HAPPY READING...
***
Nyatanya hari ini berlalu begitu lambat. entah sudah berapa jam lamanya, Rendy duduk di taman kecil depan lingkungan Apartemen. pikirannya masih berkecamuk. sesekali pandangannya tertuju pada salah satu jendela di atas sana. masih menyala sama seperti terakhir kali dirinya tiba tadi.
Hatinya semakin penasaran. apa yang terjadi, bagaimana, apa baik-baik saja. Rendy mengkhawatirkan Hema. ya... hanya nasib gadis itu yang memenuhi kepalanya saat ini.
hingga, "Hiks...". terdengar suara tangisnya mulai perlahan-lahan pecah.
Untuk pertama kalinya Rendy benar-benar sedih. untuk pertama kalinya ia menangis di masa deewasnaya seperti sekarang. menangisi apa yang telah ia lakukan terhadap orang yang begitu mempercayainya. menangisi gadis yang sudah 3 tahun menemaninya. gadis yang pada akhirnya harus Rendy kecewakan.
Rendy telah gagal menjaga Hema.
"Gue harap kita bisa selalu seperti ini Ren,".
"Gue akan terus menemani lo... berjuanglah,ayo sama-sana wujudkan mimpi kita...".
"Hiks...". mengingat perkataan-perkataan Hema, Tangisnya semakin jatuh. kepalanya tertunduk sangat dalam. seandainya ia berusaha lebih keras lagi, mungkin tak akan seperti ini kejadiannya. Rendy menyesal.
Seharusnya ia tak mengorbankan Hema. Seharusnya Rendy menjual apapun untuk membayar hutangnya, bukan dengan menjual Hema.
tapi nyatanya, Rendy memang sepengecut itu.
Maafin gue Ma... maafin gue...
tapi apakah perbuatannya bisa dimaafkan?
apa yang Rendy lakukan benar-benar keterlaluan.
Sejenak tatapan Rendy tertuju pada motor Sport pemberian orangtuanya. binar kepercayaan kembali terpancar. Apa semuanya sudah terlambat?
"Gue akan menjualnya..." gumamnya penuh keyakinan. segera Rendy bangkit dari duduknya. ia hendak menemui Hean dan memohon untuk mengganti Hema dengan uang hasil penjualan motor nantinya.
Kepercayaan diri Rendy benar-benar telah kembali.
Tapi semuanya kembali menghancurkan kepercayaan dirinya. ketika Rendy melihat jendela yang tadinya masih terang oleh lampu, kini akhirnya padam.
Bagaimanapun Rendy tau, apa yang telah terjadi di atas sana.
Hema...
Tubuh Rendy seperti terhuyung ke belakang. semuanya benar-benar telah terlambat.
Di lain sisi, Air mata Hema kian deras mengalir. Ia membuang muka enggan melihat pria yang sejak beberapa saat lalu masih berada di atas tubuhnya. hancur. satu kata yang mampu menjelaskan semuanya.
Hema membenci Rendy. membenci pria yang telah ia percayai. membenci dirinya sendiri yang tak bisa menjaga diri dan lemah di hadapan pria asing saat ini.
penyatuan mereka bahkan terasa menyakitkan sekali. apalagi sebuah perkataan yang Hean katakan tadi benar-benar merendahkannya. Hema benci itu semua.
"Selesaikan dulu pekerjaan Lo, setelah itu baru bisa keluar dari sini...".
"Pekerjaan apa? maksud lo apa?".
"Menemani gue malam ini, seharusnya Rendy sudah mengatakannya bukan?".
Entah sudah keberapa kalinya pria itu melakukan hal sesukanya. terakhir kali Hema ingat, jam digital di atas nakas itu menunjukkan angka 02:30 dini hari.
dan pada akhirnya Hema tertidur akibat terlalu banyak menumpahkan air mata.
***
Sinar matahari telah menerobos masuk melewati celah-celah kamar bernuansa abu-abu. menerangi wajah yang terlihat begitu damai ketika terpejam. hingga perlahan mulai terganggu dan mengerjabkan matanya berulang kali.
Hean, pria yang semalam melakukan kegiatan panasnya akhirnya bangun juga.
Hal pertama dilihatnya ketika membuka mata adalah sosok gadis dengan rambut berantakan tidur di sampingnya dengan selimut yang membalut tubuh mungilnya.
Cukup lama Hean hanya memandangi gadis itu, menyamakan dengan wajah seseorang di masa lalunya. sangat mirip bahkan terlihat seperti saudara kembar.
hingga senyum tipis itu muncul di sudut bibirnya.
Masih dengan langkah gontai, Hean masuk ke dalam kamar mandi lebih dulu. menjadi orang pertama yang membersihkan diri dari sisa keringat akibat kegiatan panasnya semalam.
Mengguyur tubuhnya dengan air hangat benar-benar sesuatu yang baik. tubuh Hema seperti kembali segar. tapi sesuatu kembali melintas dalam kepalanya.
"Gue bukan pel*cur! kenapa gue harus menemani lo malam ini?".
"Gue hanya di jebak... gue bukan wanita murahan...".
Ucapan dari gadis yang pada akhirnya benar-benar menjadi alat untuk menuntaskan keinginan Hean semalam kembali mengganggunya.
Tidak... dia hanya gengsi untuk mengakuinya saja... sisi lain Hean kembali bicara.
Gue yakin... tadi malam bukan lah yang pertama baginya...
Jadi rasa bersalah yang sempat merayapi hati Hean tadi, kembali hilang.
"Gadis seperti itu banyak sekali di Ibukota..." gumamnya sambil mandi.
Masih di dalam kamar, Hema perlahan bangun. pendengarannya menangkap siaran gemericik air yang cukup dekat. matanya sulit terbuka seperti ada sesuatu yang berat, bergelayut di pelupuk mata.
tapi kesadaran Hema mulai terkumpul sepenuhnya.
Gue harap tadi malam hanyalah mimpi saja...
itulah kata pertama pagi ini. karena Hema jelas ingat kejadian menyeramkan semalaman.
Masih dengan mata terpejan, Hema kembali berdoa bahwa semalam hanya mimpi buruk saja. tidak benar-benar terjadi ketika ia membuka mata nanti.
tapi harapannya sirna, ketika jemari tangannya meraih selimut yang tengah membungkus tubuhnya.
Dengan sangat pelan dan hati-hati, Hema meraba tubuhnya. matanya membulat dan detik selanjutnya kembali menitikkan air mata. ternyata kejadian semalam bukanlah mimpi saja. semuanya benar-benar terjadi. Hema yang masuk dalam Apartemen pria asing, Hema yang begitu mudahnya bis atidir dengan pria lain. memalukan...
Kenapa semua ini terjadi?
Entah sudah berapa banyak air mata yang ia jatuhkan semalam hingga pagi ini. bahkan rasanya air matanya itu mulai kering. menyisakan sebuah luka yang teramat dalam di hatinya.
Gue benci semuanya... gue benci hidup ini... batinnya terus menyalahkan diri sendiri.
Hingga tatapan gadis itu tertuju pada sebuah tirai yang mulai di goyangkan angin.
dari tirai berwarna putih tipis itu, Hema mampu melihat sebuah balkon disana.
Seperti dirasuki setan, Hema bangkit dari tempat tidur. menyeret selimut untuk menutupi tubuhnya dan berjalan kw arah balkon itu. langkah kaki gadis itu semakin yakin dan dekat dengan balkon. tangan rapuhnya mulai tergerak menyibak tirai dan hembusan angin pagi langsung menerpa mengenai wajahnya.
Masih dengan isak tangis yang begitu memilukan, Hema melihat dunia dari atas sana. Maafin Hema Nek... Maafin Hema... Maafin Hema Tuhan... Hema benar-benar tidak kuat menerima semua ini... Hema merasa begitu rendah...
Yang Hema pikirkan saat ini hanyalah pergi. pergi jauh dari dunia yang begitu menyeramkan ini. pergi dari orang-orang yang dipercayai justru mengkhianatinya. Hema mulai sadar, tak ada siapapun yang benar-benar tulus menyayangi. bahkan Orang tuanya saja, tega meninggalkan dirinya di waktu kecil.
Lantas siapa yang harus ia percayai? tak ada.
Tanpa pikir panjang, Hema berdiri di batas Balkon. memejamkan mata dan bersiap untuk terjun dari sana.
Maafin Hema, Tuhan...
"Hei! apa lo gila ya?".
Tapi takdir seperti kembali mempermainkannya. entah kenapa hanya untuk bunuh diri saja Hema gagal ketika sebuah tangan tiba-tiba meraih tubuhnya hingga jatuh tersungkur di Balkon.
Takdir menakutkan apalagi yang harus Hema jalani?
"Lo gila ya? lo bisa mati jika loncat dari sini!". .
Hema jelas mendengar bentakan seseorang. tapi rasa sedihnya jauh lebih kuat dibandingkan harus melihat wajah di pria itu. hingga yang dilakukan Hema hanyalah menangis menatap lantai Balkon.
"Hiks...".
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
ossy Novica
Hean berhasil merawani Hema ,takutnya nanti ujung2nya Hema hamil .
2022-09-01
1
Yuni Setyawan
hean akan nyesel stlah tahu ini yg pertama untuk hema
2022-09-01
1
Dedeh Supriatin
aarrgghh pengen tonjokin rendy.... semoga hean mau tanggung jawab.... lanjut thor.....
2022-09-01
1