Walaupun libur semester belum usai, namun jatah izin dari pondok hanya seminggu saja. Hal itu membuat Dira tidak bisa berlama-lama di rumah. Jika melebihi waktu izin, maka akan mendapatkan takziran (hukuman).
Malam ini, dia tengah membereskan pakaian dan barang bawaan yang hendak dibawa. Hanya beberapa helai pakaian yang Dira masukan ke dalam ransel hitam miliknya dan satu kardus sedang berisi cemilan. Ada roti tawar, susu dan juga mie instan. Itu saja Dira sudah mengelurkan beberapa, karena seperti biasa, Mamanya selalu membawakan berbagai makanan untuk Dira dan teman-temannya di pondok.
Dira mau saja untuk membawanya, tapi akan repot ketika di perjalanan. Sebab, Dira tidak mengendarai kendaraan sendiri maupun diantar, akan tetapi dia harus menggunakan kendaraan umum seperti angkot dan bus.
“Huh selesai,” lirih Dira setelah selesai mengikat tali rafia pada kardus yang akan dibawanya.
Melihat lemari yang masih terbuka, Dira pun bangkit dari duduknya dan menuju lemari berniat untuk menutupnya rapat, takut tikus masuk. Sebelum lemari tertutup sempurna, netranya menangkap sesuatu hal yang membuat Dira menghentikan aktivitasnya itu. Pandangannya tertuju pada sebuah jaket biru yang sempat menjadi kenangan terindahnya. Lebay? Tapi begitulah adanya. Tangannya bergerak dengan sendirinya untuk mengambil jaket tersebut dan mengeluarkannya dari lemari.
“Jaket pelindungku,” gumamnya sambil mendekap jaket tersebut, jangan lupa senyumnya yang merekah bak bunga Marigold, cerah.
Dira duduk di tepi kasur dengan terus mendekap jaket tersebut. Ingatannya kembali pada peristiwa yang tak akan pernah dilupakannya.
“Apa kamu tahu? Lihatlah, jaket ini masih aku simpan. Bahkan aku tak berani mencucinya, karena takut bekas wangi parfumemu berganti walaupun sekarang udah bau lemari si. Tapi aku janji, kalau nanti kamu kembali, Jaket ini akan aku cuci biar tidak bau lemari hehe.” ucap Dira seolah-olah pemilik jaket itu mendengarnya.
Pikirannya melayang jauh pada peristiwa tersebut. Sambil tiduran, Dira mulai merangkai kembali kejadian masa lalunya.
Flashback On
Pada saat itu, Dira yang merupakan Ketua Ranting Gerakan Pramuka Putri harus memimpin Upacara Api Unggun pada malam hari pramuka. Dia dan timnya yang berasal dari beberapa SMA/SMK/MA di kecamatannya, harus menjalankan tugas di perkemahan penggalang atau Jambore yang saat ini tengah dilaksanakan di lapangan Desa Sedayu.
Awalnya kegiatan berjalan biasa saja, namun pada saat obor untuk pengucapan Dasadarma yang dipegang masing-masing 10 anggota pramuka, ada beberapa obor yang ternyata menggunakan kain dari bahan sintesis. Hal itu membuat api berguguran jatuh sebab kain yang meleleh.
Dira dan timnya tidak mengetahui itu, karena semuanya sudah disiapkan oleh panitia penyelenggara. Demi kelancaran bersama dan belum sempat untuk mengganti kainnya, seorang pemandu upacara mempersilahkan untuk pembacaan Dasadarma dengan memutari kayu bakar yang akan menjadi api unggun.
Baru pada Darma ke 3, tiba-tiba dari obor anggota ada api yang menetes hingga kejadian tidak terduga pun tidak dapat dihindari. Dengan cepat api menjalar dan menimbulkan dentuman yang keras, membuat beberapa anggota terkena luka bakar karena posisinya yang sangat dekat dengan api unggun. Bahkan, Ohim yang merupakan adik kelas dan satu pangkalan dengan Dira, harus terkena luka bakar pada sebelah wajahnya.
Kejadian itu sontak membuat Dira dan peserta upacara lainnya menjerit.
“Aakhhh awas,” teriak mereka termasuk Dira.
Tanpa menunggu aba-aba, Dira sekuat tenaga dengan badan yang gemetar berlari menghampiri angotanya dan memastikan keadaannya. Dira sangat takut, khawatir, bingung dan berbagai praduga juga menyelinap dipikirannya. Dira melihat teman-temannya yang syok dan ada pula yang memangis, makin paniklah Dira.
“Yayan, bagaimana keadaan kamu dan teman-teman?” tanya Dira pada salah satu anggotanya yang bernama Yayan.
“Saya baik Kak, hanya rambut saya sedikit terbakar karena Baret saya juga terbakar ujungnya.” jawab Yayan dengan raut yang cukup khawatir sekaligus syok.
“Kami tidak apa-apa Kak, hanya sedikit luka bakar. Yang paling parah adalah Ohim Kak, mukanya terbakar sebagian, karena dari obor dialah yang timbul api terlebih dahulu,” sambung Gina anggota sepangkalannya juga.
Dira berusaha untuk tetap tegar dan menahan air matanya, Dia harus tetap tenang agar dapat menguatkan anggotanya tersebut. Dira tidak mau memperlihatkan sisi lemahnya di hadapan anggotanya tersebut.
“Baik kalau begitu, kalian istirahat dan ke klinik untuk memeriksakan diri agar tidak ada yang terlalu dikhawatirkan. Terimakasih karena kalian sudah bertugas dengan sangat baik. Kita bicarakan masalah ini nanti, Kakak harus kembali dan menuntaskan tugas Kakak sebagai pemimpin upacara.” Ucap Dira pada anggotanya.
“Siap Kak!” kompak mereka menjawab ucapan Dira.
Dira kembali ke tempatnya dan menertibkan suasana yang kacau tersebut. Dengan suara yang lantang dan sedikit parau, Dira menertibkan peserta upacara. Hening sesaat, setelah kata sambutan dan permintaan maaf Pembina upacara, maka Dira membubarkan upacara tersebut. Acara pensi masih terus berlanjut, walau tidak sesuai ekspektasi.
Acara yang harusnya disertai dengan canda tawa kini penuh dengan rasa kekhawatiran para orang tua pada anaknya yang mengikuti acara kemah tersebut. Kabar kejadian ini juga telah sampai di telinga Pembina pangkalan Dira. Dengan cepat, Pak Riyan dan Bu Anggi menghampiri anak didiknya yang tengah bertugas dengan penuh kekhawatiran.
Mereka langsung menuju rumah kesehatan, terlebih mendapatkan informasi bahwa Ohim harus dirujuk ke rumah sakit besar. Pak Riyan juga sudah menghubungi orang tua Ohim atas kejadian tersebut. Dan ternyata, Ohim hanya memiliki Ibu, karena Bapaknya telah lama meninggal.
Sedangkan Dira, setelah pembubaran upacara dia masih berdiri di tempat yang sama. Pikirannya kosong, Dira khawatir dan takut, bagaimana menjelaskan kepada orang tua mereka yang terkena musibah ini? Biar bagaimana pun, mereka juga tanggungjawab Dira. Dira bingung, sangat bingung, kakinya tiba-tiba lemas dan dia merosot terduduk dengan badan yang gemetar dan tangis pun pecah tanpa suara.
Orang-orang tidak sadar akan keberadaan Dira, mereka sibuk dengan kekhawatirannya masing-masing. Duduk lemas dengan punggung yang bergetar, wajah yang menunduk dan suara tangis yang lirih membuat Dira sangat kacau saat ini.
Dira tidak memikirkan dirinya, yang ada dalam diri Dira saat ini adalah bagaimana menjalaskan kejadian ini pada orang tua mereka nanti. Apa dia akan disalahkan karena musibah ini. Dira yang biasanya tegar dan ceria, saat ini sangat rapuh. Hanya malam yang menjadi saksi tangis Dira. Menangis adalah cara untuk mengeluarkan sedikit beban pikirannya saat ini.
Tiba-tiba ada sebuah jaket disematkan oleh seseorang pada punggung Dira, seseorang tersebut kini duduk di depan Dira. Dira yang masih menangis dan memejamkan mata belum menyadari kehadiran seseorang karena pikirannya yang kacau.
Seseorang tersebut memegang kedua pundak Dira membuat Dira membuka mata dan mendongakan wajahnya. Cahaya yang kurang terang karena jauh dari tenda-tenda dan berada di tengah lapang, membuat Dira belum mengetahui siapa orang tersebut.
Namun alangkah terkejutnya Dira ketika sadar dan tahu orang yang saat ini ada di depannya.
“Kamu….”
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments