. Kan kemarin dia sempat kesini mengambil berkas dari ayahmu untuk dibawa ke kelurahan. Dia sempat tanya-tanya tentang dirimu. Sayangnya waktu itu kau tidak di rumah,” jawab ibu yang membuat Jingga tambah mengerutkan dahinya.

“Mungkin dia hanya basa-basi,” ujar Jingga cuek.

“Hush, basa-basi apanya?! Apa ayahmu belum pernah cerita? Pak Lurah juga sempat beberapa kali menanyakan tentangmu,” ucap ibunya.

“Loh, tadi anaknya, sekarang bapaknya yang tanya tentang aku. Memangnya ada apa, Bu?” tanya Jingga tak mengerti.

Ibu nampak berdecak. Anaknya ini belum mengerti juga maksudnya.  “Kau ini bagaimana, sih? Anak Pak Lurah itu ada perasaan padamu. Makanya dia tanya-tanya. Begitu saja tidak mengerti,” jawab ibu.

“Tidak, tidak! Dia bukan tipeku,” bantah Jingga dengan cepat.

"Tipa-tipe, tipa-tipe. Ada yang mau sama dirimu saja kau sudah bersyukur, jangan pakai tipa-tipe segala! Apalagi ini yang naksir anak Pak Lurah," omel sang ibu.

"Tapi dia memang bukan tipeku," bantah Jingga lagi lalu segera masuk ke dalam kamarnya.

Dari luar terdengar suara ibunya masih mengomel karena ia tinggalkan begitu saja. Jingga tak menghiraukan itu, ia malah terduduk lesu di pinggir tempat tidurnya.

“Ibu merusak kebahagiaan malam ini saja. Padahal malam ini aku lagi senang sekali karena bertemu Tuan Jefri. Dia bahkan mengantarkanku pulang ke rumah,” gerutu Jingga pada dirinya sendiri.

“Tuan Jefri, kalau dilihat dari dekat ternyata kau tampan sekali,” gumam Jingga sambil memegang kedua pipinya sambil membayangkan wajah Jefri.

“Boleh tidak kalau aku berharap besok kita akan bertemu lagi? Besok, lalu besoknya besok, lalu besok besok besok, pokoknya setiap hari aku ingin bertemu denganmu,” ucap Jingga sambil senyum-senyum sendiri.

“Tapi...dia itu kan asisten Tuan Muda Dirgantara. Pasti dia sangat sibuk sekali. Dia bahkan baru bisa datang lagi ke Coffee Shop setelah 30 hari berlalu,” keluh Jingga tiba-tiba.

“Tidak, tidak! Please, Tuan. Jangan terlalu lama untuk datang lagi!” ucap Jingga sambil menangkupkan kedua tangannya seolah sedang berbicara langsung dengan Jefri.

“Aku masih ingin melihat wajah tampanmu lagi. Meskipun kau suka menyebalkan saat memesan kopi, tapi justru itu yang aku rindukan darimu.”

“Please, Tuan. Kalau besok kau datang lagi, aku akan mentraktirmu kopi.”

Begitulah Jingga yang sudah menaruh harapan pada Jefri untuk segera datang kembali.

Akankah harapan itu terwujud?

.

Bersambung....

Terpopuler

Comments

Erni Fitriana

Erni Fitriana

aku yg akan mewujudkanya jingga...aku akan paksa author nulis cerita kamu sama jefry...pokoknya apapun yg terjadi jefry-jingga harus jadi

2022-09-08

0

lucky gril

lucky gril

maaih blm ke bw alur nya nih k😁

2022-09-07

0

dave jr

dave jr

hiks.. zonk hari ini mah..

2022-09-04

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!