Bab 3.
Hari ke tujuh seleksi pasukan baru, semua calon pasukan baru dikumpulkan di halaman utama, hari itu adalah tes bertarung, para petinggi Tebing Langit ikut menyaksikan dari atas loteng, ingin melihat bibit baru untuk dijadikan pasukan mereka. Arena bertarung berbentuk lingkaran didirikan ditengah-tengah halaman, Tang berdiri disana, “semuanya dengarkan! Hari ini adalah pertarungan individu, kami akan melihat cara kalian bertarung dengan tangan kosong, aku akan menjadi wasitnya” Tang menjelaskan.
Para calon pasukan baru tampak antusias untuk unjuk gigi, satu persatu maju bertarung diatas arena, para petinggi juga sudah menemukan calon-calon bibit unggul. Lou sedang bertarung diatas arena, ia menjatuhkan lawannya dengan mudah, melihat itu Kong langsung tertawa “lihat keponakanku, ia akan menjadi pasukan pengejar yang sangat hebat” – “jangan senang begitu, mungkin saja ia tertarik dengan pasukan menara” potong Lim, “biarkan saja ketua Wan yang menilai, bukan begitu ketua” kata Kong kepada Wan yang duduk di tengah-tengah mereka, Wan hanya tersenyum.
Para petinggi sedang asik menyaksikan pertarungan, Sai datang menghampiri, “ketua Wan” Sai memberi hormat “maaf menganggu, tetapi ada hal penting” – “Baiklah pertarungan selanjutnya Lee melawan Niki!” Teriak Tang dari atas arena, “maaf Sai, aku ingin melihat pertandingan ini terlebih dahulu” jawab Wan, “baik ketua” Sai memberi hormat, kemudian ikut menyaksikan pertandingan.
Lee naik keatas arena dengan antusias, sedangkan Niki hanya berjalan acuh tak acuh, Niki sangat malas jika dia harus bertarung, “hei, menyerah sajalah, gayamu saja tidak meyakinkan” ejek Lee. “Ada apa dengan anak itu, dia terlihat tidak antusias” celetuk Lim, “bukankah itu pendekar pilihan tetua Su? Apa dia salah memilih orang, dia kan sudah sangat tua” ejak Kong, Wan hanya diam menyaksikan.
“Wasit, harus bertarung berapa lama?” tanya Niki, “secepat kau bisa mengalahkannya, atau mungkin dia yang mengalahkanmu” jawab Tang. “Sudah siap dipermalukan?” Lee memasang kuda-kudanya, Niki juga memasang kuda-kuda, “mulai!” teriak Tang. Lee langsung maju menyerang, serangan yang penuh celah, Niki langsung membalikan serangan dan menjatuhkan Lee, semua orang terkejut melihat itu, termasuk para petinggi, “hebat juga anak itu” puji Lim, Wan hanya tersenyum melihat itu. Ge dan Ju menyaksikan dari bawah arena, mereka hanya tersenyum karna sudah tahu kemampuan Niki sebelumnya. Niki dengan santainya turun dari arena, Tang tersenyum melihat sifat Niki.
Sai kini berada di ruangan Wan, didalam sana juga ada Wu, laki-laki paruh baya dengan jenggot tebal, ketua pasukan macan kumbang, ia dijuluki harimau putih. “Apa kau yakin dengan yang kau katakan?” tanya Wu kepada Sai, Sai menunjukan jarum beracun yang ia temukan “ini adalah jarum beracun dan satu-satunya pendekar yang menggunakan senjata ini di wilayah Bulan Sabit hanyalah racun timur, saya sudah mengeceknya di gulungan hitam” (gulungan hitam adalah daftar pendekar buronan).
Wan diam sejenak “sudah beberapa tahun ia tidak pernah menunjukan diri, aku kira dia sudah mati” – “dari pengejaran terakhirku, ia lari ke dalam lembah kabut, sebelum terlalu jauh, sebaiknya mengirim pasukan pengejar” usul Sai, “tidak bisa, pasukan pengejar yang bisa mengimbangi racun timur hanya Taka dan Taki, sekarang mereka sedang menjadi pengawas seleksi pasukan baru” jawab Wan, “saya minta ketua memikirkan ulang, apa ini lebih penting dari mengejar racun timur?” kata Wu.
Pintu ruangan diketuk, Enma, tangan kanan Wan masuk kedalam, “permisi ketua” Enma memberi hormat “kereta kuda pengiriman obat dari kota diserang” Enma membawa kabar, “bajingan! Sai bawa pasukan macan kumbang dan pasukan penyergap, jika menemukan musuh, bawa mereka kemari!” Wan memberi perintah, “baik ketua!” Sai memberi hormat kemudian beranjak pergi.
Hari kesepuluh seleksi pasukan baru, Niki diundang makan siang dipondok Su, “aku mendengar pertarungan mu, hebat juga ya” puji Su, “terima kasih” jawab Niki santai sembari meneruskan makannya, Su tersenyum “kau selalu sedingin ini ya” – “memangnya harus bagaimana? Disini sangat merepotkan orang-orang selalu menantang ku bertarung, jika bisa tidak bertarung mengapa harus bertarung” gerutu Niki, Su tersenyum lagi “kau ini memang berbeda dengan orang-orang yang datang kemari”. Niki dan Su sudah menyelesaikan makan siang mereka, “terima kasih kek, aku pergi dulu” Niki beranjak pergi, Su hanya tersenyum melihat sifat Niki.
Niki sedang dalam perjalanan kembali ke benteng utama, seorang pemuda bernama Kin menghentikan “kau Niki kan, nama ku Kin, bertarunglah denganku, jika kau menang aku akan menjadi bawahanmu” Kin memberi hormat, “merepotkan saja!” Niki berjalan pergi tidak menghiraukan Kin, tiba-tiba Kin langsung menyerang Niki, Niki menghindari serangan Kin, pertarungan terjadi. Kin cukup hebat, tetapi Niki dapat melihat celah dan menjatuhkan Kin. Kin memberi hormat “aku mengaku kalah, aku siap mengikutmu, suatu kehormatan bisa..” belum selesai Kin berbicara, Niki sudah berjalan pergi.
Didalah hutan, Sai dan pasukannya sudah mencapai tempat tujuan mereka, mereka menghentikan kuda mereka, didepan terlihat kereta kuda yang membawa obat sudah hancur berantakan, beberapa mayat juga berserakan. “Yinsa, bawa empat orang dan periksa sekitar” perintah Sai, Yinsa mengangguk dan mulai memacu kudanya bersama empat pasukan, Sai turun dari kudanya, berjalan mendekati kereta kuda, melihat-lihat sekitar. Tetsu, anggota pasukan penyergap turun dari kuda dan menghampiri Sai “bagaimana senior?” tanya Tetsu, “mereka masih disekitar sini, darah korban belum kering” jawab Sai. Tiba-tiba terdengar suara pertarungan tak jauh dari sana, “itu pasti Yinsa!” Sai langsung naik dan memacu kudanya, diikuti Tetsu dan anggota pasukan lainnya.
Disisi lain, Yinsa sudah mencabut pedang besarnya dan bertarung dengan tiga orang bertopeng, mereka memakai topeng merah, topeng biru, dan topeng putih. “Kalian kan yang menyerang kereta kuda?!” teriak Yinsa, “kereta kuda yang mana? Banyak tahu, yang jelas dong kalo ngomong” ejek topeng merah, Yinsa kesal dan kembali menyerang, topeng merah mencabut pedangnya dan menahan serangan pedang besar Yinsa, topeng merah menendang tubuh Yinsa menjauh. Topeng merah tertawa “aku tahu siapa dirimu, si pemenggal, Tebing Langit sepertinya meremehkan kami, hanya mengirim pendekar seperti dirimu” ejek topeng merah, “cukup main-mainnya, tetap pada rencana” kata topeng biru, “diam kau! Aku ingin bermain-main sebentar” gerutu topeng merah.
Tiba-tiba topeng putih bertetiak, Sai sudah berada dibelakang topeng putih dan menusuknya dengan pedang hitamnya, topeng putih jatuh tergeletak. “Bajingan! Sejak kapan dia disana?!” topeng merah ingin menyerang, tetapi topeng biru menghentikan “lihat baik-baik, itu pedang hitam, dia pasti anak iblis, kita bukan tandingannya”, topeng merah tampak geram, “tenangkan dirimu, kita sudah mendapatkan ramuannya, lebih baik mundur, sesuai perhitungan, mereka tidak membawa pasukan pengejar, mereka takkan bisa menangkap kita” topeng biru menenangkan topeng merah, “baiklah terserah katamu, kita pergi!” topeng merah langsung berlari pergi diikuti topeng biru. “Kejar mereka!” teriak Yinsa, tetapi Sai menghentikan “tidak usah!”, Yinsa terlihat bingung, “kita sudah menangkap satu orang, orang ini tidak mati, aku tidak mengenai organ vitalnya, dia pasti berguna untuk diinterogasi” Sai memasukan kembali pedang hitamnya.
Ditempat lain, topeng merah dan topeng biru sedang beristirahat didalam gua. “Mereka tidak mengejar kita ya, lebih baik bawa kembali ramuan ini dulu, jika terlambat nanti dimarahi tuan” kata topeng biru yang masih terengah-engah, ia membuka topengnya, laki-laki bernama Kara, ia dijuluki tanpa bayangan. “Tetap saja aku kesal, mereka menangkap Sasa” gerutu topeng merah, ia membuka topengnya, laki-laki bernama Hibi, wajahnya penuh dengan bekas luka, ia dijuluki kaki setan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
Yuni Sri
semangat thor...
2020-07-25
0