Nasihat Orang Tua

Malam harinya, setelah shalat isya berjama’ah, keluarga kecil Dira melanjutkan kegiatan bersama dengan makan malam. Tidak ada makan malam seperti kebanyakan orang yang duduk melingkar di meja makan dengan menu yang tersaji di meja makan pula. Keluarga sederhana tersebut tidak memiliki meja makan, lebih tepatnya meja makannya ada, tapi kursinya yang tidak ada. Oleh kerena itu, mereka biasa makan sambil menonton TV di ruang tengah.

Pak Khadir-Bapak Dira hanyalah petani biasa. Namun hebatnya, Beliau bisa menyekolahkan anak-anaknya dengan modal sawah yang dimiliki dan menjadi buruh tani biasa. Saat ini musim panen, membuat Bapak Dira juga bekerja memanen padi milik petani lain atau yang sering disebut dengan istilah mbawon.

Bapak Dira merupakan pekerja keras. Walaupun hanya petani, namun baginya pendidikan anak adalah hal yang penting. Dengan kegigihannya, Beliau mampu membungkam mulut para tetangga yang mengaggap dia tak mampu menyekolahkan anaknya. Buktinya anak pertamanya bisa lulus sampai SMA karena waktu itu bisa dihitung jari yang sampai SMA di desa tempat tinggal Dira. Ketambahan Dira yang saat ini sedang menempuh pendidikan kuliah. Pada intinya, jangan remehkan petani!

Pernah suatu ketika ada saudara dari Bapak yang cukup kaya namun sombong yang begitu meremehkan usaha Bapak, bahkan menghinanya dengan kata-kata yang menyakitkan.

“Tukang macul mana bisa menyekolahkan tinggi anaknya, mentok paling jadi babu.” Inilah kalimat yang dilontarkan saudaranya pada Pak khadir, yang tanpa sepengetahuan Beliau juga didengar oleh Dira. Beruntung Bapak Dira orang yang cukup sabar dan paham akan agama, jadi tidak ada dendam dalam hati. Justru menjadi motivasi dan semangat untuk memperjuangkan pendidikan anaknya.

Beruntung, Nadira merupakan anak yang cerdas, sehingga dia dapat kuliah karena jalur prestasi dan beasiswa. Dengan begitu, Bapak dan Mama Nadira tidak merasa berat untuk biaya semester kuliah Nadira, hanya tinggal memikirkan biaya hidup Nadira sehari-hari. Nadira juga anak yang hemat, dia tidak seperti remaja pada umumnya, dia lebih memilih tidur di pondok daripada nongkrong di café seperti kebanyakan remaja saat ini.

“Dira, bagaimana ngaji dan kuliahnya di sana, Nduk?” tanya Pak Khadir memulai pembicaraan setelah makan malam.

“Baik Pak, lancar juga. Tapi Dira belum tertarik aktif di kegiatan kampus, paling kadang ikut kegiatan komunitas penerima beasiswa karena wajib aktif. Selebihnya ya di pondok Pak, makan tidur hehe makanya badan Dira sedikit melarkan, Pak?” jawab Dira panjang dan antusias sedikit bercanda.

“Melar bagaimana? Perasaan Mama sama saja, tetep kurusan. Lagian kamu tuh mondok buat ngaji bukan numpang tidur Ra.” bukan Pak Khadir yang menjawab, melainkan Mama Yasi dengan sedikit penekanan dan kekehan setelahnya.

“Ih Mama, Dira lebih berisi tahu, ngga kaya layangan lagi nih, ya maksudnya kalau ngga ada kegiatan ngaji ih mama.” Dira menyaut sambil berdiri dan memutar-mutarkan badanya sedikit kesal. Mamanya emang pandai bikin kesal, kaya lagu "Tiba-tiba" aja hehe.

“Memang ngga kaya layangan, tapi kaya triplek dapur kita. Iyakan, Pak?” Ledek Mama Dira kembali. Bapak Dira hanya terkekeh mendengar perdebatan mereka.

“Bapak kenapa tertawa, Dira sekarang naik lho timbangannya.” Sewot Dira

Melihat Mama Yasi hendak menjawab, buru-buru Pak Khadir memotongnya, sebab jika tidak maka akan menjadi perdebatan yang panjang. Pusing kepala Bapak kalau dengar keduanya sedang berdebat, padahal masalah sepele. Huh.

“Sudah-sudah, Iya Diranya Bapak sekarang sudah makin besar. Dan yang penting Nduk, ingat pesan Bapak ya! Jangan pernah tinggalkan salat lima waktu, sertakan Allah dalam setiap langkah kamu. Bapak dan Mama tidak bisa mengawasi dan menjaga kamu di sana, kami hanya percaya bahwa Allah SWT akan senantiasa menjaga anak-anak kami. Jaga tingkah laku, karena yang paling utama adalah akhlak yan baik. Percuma kalau berilmu tapi akhlaknya buruk. Kamu juga hidup di lingkungan orang asing, jadi harus bisa membawa diri. Fokus sama ngajinya, kuliahnya, patuh sama guru dan tetap jaga marwah kamu sebagai perempuan ya, Nduk!” Nasehat Bapak dengan nada yang halus namun penuh penegasan.

“Walaupun kita orang kecil, namun harga diri dan nama baik harus tetap terjaga. Mama ingin anak-anak Mama selalu menjadi pribadi yang santun, lemah lembut, tidak sombong dan tetap rendah hati. Tidak hanya dapat sukses di dunia tapi juga harus sukses di akhirat. Nanti kalau Mama atau Bapak udah ngga ada di dunia, ada anak shalehahnya Mama dan Bapak yang bisa mendo’akan Kami.” sambung Mama turut menasehati Dira dengan suara yang sedikit parau.

Tanpa permisi, air mata Dira mengalir dengan sendirinya. Dira mendekat dan bersimpuh meletakan kepalanya di lutut mamanya.

“Ma, Pak, maafin Dira yang belum bisa menjadi anak yang baik. Dira akan berusaha untuk terus memperbaiki diri. Dira akan membuat Mama dan Bapak serta keluarga bangga dengan Dira. Do’ain Dira dan Syifa dapat menjaga kepercayaan Mama dan Bapak ya.” Ucap Dira sambil terisak. Pilu rasanya mengingat diri sendiri yang dirasa belum bisa membahagiakan orang tua.

“Iya Nduk, Bapak dan Mama selalu mendo’akan kebahagiaan kalian. Semoga Kami masih bisa mendampingi tumbuh kembang kalian. Syukur-syukur dapat melihat cucu kami dari kamu maupun Syifa nanti." Jawab Mama Dira kembali.

Syifa yang belum mengerti apa-apa hanya mengangguk dan kembali menonton TV.

“Bagaimana Dira, apa sudah ada calon? tidak masalah bukan nikah walau masih kuliah?” ucap Bapak Dira mencoba menggoda Dira.

Tentu saja ucapan tersebut membuat Dira yang awalnya menangis jadi tersipu.

“Boleh-boleh saja pak, asal udah ada calon. Sayangnya calon Dira belum kembali, masih diperjalanan hehe.” Canda Dira yang membuat Bapak dan Mama tersenyum.

“Do’ain Dira dan Adek dapat suami yang saleh, bertanggungjawab dan setia kaya Bapak ya.” sambung Dira kembali.

“Tidak boleh kaya Bapak. Tapi harus lebih baik dari Bapak, Ra!” Dira tersenyum dengan jawaban Bapak itu. Dira maksud dengan ucapan Bapaknya tersebut yang ingin dapat menantu yang lebih baik dari mereka.

“Aamiin Pak. Eh kenapa jadi membahas nikah Pak. Pokonya Dira mau menamatkan sarjana, kerja dulu baru mikirin soal itu. Biar bisa bahagiain dan banggain Bapak Mama.” Jawab Dira.

“Aamiin.” kompak mereka menjawab, termasuk Syifa.

Sebagi orang tua, membiarkan anak perempuan tidak dalam pengawasannya memang sangat khawatir, mengingat pergaulan anak sekarang yang sangat bebas. Oleh karena itu, pembekalan ilmu agama sangat penting agar anaknya memiliki iman yang kuat dan dapat menahan diri dari godaan setan.

Pak Khadir cukup lega, karena Dira memilih untuk tinggal di pondok pesantren diandingkan dengan Kos. Walaupun demikian, Beliau harus tetap mengingatkannya, karena setan sangat pandai dalam menggoda manusia.

“Ya sudah kalau begitu. Yang penting jaga diri ya *N*duk.” tegas Bapak kembali.

“Nggeh Pak, Ma, Dira akan selalu ingat pesan Bapak dan Mama.” jawab Dira dengan kepala yang menunduk mendengarkan nasihat orang tuannya.

......................

Setelah lama bercengkrama dan diselingin canda tawa, bahkan acara TV terasa tidak menarik dibanding candaan hangat keluarga tersebut, Dira pamit ke kamarnya. Syifa adik Dira bahkan sudah tertidur pulas di karpet dan hal itu membuat Bapak Dira harus menggendongnya ke kamar.

Namun sebelum ke kamar, Dira menyempatkan diri untuk bersih-bersih wajah sekaligus mengambil wudhu. Sudah jadi kebiasannya selama di Pondok, sebelum tidur menyempatkan diri membaca surat Al-Mulk yang fadhilah utamannya adalah sebagai pembela kita nanti apabila ditanya malaikat di dalam kubur. Sebaik-baiknya bacaan adalah Al-Qur’an, bacalah! walau hanya se-ayat.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!