Para pengawal itu membawa Ericka ke rumahnya, mereka menaruhnya ketempat tidur dengan hati-hati.
"Keluar, jaga pintu kamar ini. Jangan biarkan orang lain masuk ke kamar ini, kecuali para pelayan yang memberinya makan dan obat.
Jika ada yang memaksa masuk, usir dia kapan perlu hajar dia sampai jera" kata Nyonya besar itu.
Elena meminta bi Mirna dan Mila untuk merawat Ericka, selain mereka tidak boleh ada yang masuk.
"Kalian yang bertanggung jawab atasnya, jika terjadi sesuatu langsung lapor saja padaku.
Jangan pernah coba-coba untuk melapor ataupun bercerita ke orang lain masalah ini, kalau tidak ingin dipecat. Mengerti?!" kata Elena.
"Baik Nyonya, kami mengerti" jawab mereka sambil menundukkan pandangannya.
Nyonya rumah itu berlalu dengan angkuhnya, tersirat senyuman sinis nya.
"Jangan coba-coba melawanku, jika tidak inilah yang terjadi. Hehe!
Aku Nyonya rumah ini, semua ada di genggamanku" gumamnya sambil terkekeh.
Rendy memperhatikannya wanita licik itu, dia mengintip dari balik pintu kamarnya.
Sadar sedang diawasi, Elena membalikkan tubuhnya melihat ke kamar Rendy. Dia hanya tersenyum sinis lalu berlalu pergi.
"Anak curut pengecut macam dia, tau apa. Heh, untuk menolong diri sendiri saja tak mampu apalagi ingin menolong adiknya.
Tetaplah pengecut seperti itu, maka akan lebih mudah aku mengendalikan dirimu" kata Elena dengan senyuman liciknya.
Rendy sadar dia ketahuan langsung menutup pintu kamarnya itu. Senyumnya tak kalah liciknya.
"Tetaplah berpikir begitu, suatu saat nanti kau akan menyesal dengan meremehkan aku" ujarnya lalu berlalu kearah meja belajarnya.
Dia membuka situs web di laptopnya, dia tergabung dengan kelompok hackers di negaranya.
Di sanalah juga dia belajar bagaimana cara meretas perusahaan ayahnya itu, bahkan sempat mengacaukan bisnis ayah dan ibu tirinya itu.
Mereka tidak tahu, dan takkan pernah tahu kalau itu ulah Rendy.
"Aku harus cepat, tahun ini aku akan wisuda, aku harus bisa mengambil hati ayah dan wanita licik itu.
Agar mereka percaya dan membiarkan aku bekerja di perusahaannya itu, dengan demikian aku bisa melancarkan aksiku" katanya.
"Bersabarlah kak Reva, Eri... Aku akan membawa kalian dari neraka ini" ujarnya bersemangat sambil memainkan laptopnya.
*
Sementara itu, Reva kembali pulang ke rumah ayahnya itu. Rumah yang sudah seperti neraka baginya.
Dia kembali ingin menemui adiknya, tetapi para pengawal itu melarang dirinya masuk ke kamar adiknya itu.
"Apa hak kalian mengusirku, aku Kakaknya! Aku ingin bertemu adikku, lepaskan. Kataku lepaskan kalian bre*gsek!" Reva menjerit tak terima diperlakukan seperti itu.
Rendy mendengarnya dari kamar, dia hanya terdiam membisu. Dia ingin sekali membantu kakaknya itu.
Tetapi dia harus bertahan, dia tak boleh gegabah. Dia harus membuat orang-orang di rumah itu percaya, bahwa dia hanyalah seorang pengecut.
Agar mereka tak terlalu memperhatikannya, sehingga dia bisa menjalankan misinya itu.
"Maafkan aku kak, saat ini aku tak bisa membantu. Tunggu saatnya nanti, aku bisa membungkam mulut mereka semua" ujarnya dengan nada geram.
Tidak lama kemudian, suasana diluar sudah hening. Rendy berpikir kakaknya sudah pergi, dia keluar ingin mengambil air minum.
Betapa terkejutnya dia, saat membuka pintu kakaknya sudah ada didepan pintu itu dengan muka masam ditekuk.
Reva menerobos masuk ke kamarnya, Rendy gelagapan dia tak ingin rencananya ketahuan sebelum misinya berhasil.
"Apa yang kau lakukan dengan mengurung diri dikamar hah?! Kau sama sekali tak peduli dengan adikmu itu.
Setidaknya temani dia Rendy, kalau Kakak ada disini semuanya tidak akan menjadi seperti ini." Reva tak kuasa menahan air matanya.
"Lihat kamar ini, berantakan seperti kapal pecah. Buku-buku dan kertas-kertas tak berguna ini membuatmu menjadi gila.
Apa ini, kamu berusaha menjadi ilmuwan hah! Apa gunanya menjadi pintar jika tak punya hati nurani.
Usahamu itu akan sia-sia tahu! Aku kecewa padamu, aku marah!
Tapi apa gunanya, semuanya salahku, aku yang tak bisa menjaga adik-adikku," Reva keluar dengan membanting pintu kamar Rendy.
Dia berjalan sedikit tergesa-gesa sepanjang jalan dia menangis, dia sempat membalikan badannya kearah kamar rendy.
"Kau bukan adikku, aku menyesal punya saudara sepertimu!" katanya berteriak.
Suaranya terdengar sampai ke telinga para pengawal yang menjaga kamar Ericka.
"Bagaimana, apakah kita harus melapor pada nyonya?" Kata salah satu dari pengawal itu.
"Tidak perlu, itu hanya pertengkaran saudara biasa. Biarkan perselisihan itu terjadi diantara mereka, bukankah itu yang nyonya inginkan?" jawab pengawal satunya lagi.
"Kau benar" sahut temannya itu.
**
Sementara itu, Rendy hanya diam saja saat kakaknya mengacak-acak kamarnya itu.
Untung saja Reva tak sadar dengan isi buku maupun lembaran kertas di mejanya itu, kalau tidak rencananya akan sia-sia.
Dia memungut buku dan kertas yang berserakan, dia merapikan semuanya kembali.
Ada perasaan sakit dihatinya, melihat kakaknya frustrasi menghadapi masalahnya sendirian.
Tekadnya semakin bulat, balas dendam dan misinya harus berhasil.
Tidak lama kemudian, ada suara ketukan pintu dari luar. Nampak ayahnya masuk sambil tersenyum.
"Nak, apa yang kau lakukan di kamar sendirian? Ayo bergabunglah dengan kami diluar" katanya sambil merangkul putranya itu.
Ada perasaan jijik dan benci bersamaan dengan rangkulan ayahnya itu, tetapi dia harus bertahan.
"Ah Ayah, aku kira siapa. Baik, Yah... nanti aku akan menyusul setelah merapikan semua ini" katanya berusaha tersenyum.
Dia buru-buru merapikan semuanya, dia melihat buku dan kertas berisi rumus juga rencananya itu langsung dia sisipkan ke buku lain yang agak besar.
Jangan sampai ayahnya tahu, dia tidak ingin menjadi masalah besar nantinya.
"Ayah dengar, tadi kakakmu datang kemari yah?" tanya pak Dewantoro.
"Iya Yah, biasalah... marah-marah ga jelas, ganggu orang lagi belajar aja" kata Rendy berusaha santai.
"Abaikan saja semua perkataan dan sikap kakakmu itu, dia masih labil.
O ya, sebentar lagi kamu akan wisuda. Sudah ada rencana mau kemana?" tanya pak Dewantoro sambil duduk disalah satu kursi dikamar itu.
"Ada Yah, ada perusahaan ayah temanku ingin mengajakku bergabung. Tapi aku masih memikirkannya" ucap Rendy.
Dia tak asal bicara, memang ada benarnya perusahaan keluarga temannya mengajak Rendy bergabung.
Rendy anaknya pintar dan sangat genius, ayahnya berniat mengajaknya mengurus perusahaan yang dia bangun itu.
Setidaknya, satu dari anak-anak kandungnya ada yang memimpin perusahaan itu.
Dia tak memiliki anak dari Elena, wanita itu berdalih tak ingin punya anak. Alasannya dengan memiliki tiga orang anak tiri ditambah dengan dua anak kembarnya sudah lebih dari cukup.
Pak Dewantoro melihat Rendy berbeda dengan saudara-saudaranya, anak ini pintar dan pandai menempatkan diri.
Mau menerima ibu dan saudara tirinya dengan baik, tidak dengan saudaranya yang lain. Tetapi pak Dewantoro salah, satu-satunya yang bisa menerima mereka hanyalah Ericka.
Ericka yang masih satu tahun waktu itu tidak tahu dan tidak mengerti apa-apa, menganggap ibu dan saudara tirinya itu adalah Ibu dan saudara kandungnya.
Dia dididik dan dikasih doktrin, bahwa apa yang mereka lakukan padanya itu benar. Termasuk penghinaan dan penyiksaan itu.
Tadinya pak Dewantoro tak tahu soal itu, sekarang dia tahu dan tak peduli. Benar-benar ayah yang kejam. Sampai detik ini dia tak mengakui Ericka anak kandungnya.
"Baiklah Rendy, Ayah tunggu kamu diluar bersama ibu dan saudara-saudaramu yang lain" lalu pak Dewantoro berlalu pergi dan menutup pintu kamar itu.
Rendy tersenyum penuh arti, dia tahu apa yang ingin ayahnya maksudkan.
"Hem, apa wanita licik beserta anak-anaknya itu tahu yang diinginkan lelaki ini? Kalau tak tahu, ini pasti seru.
Aku akan turun dan menonton drama keluarga jahat ini." Rendy lalu turun menemui mereka.
Dilantai bawah itu, tepatnya di ruang tamu besar itu. Sudah ada beberapa orang yang berkumpul.
Diantaranya ada pengacara dan notaris perusahaan ayahnya, di sana ada juga pak Johan dan mas Bram.
Mereka manajer dan asisten pribadi ayahnya itu.
"Rendy, ah... akhirnya kau turun juga. Kemari lah, Nak." Kata pak Dewantoro terlihat sumringah sekali.
Elena dan kedua anak kembarnya itu terkejut dengan kedatangan Rendy.
"Apa yang dilakukan si pengecut ini disini? Bukankah di pembagian dua perusahaan besar yang akan dipimpin oleh kedua anakku?" ujar Elena bergumam heran.
Pramudya terlihat kesal dan marah, dia berusaha menahan emosinya itu. Sedangkan Pricilia terlihat santai.
...----------------...
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 206 Episodes
Comments
🌕🌊🍁🪷
elu yang pengecut sundal!
2023-02-22
0
Arie Sanjaya
kerè3n critanyaa
2023-01-21
1
🍭ͪ ͩ𝕸y💞🅰️nnyᥫ᭡🍁❣️
like kak
2022-10-30
4