Bab 2.
Matahari sudah sampai dipuncak, gerbang masuk Tebing Langit sangat ramai, rombongan pemuda-pemudi memasuki gerbang itu, Niki juga ada diantara mereka. Su memperhatikan dari atas tembok benteng, ia berdiri ditemani seorang pemuda berambut panjang diikat kebelakang, memakai ikat kepala merah dikepala, dan membawa pedang di punggungnya, namanya Sai, dijuluki anak iblis, anggota pasukan macan kumbang (pasukan elit Tebing Langit). “Jadi dia anaknya?” tanya Sai, Su mengangguk, “bukannya dia terlalu muda?” tanya Sai lagi, “aku yakin dia siap” Su tersenyum. Ada peraturan, pemuda-pemudi yang berusia dua puluh tahun baru boleh menjadi pasukan.
Para calon pasukan baru dibariskan di halaman utama Tebing Langit, empat orang pendekar berdiri diatas altar menyambut mereka. Berdiri ditengah seorang perempuan berambut merah, namanya Vivian, dijuluki kilat merah, anggota pasukan penyergap.
Disebelah kanannya, dua orang laki-laki kembar, Taka dan Taki, dijuluki si kembar gila, anggota pasukan pengejar.
Lalu disebelah kiri, seorang laki-laki berbadan besar, Tang, dijuluki banteng besi, anggota pasukan menara.
Para calon pasukan baru terkesima melihat mereka berempat, mereka adalah beberapa dari pendekar-pendekar ternama di Tebing Langit, bahkan kekaisaran Bulan Sabit. Wan berjalan naik keatas altar, semua calon pasukan baru langsung memberi hormat, termasuk Niki, meskipun ia hanya ikut-ikutan, ia tidak tahu siapa itu Wan. “Selamat datang semuanya, saya adalah ketua Wan, ketua Tebing Langit” Wan memberi sambutan “kalian adalah masa depan benteng ini, selamat menjadi pendekar”, calon pasukan baru memberikan tepuk tangan yang meriah, Wan tersenyum, kemudian turun dari altar.
Vivian maju kedepan “semuanya dengarkan!”, seketika halaman utama hening, tidak ada yang menyangka perempuan secantik Vivian sangat galak, “mulai hari ini, kami berempat akan menjadi pengawas kalian, dalam tiga puluh hari kedepan kami akan menilai kemampuan kalian, dan memilih akan ditempatkan kedalam pasukan apa, dan mungkin juga ada harus kembali pulang!” Vivian menjelaskan, semuanya terdiam mendengar itu, mereka semua terkejut jika mereka bisa dipulangkan.
Makan malam di aula utama, Semua orang sedang berusaha berbaur mencari teman. Diantara mereka, ada beberapa orang yang paling menonjol, yang dianggap sudah pasti masuk dalam pasukan atas, memang di benteng ini terdapat banyak pasukan, mereka menyebutnya pasukan atas dan pasukan biasa, pasukan atas adalah para pasukan yang melakukan tugas-tugas penting, sedangkan pasukan biasa hanyalah para pasukan yang bertugas menjaga benteng.
Seorang pemuda bernama Lou Han dikelilingi teman-temannya “aku akan menjadi penguasa di Tebing Langit” katanya dengan sombong, Lou memang keturunan Han, keluarga pendekar hebat turun temurun, dan tentu saja hanya dengan nama Han, Lou sudah memiliki banyak pengikut. “Banyak bicara, aku yang akan jadi penguasa” potong Lee, pemuda berbakat.
Semua orang berusaha mencari nama malam itu, kecuali Niki yang tidak peduli dengan semua ini, ia hanya sedang menikmati makan malamnya, “boleh aku duduk disini?” seorang pemuda dengan rambut ikal dan berbadan kurus, “silahkan” jawab Niki sembari meneruskan makanannya, “namaku Ge, aku dari desa..” – “aku tidak peduli” jawab Niki acuh tak acuh, Ge diam dan mulai makan.
Matahari sangat terik, semua calon pasukan sedang latihan fisik di tengah-tengah halaman yang panas, ada yang berlatih jurus, berlatih tarung, kuda-kuda, dan latihan fisik lainnya. Seorang pemuda bernama Ju memukul Ge hingga terjatuh, “dasar lemah!” ejek Ju, Ge bangkit berdiri, “maafkan aku” kata Ge dengan gemetar, “kau tidak pantas disini” Ju menendang tubuh Ge hingga kembali jatuh.
Semua orang memperhatikan kejadian itu, termasuk para petinggi Tebing Langit yang duduk diloteng benteng, “ternyata sudah pada mulai menunjukan gigi ya” celetuk Lim, laki-laki paruh baya berbadan kurus, ketua pasukan menara, dijuluki kera api, “ya begitulah, yang kuat, yang menang, mereka harus berebut posisi” jawab Kong, laki-laki berbadan besar dan perut yang bulat, ketua pasukan pengejar, dijuluki king kong putih. “Tapi mau gimana pun, keponakanku tetap yang terhebat” lanjut Kong, “Lou Han ya, aku dengar dia sudah banyak pengikut” jawab Lim, “keturunan Han memang tidak pernah mengecewakan” tawa Kong.
Latihan siang itu selesai, semua orang sudah pergi, Ge masih duduk kesakitan akibat tendangan Ju, “biar kubantu” Niki mengulurkan tangannya, Ge terkejut melihat Niki “kau mau membantu ku?” – “sudah cepat tak usah banyak bicara” Niki menarik Ge berdiri “mau kuantar ke ruang pengobatan?” tanya Niki, Ge mengangguk. Ge sedang diobati oleh seorang perawat perempuan, namanya Yuyu. “Tidak apa-apa, hanya lebam biasa” kata Yuyu dengan senyum manisnya, “terima kasih” kata Niki yang menemani Ge.
Niki dan Ge dalam perjalanan kembali ke kamar, “kita bertemu dengan orang lemah lagi, bahkan sekarang ada dua” ejek Ju yang berdiri diujung lorong, “maafkan aku Ju” kata Ge dengan gemetar, “tidak perlu minta maaf!” potong Niki, “jangan cari masalah dengannya, dia pendekar hebat dari kota ku” Ge terlihat takut, “lalu kenapa?” jawab Niki acuh tak acuh, Ju berjalan mendekat “mau bertarung? Mati sajala” Ju melayangkan pukulan, Niki menghindarinya dan menendang tubuh Ju hingga terjatuh, “kurang ajar!” Ju bangkit berdiri dan kembali menyerang, Niki hanya tersenyum, menghindari serangan Ju dengan mudah, Ju terus menyerang, tidak ada serangan berarti untuk Niki, hanya dengan sekali pukulan Ju berhasil dijatuhkan lagi. Ju memberi hormat “aku mengaku kalah, aku akan menjadi bawahanmu” – “bicara apa? merepotkan saja!” Niki berjalan pergi dengan acuh tak acuh, Ge terkejut melihat kemampuan Niki.
Di dalam hutan, Sai dan empat orang anak buahnya berkuda masuk ke dalam hutan, mereka semua memakai ikat kepala merah dikepala, identitas pasukan macan kumbang. Di tengah perjalan tiba-tiba Sai memberi isyarat untuk berhenti, ia melihat beberapa mayat tak jauh didepannya, “ada apa senior?” tanya Yinsa, laki-laki berambut ikal, memakai syal dileher, membawa pedang berukuran besar dipunggung, ia dijuluki si pemenggal.
“Semuanya siaga!” Sai turun dari kuda, berjalan perlahan mendekati mayat-mayat itu, Sai melihat lusinan jarum menusuk tubuh parah korban, Sai mencabut salah satu jarum, jarum itu mengandung racun. “Senior?” Yinsa menghampiri Sai, “kita harus kembali ke Tebing Langit, melapor pada Ketua” kata Sai, “bukankah lebih baik kita mengejarnya, pasti pelakunya belum jauh” usul Han, laki-laki dengan busur dan panah. “Tidak perlu, didepan adalah Lembah Kabut, aku yakin mereka sudah memasang jebakan disana, lebih baik kita mundur” Sai naik keatas kudanya, Yinsa dan Han mengangguk, kembali naik keatas kuda mereka, mereka berkuda pergi dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Papi Suho❤️💦
semangat terus untuk authornya.
mampir juga ya ke ceritaku
Jiwa baru zhuge liying
2020-08-02
0