Suara Azan zuhur terdengar berkumandang. Cuaca siang ini terasa terik dan menggerahkan. Angin yang berhembus pun seperti membawa hawa panas, membuat orang-orang lebih memilih berdiam diri di rumh masing-masing.
Suasana di dalam rumah tampak sepi. Humairo membuka matanya perlahan. Ia merasakan tubuhnya terasa panas. Keringat di kening dan lehernya diusapnya dengan ujung selimutnya. Kepalanya terasa pusing dan beberapa kali ia terlihat memijitnya.
Humairo meraih hp di sampingnya. Ia mengusap matanya berkali-kali. Angka jam digital di dalam ponselnya masih samar di lihatnya. Humairo mendesah kesal. Sudah jam satu lebih. Ia bangun dan bersandar di sandaran ranjangnya sambil menselonjorkan kakinya. Ia memegang perutnya yang terasa lapar.
Humairo meletakkan kembali hp nya. Setelah mengikat rambutnya yang terurai. Dengan gerakan berat, ia bangkit, dan dengan langkah sempoyongan ia berjalan menuju dapur.
Dilihatnya wadah plastik penutup makanan di atas meja dengan segelas air putih di sampingnya. Seperti biasanya, Ainul telah meninggalkannya makanan untuk sarapan paginya. Dan seperti biasa ia sudah bisa menebak. Hari ini menunya tetap sama, nasi goreng. Humairo tersenyum ketus ketika tutup piring dibukanya. Ia menguap panjang. Setelah memastikan ada makanan yang akan ia makan, Humairo melangkah menuju kamar mandi.
Mmmh, nasi goreng buatan Ainul memang enak, tak sia-sia ia tinggal di rumah ini. Gumamnya dalam hati. Tapi sayang, sepertinya ia harus membeli nasi bungkus sebagai tambahan makan siangnya kali ini. Ia merasa masih belum kenyang juga.
Setelah meletakkan piring kotornya ke dalam bak berisi air, Humairo melangkah kembali menuju kamarnya. Ia lalu mengambil sebuah dompet berwarna biru dari dalam laci lemarinya. Hanya tersisa satu lembar uang lima ribu rupiah di dalam dompetnya. Ia baru ingat, tadi malam ia sudah menghabiskan uangnya untuk mentraktir teman-temannya makan masakan padang. Total pengeluarannya tadi malam satu juta rupiah.
Humairo menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Ia mendesah berat. Jika tidak ada uang hari ini, ia akan kelaparan nanti malam. Kouta internetnya pun sudah habis. Ia khawatir sekali jika nanti malam ia akan menghabiskan malam-malamnya tanpa kegiatan apapun. Mau nonton tv, tv di rumahnya sudah rusak akibat ulahnya sendiri melemparnya dengan gelas berisi air, hanya gara-gara Ainul pernah menontonnya.
Humairo tersenyum. Seperti ada solusi yang muncul di kepalanya. Ia kembali bergegas menuju dapur. Ia lalu memeriksa karung berisi beras yang diletakkan di sudut dapur. Humairo tersenyum. Sebentar lagi tanggal muda. Sebentar lagi Ainul akan menerima upahnya sebagai marbot dari masjid. Ia memperkirakan karung itu berisi satu kwintal beras. Jika satu kilo beras harganya delapan ribu rupiah, maka ia akan mendapatkan uang sejumlah delapan ratus ribu rupiah. Angka yang sangat banyak. Dia bisa makan enak nanti di rumah makan padang. Juga untuk membeli kouta internet, untuknya dan untuk David juga.
Humairo masih duduk di teras rumahnya. Pembeli beras yang ia telpon sejam yang lalu tak kunjung juga datang. Ia sudah berdandan rapi sejak tadi, berharap seseorang yang akan membeli berasnya segera datang dan ia bisa secepatnya pergi bersama David. Beberapa kali David menelponnya, ia takut David marah dan meninggalkannya.
Sebuah mobil pick up warna hitam berhenti di depan rumahnya. Seorang laki-laki yang duduk di samping sopir keluar dari mobil dan mendekat ke arah Humairo. Humairo nampak kesal.
"Kok lama sekali sih, Aku sudah menunggu satu jam lebih," kata Humairo setengah melotot ke arah laki-laki itu.
"Maaf, tadi mobilnya mogok. Oya berasnya dimana," jawabnya tersenyum sambil menggaruk kepalanya. Humairo tak menjawab. Ia memilih masuk ke dalam rumah. Laki-laki itu mengikutinya dari belakang. Setelah menimbangnya, laki-laki itu memberikan sejumlah uang kepada Humairo.
"Kapan-kapan kalau mau jual beras lagi telpon ya," kata laki-laki itu sambil memanggul beras di punggungnya.
"Tapi kalau terlambat seperti ini Aku jual ke orang lain saja," Kata Humiro dengan nada terdengar masih kesal. Laki-laki itu hanya tersenyum.
Setelah menghitung uang yang ada di tangannya, Humairo memasukkannya ke dalam dompetnya. Ia tersenyum puas dan melangkah menuju sepeda motornya. Setelah memanaskan motornya sejenak, iapun berangkat meninggalkan rumah.
Ainul baru saja selesai mengimami jamaah shalat zuhur di masjid. Seperti biasa jamaah shalat akan diam sejenak untuk mendengarkan sedikit pengajian dari Ainul.
Ainul membalikkan tubuhnya ke arah jamaah shalat yang masih bersila di belakangnya.
"Mohon maaf bapak-bapak, ibu-ibu yang saya hormati. Kali ini mungkin kita tidak bisa mengaji seperti biasanya. Saya lagi kurang sehat. Sekali lagi saya minta maaf," kata Ainul. Orang-orang yang ada di depannya mengangguk dan satu persatu mulai bangkit dan menyalami Ainul.
Ainul kembali duduk. Kakinya diselonjorkannya sambil diurut-urutnya pelan. Ia merasa begitu lelah hari ini. Tubuhnya pun mulai tidak enak. Ia tidak bisa istirahat tadi malam karna udara begitu dingin. Tepat jam tiga ketika alarmnya berbunyi, ia memilih untuk pergi ke masjid.
"Assalamualaikum."
Terdengar suara seorang perempuan mengucap salam dari luar masjid. Ainul menoleh dan tampak oleh seorang berkerudung hitam memasuki masjid.
Ainul terkejut ketika perempuan itu membuka kaca matanya. Ainul segera melangkah keluar teras masjid berharap agar perempuan itu mengikutinya.
Ainul mengajak perempuan itu duduk.
"Masya Allah Revi, kenapa kamu mencariku kesini. Ini masjid Revi. Apa kata orang-orang jika melihat kita berduaan di sini. Aku sudah menikah dan tidak baik bersama perempuan lain seperti ini," kata Ainul sambil menggeleng-geleng tak percaya.
Perempuan itu menoleh ke samping.
"Menikah? Tapi kamu sadar gak, wanita yang kamu nikahi itu sama sekali tidak menginginkanmu. Lagi pula kamupun menikah karna permintaan ibunya kan?" kata perempuan yang dipanggil Revi itu.
Ainul mendesah dan sekali lagi menggelengkan kepalanya.
"Terlepas dia menginginkannya atau tidak, yang jelas kami sudah sah sebagai suami istri secara hukum, baik agama maupun pemerintah. Aku tidak akan menceraikannya. Aku mencintai istriku," kata Ainul mantap.
"Maksudmu? Terus bagaimana dengan hubungan kita," kata Revi mulai kesal.
"Jawabanku sudah jelas. Aku mencintai istriku," kata Ainul tegas. Revi tampak kesal mendengar jawaban Ainul yang tegas. Ia mengambil tasnya dan bangkit. Tanpa pamit ia langsung pergi meninggalkan Ainul. Gerutuan panjang mengiringi suara langkahnya yang semakin menjauh. Baru beberapa langkah, terdengar isak tangis dari mulutnya.
Ainul mendesah. Ia menatap lekat tubuh Revi yang semakin menjauh dari pandangannya. Ia terpaksa harus berkata tegas kepada Revi dengan harapan Revi tidak lagi menghubungi dan menemuinya.
Air mata Ainul terlihat berbinar sedih. Ia sudah menjalani tiga tahun pacaran dengan Revi, sebelum ia ditugaskan di desa itu. Ia tidak bisa menafikan bahwa masih ada cinta di hatinya untuk Revi. Revi adalah gadis yang setia. Bisa saja ia tak datang lagi menemuinya, karna masih banyak laki-laki yang menunggunya di luar sana. Wajahnya terbilang cantik walaupun nilainya masih di bawah Humairo. Ia tidak akan kesulitan mendapatkan laki-laki lain. Ia menganggap perempuan itu sudah putus asa sebab beberapa kali ia harus memutus sambungan telponnya. Ainul berharap kali ini ia benar-benar bisa melupakannya.
Dan tentang dirinya yang tidak diinginkan oleh Humairo, biarlah jadi ujian untuk kesabarannya. Bumi selalu berputar, begitupun juga dengan nasib. Semua bisa berubah, tinggal menguji kesabaran untuk meraih perubahan itu.
Ainul mendekap tubuhnya erat ketika angin yang berhembus terasa dingin. Ia mulai merasakan tubuhnya yang meriang tidak bisa ia paksakan untuk tetap bertahan di sana. Ia harus menelpon Haji Salman untuk menggantikannya mengurus masjid hari ini.
Ainul mengambil beberapa sarung dan baju koko di sebuah lemari di sudut belakang masjid. Ia lalu memasukkannya ke dalam tas kresek hitam. Setelah menutup pintu masjid, ia pun berangkat pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
لواء الحمد
klo sering begdang makannya banyak
2022-09-28
0
Adico
Pasti badannya kekar ya hingga sepiring nasi saja masih kurang🤭🤭🤭.
2022-09-27
1