Saat ini, Dira sudah berada di dalam bus. Sebelumnya, dia diantar dengan menggunakan motor oleh pamannya sampai di terminal. Dengan memasang headset dan mulai memutar music kesukaannya duduk dengan tenang, lumayan penumpangnya tidak terlalu banyak jadi dia masih bisa duduk dengan tenang tanpa berdesakan. Biasanya Dira tidak terlalu peduli dengan lingkungan sekitarnya terlebih jika suasana di dalam bus yang ramai dan panas membuatnya semakin gerah, maklum transportasi umum walaupun sudah penuh tapi supor tetap memberhentikan bus jika ada penumpang yang ingin ikut.
Karena terlalu banyak berhenti, membuat perjalan kali ini memakan waktu yang cukup banyak. Jarak yang biasanya dapat ditempuh 2 jam, kini harus sampai 3 jam lebih. Inilah yang Dira tidak suka kalau memakai kendaraan umum, namun apa boleh buat karena ini satu-satunya cara untuk Dira kembali ke kota.
Dira sampai di pondoknya dengan selamat, keadaan pondok masih cukup sepi karena sepertinya banyak yang sengaja untuk telat kembali ke pondok. Pondok Nurul Huda merupakan salah satu pondok pesantren yang cukup terkenal di kota ini, karena ada program tahfidz-nya juga.
Kebanyakan yang di sini adalah mahasiswa dari Universitas Islam di kota ini, ada juga anak SMA yang sekolah di SMA terdekat dengan pondok. Dan mungkin hanya Dira satu-satunya yang merupakan mahasiswa Universitas Negeri dengan jas almamater kuning sebagai identitasnya.
Lokasi pondok dan kampusnya cukup jauh. Alasan Dira memilih pondok ini karena menurut yang dia survey, dari berbagai pondok pesantren yang ada di kota tersebut, ini pondok pesantren yang bagus, bersih, nyaman dan masih kajian kitab kuning kental. Barang kali, nanti hatinya tergerak untuk ikut program tahfidz juga. Sebab, orang tua Dira juga sangat menginginkan salah satu anaknya menjadi penghafal al-qur’an.
Dira pernah dengar penjelasan seorang ustadz begini, “Barangsiapa hafal Al-Qur’an dan nilai-nilainya diamalkan. Niscaya orang tuanya akan di selamatkan dan di beri perisai layaknya makhkotan intan yang berkilauan.”
Dira mungkin saja sanggup untuk menghafalkannya, namun dia merasa belum mampu untuk mengamalkannya. Bagi Dira sekarang adalah selalu membacanya dan mencoba memahami isinya sesuai petunjuk dari gurunya. Memahami isi kandungan juga tidak boleh dimakan mentah-mentah, harus secara mendetail agar tidak terjadi kekeliruan.
......................
Di sini, Dira memiliki sepeda motor yang dia beli dari uang tabungan beasiswanya, namun dia belum berani jika pulang dengan menggunakan motor. Alhasil, dia lebih memilih menggunakan kendaraan umum untuk mencegah resiko yang mungkin terjadi.
Sesampainya di dalam kamar, sudah ada Nina dan Zahra yang ternyata mereka berdua tidak pulang. Nina dan Zahra berasal dari Riau, sehingga mereka memilih untuk tinggal di pondok dibandingkan harus pulang ke rumahnya. Mereka juga sudah di kota ini sejak masuk SMA dan mondok di pondok pesantren sebelumnya yang katanya dekat dengan rumah pamam mereka. Kemudian mereka lanjut kuliah dengan kampus dan jurusan yang sama pula. Benar-benar tak mau dipisahkan hingga sering disebut ukhty upin ipin.
“Assalamu’alaikum ya ukhti, bidadari surga kakang,” salam Dira ketika memasuki kamarnya.
“Wa’alaikumsalam ya ukhti unyil,” jawab kompak Nina dan Zahra
“Unyil unyil, tapi emang Dira imut si. Jadi ngga papa, Dira cukup tersanjung,” jawab Dira narsis.
“Unyil itu karena kamu anak kecil. Udah badan kecil, cengeng, brisik, hidup lagi,” canda Nina pada Dira, sedangkan Zahra hanya terkekeh mendengarnya.
“Ya ampun solimi deh Kak Nina, Kak Zahra juga, jangan ngetawain dong. Dira emang imutkan? Yawab, iya dong imut, gitu dong Kak Zahra,” celoteh Dira pada kedua Kakak kamarnya tersebut. Haha mereka tertawa bersama.
“Unyil kamu bawa apa?” tanya Nina basa basi.
“Bawa banyak dong Kak, kalau Kakak mau, ambil aja ya Kak, ini aku taruh di lemari seperti biasa. Mama juga bawain nasi, sambal, ikan sama orek tempe nanti kota makan sama-sama ya Kak.” jawab Dira yang justru senang karena mereka selalau makan apa yang Dira bawa.
Kedua Kakak kamar Dira tentu sangat senang dengan tawaran Dira tersebut. Jadilah mereka makan bersama, sungguh tambah nikmat. Begitulah di pondok pesantren, apapun akan terasa nikmat jika makan bersama. Terkadang, makanan yang biasanya di rumah tidak menggugah selera, namun di pondok akan membuat berselera.
Di kamar ini Dira memang yang paling muda, jadi sering dipanggil unyil. Sedangkan Zahra dan Nina 2 tingkat di atas Dira. 2 teman kamarnya lagi, Amel dan Putri juga kakak tinggat 1 tahun di atas Dira. Zahra dan Nina dekat dengan Dira karena pembawaan Dira yang supel dan asyik. Mereka seolah menganggap Dira sebagai adiknya sendiri. Berbeda dengan Amel, entah kenapa dia kurang suka dengan Dira, sementara si Putri adalah gadis pendiam.
Walaupun demikian, Dira tidak ambil pusing dengan sikap mereka. Dira sadar bahwa semua orang tidak harus menyukai dirinya, biarkan mereka menilai apa tentang Dira. Dira hanya berusaha untuk berteman dengan baik tanpa menyinggung atau melukai fisik atau perasaan orang lain.
“Oya Kak, Mba Amel sama Mba Putri belum datang?”, tanya Dira pada kedua Kakaknya yang sedang asik memakan makanan yang Dira bawa.
“Seperti yang kamu lihat, mereka belum datang. Tapi syukurlah ngga ada tuh si tukang nyinyir, bikin greget banget tahu, sok berkuasa di kamar ini. Mentang-mentang dia udah lama di pondok ini sejak SMA,” Nina menjawab pertanyaan Dira dengan nada kesal, Nina merasa sebal dengan sikap arogan Amel pada teman-temannya yang terkesan tidak sopan dan tidak menghargai yang lebih tua darinya.
“Karungin aja yuh kak, nanti,” tambah Dira dibumbui candaan.
“Hust kalian ini, ngga baik kaya gitu, Amel jugakan teman kita. Kalau kedengaran anaknya bisa sakit hati nanti,” nasihat Zahra pada Dira dan Nina.
“Baik kanjeng Umi, hehe.” kompak Nina dan Dira sambil melipat tangannya dengan kekehan di akhirnya.
Mereka asik bercanda, hingga tidak terasa waktu ashar telah tiba. Mereka bergegas mengambil wudhu dan salat berjama’ah di mushola santri putri, dilanjut deresan hingga tiba waktu maghrib.
Pondok putra dan putri terpisah, namun pada saat mengaji madin (madrasah diniyyah) antara putra putri digabung dan hanya di sekat dengan papan skat dalam satu kelas. Mereka juga terbagi dalam beberapa kelas mulai dari kelas 1 samai 4 diniyyah.
Dira yang sudah mengenal pelajaran madrasah diniyyah bahkan kitab kuning, langsung masuk di kelas dua pada saat awal masuk. Dan saat ini, meningkat menjadi kelas 3 diniyyah. Hal tersebut tentu membuat dirinya menjadi sorotan, sebab merupakan yang paling muda di kelasnya. Nina dan Zahra juga sekelas dengan Dira, sehingga Dira tidak merasa kesepian karena kebanyakan dari mereka, Dira tidak mengenalnya.
Kakang atau santri putra sekelas dengan Dira sering meledeknya “Bocil Unyil” entah lewat surat atau secara langsung jika ustadz belum datang. Mereka tidak saling bertatap langsung, namun dengan surat menyurat yang dilempar atau diberikan lewat celah sekat bawah. Terkadang mereka juga bercanda dengan berbisik di samping skat.
Tidak hanya itu, ada pula yang menyatakan cinta melalu surat. Sontak hal tersebut langsung membuat heboh. Namun demi kemanan bersama, mereka kompak tidak mengadukannya ke pihak keamanan. Sebab kalau sampai ketahuan akan mendapat hukuman yang cukup memalukan. Itulah salah satu kenakalan para santri dengan tingkah laku yang ada saja caranya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments