Rion memarkirkan mobilnya di area parkiran kafe tempat ia berjanji dengan Calista, sementara gadis itu sudah menunggu di dalam setengah jam lamanya.
Rion menggeser pintu kaca kafe dan mencari keberadaan Calista di ruangan itu. Ia menghembuskan napas panjang begitu melihat gadis itu duduk membelakangi pintu masuk. Rion menghampiri.
"Calista," sapa Rion, membuat gadis itu spontan berdiri.
"Kau sudah datang?"Calista tersenyum namun sedetik kemudian senyum itu pudar melihat wajah datar Rion yang bahkan tidak menatapnya sama sekali. Rion menarik kursi untuknya dan duduk.
"Jadi kau sudah menemukan tempatnya?" Calista duduk, mengaduk jus alpukat yang ia pesan menemaninya saat menunggu Rion.
"Belum," jawab Rion singkat, mengeluarkan rokok dari bungkusnya dan menyelipkan di jemarinya.
"Area no smoking, Rion." Calista memperingatkan saat melihat Rion hampir menyalakan rokoknya. Rion menghela panjang, meletakkan rokoknya di atas meja.
"Kau tidak berusaha membantuku menyingkirkan itu?" tanya Rion menatap sinis Calista.
Calista terkekeh, "dasar brengsek! Aku bersedia mati dan menghancurkan tubuhku. Apa itu belum cukup?" Calista jengkel. Pria dihadapannya ini ternyata bukan orang baik seperti yang ada dalam pikirannya.
"Aku punya penawaran untukmu," ujar Rion, menghindari Calista yang menatapnya tajam.
"Katakan!"
"Kembalilah ke Shanghai dan lahirkan bayi itu, aku akan membiayai hidupmu selama kehamilan sampai persalinan, bagaimana?"
"Setelah bayi itu lahir?"
"Akan aku pikirkan selanjutnya."
Calista tergelak mengundang beberapa perhatian pengunjung kearahnya.
"Apa kau gila?" tanya Calista jengkel. Rion menggeleng.
"Aku rasa itu yang terbaik daripada kau menyingkirkanya," ujar Rion santai.
"Kau yang ingin menyingkirkannya, Rion. Bukan aku!" Calista mendengus kesal.
"Kau tidak dengar apa kataku tadi? Lahirkan!"
"Dengan satu syarat,"
"Apa?"
"Nikahi aku."
Rion tersenyum sinis, " apa kau gila?" Ia melempar tatapan mencemoh," aku ingin menyingkirkanmu jauh dari hidupku dan sekarang kau minta yang aneh-aneh." Rion berdecak.
"Untuk melahirkan anak ini aku butuh status Rion," Calista melembutkan hatinya, memohon lewat tatapannya berharap lelaki itu luluh.
"Aku tahu tapi, aku tidak bisa memberimu status itu, Calista." Rion tetap kukuh, ia mengatakan dengan nada datar. "Aku sudah berkeluarga." Tambahnya.
Calista tampak sedih, memperhatikan Rion yang mengabaikannya meski ada darahnya yang sudah membentuk janin dalam rahimnya.
"Aku penasaran Rion, bagaimana kalau ibumu tahu tentang kehamilan ini," ujar Calista menyeringai dengan sinis.
Rion menatapnya tajam dan penuh peringatan supaya Calista jangan berpikir sampai ke sana.
"Apa maksudmu?"
"Kau menolakku karena sangat mencintai istrimu, tapi bagaimana kalau ibumu tahu tentang bayi yang ingin kau singkirkan ini?" Calista menarik sudut bibirnya, bertanya dengan nada mengancam.
"Calista!" Tatap Rion tajam dengan nada mengecam.
Calista mendengkus, akhinya ia menemukan cara untuk melumpuhkan sikap kurang ajar pria di hadapannya ini.
Calista bangun dari duduknya dan, "aku beri saran, katakan sendiri pada ibumu atau aku yang akan mengatakannya." Katanya meninggalkan Rion termangu.
Sepertinya aku memang harus nekat Rion, bukan untukku tapi untuk bayi ini. Melahirkan di Shanghai? Hah! Kau ingin aku melahirkannya tanpa status darimu, sialan. Kau benar-benar brengsek rupanya.
"Calista!" Panggil Rion dengan nada keras menghentikan langkah Calista yang ingin memesan taksi online di luar kafe.
Rion menarik tangan Calista dan membawanya ke parkiran, menekan wanita hamil itu pada pintu mobil yang terparkir dengan rengkuhan lengannya yang kokoh. Calista ketakutan dengan tatapan waspada pada Rion yang menatapnya dengan tatapan nyalang. Bahkan pemilik mobil yang ada di dalam mobil itu merasakan bagaimana suramnya tatapan itu.
"Rion ...?" Jie Ranita, menggumam setelah terperanjat di buat kedua orang itu. Ia segera beralih ke pintu lain dan membukanya lalu keluar dari dalam mobil membuat Rion Emirat tercengang.
Shit! umpatnya dalam hati, mengalihkan tatapannya pada Calista yang memasang wajah bingung. Calista menyadari keterkejutan Rion yang baru saja memberinya tatapan penuh pengancaman, ia teramat penasaran siapa gerangan sosok yang berada di belakangnya hingga membuat air mukanya yang berapi-api seketika pucat.
"Pergilah!" gumam Rion dan langsung menghampiri Jie yang ada di sisi lain.
______________________________________________
Pesta glamor ala sosialita yang di hadiri Adara tidak membuatnya terhibur. Wanita itu berulang kali melirik waktu dalam ponselnya karena merasa bosan. Tamu yang hadir rata-rata seusia mertuanya dan bahkan selebritis yang di undangpun artis jaman muda mereka, hingga membuatnya mengantuk dan minta pulang dalam hati.
"Della tidak datang?" seseorang diantara mereka bertanya, mungkin baru menyadari ketidak hadiran salah satu teman mereka.
"Menantunya melahirkan, ini cucu ketiganya." sahut salah satu dari mereka.
"Oh ya ampun dia sangat beruntung," kekehan ringan terdengar dari mereka semua, entah kenapa Adara merasa sedih. Matanya melirik ke arah Hana yang turut tertawa.
"Sekarang bagaimana denganmu Hana? Bukankah pernikahan putramu sudah lama?" Hana terdiam, melihat wanita yang bertanya itu.
"Iya, mereka sudah lama menikah, tapi untuk jadi orang tua itukan sulit Anna. Mereka butuh mental yang kuat untuk itu." Adara menundukkan kepalanya.
"Jika di lihat dari usia pernikahan mereka sudah seharusnya mereka siap? Menantumu bukan lagi delapan belas tahun." Hana jengkel, wanita itu selalu membuatnya kesal.
Adara mengangkat kepalanya, menggenggam tangan Hana. Ia tidak ingin mertuanya itu ribut di pesta orang.
"Kau sangat perhatiaan, hingga mengingat usia pernikahan putra dan menantukku, Anna. Terima kasih, tidak lama lagi menantuku akan melahirkan cucu-cucu yang sehat untukku dan aku akan mengundangmu untuk merayakannya." ujar Hana dengan sikap tenang, berhasil merubah air muka Anna menjadi pucat.
Adara menampilkan senyum yang manis, meski demikian dadanya terasa sesak. Demi apapun ia menyesal mengekori mertuanya ke pesta yang membosankan ini.
______________________________________________
"Serius? Oh my ...dan gadis itu hamil?" Jie Ranita sahabat Adara tercengang mendengar cerita Rion mengenai Calista. Pria itu jujur menceritakannya.
"Begitulah," Rion menghisap rokoknya dalam dan melepaskan asapnya ke udara.
"Berapa bulan?" tanya Jie dari lewat jendela mobilnya memperhatikan Rion yang terlihat kacau.
"Jalan tiga bulan," jawab Rion mengingat ucapan Calista saat itu.
"Lalu apa yang akan terjadi?" Rion menghisap kembali rokok itu dan menginjak sisanya pada tanah.
"Entahlah, aku juga bingung, Jie. Sebenarnya kami dalam tahap membahas itu. Awalnya aku memintanya menggugurkannya dan dia setuju dengan satu syarat aku harus mendampinginya, kau tahu sendiri Aborsi dilarang kalau alasannya tidak jelas." Rion menjelaskan, mengeluarkan kembali rokok dari sakunya dan menyulutnya dengan korek gas.
"Ya ampun Rion, kenapa kau berubah jadi brengsek sih. Bayi itu anakmu! Apa kau tega menyingkirkannya? Ingat karma Rion istrimu sedang berjuang ingin hamil." ujar Jie menatap Rion jengkel dari jendela mobilnya.
"Iya aku tahu, itulah kenapa aku memintanya kembali ke Shanghai dan melahirkan disana. Dia malah minta nikahi." Kesal Rion mengusap wajahnya kasar.
Jie mengelengkan kepala, melihat sikap egois Rion. Sebagai perempuan tentu ia membela Calista. Bagaimanapun wanita itu benar meminta pertanggung jawaban Rion dengan cara menikahinya.
"Kelihatanya kau sangat marah padanya?" tanya Jie, mengingat bagaimana Rion memperlakukan Calista beberap saat lalu.
"Ia mengancam akan memberitahu mama, dia sangat licik," Rion berdecak, dua batang rokok habis terisap membuat bibirnya mengering.
"Jadi apa solusimu?" tanya Jie penasaran.
"Dia tidak mau melahirkan bayi itu kalau aku tidak menikahinya, mungkin kembali ke rencana awal."
"Jangan Rion, kau tidak boleh melakukan itu,"
"Lalu aku harus apa?"
"Mengakulah pada Dara,"
"Apa kau gila? Mengaku sama saja membunuhnya, Jie."
"Tidak ada cara lain selain itu,"
"Dara tidak akan pernah mengampuni aku kalau dia tahu masalah ini, karena itu aku minta sama kamu tolong jangan bilang apa-apa sama dia. Sampai aku mendapatkan jalan keluarnya, ya jie?" Rion berucap dengan nada memohon.
"Aku tidak bisa menjaminya, sahabatku itu Adara bukan kau!" kata Jie dengan nada kesal.
"Jie, aku dan Dara dalam proses bayi tabung. Kalau dia mengetahui ini dia tidak akan melanjutkannya dan aku tidak bisa menahannya disisiku. Kau mengerti kan?" Jie tampak berpikir lalu berdecak.
"Minggir aku akan pulang!" kata Jie, menutup jendela mobilnya.
"Jie aku percaya padamu!" kata Rion sebelum jendela mobil itu tertutup sepenuhnya. Rion melihat mobil Jie menghambur ke jalan raya. Pria itu mengusap kasar wajahnya.
______________________________________________
Rion memasuki garasi, mematikan mesin mobilnya, mengambil parfum dari laci dasbor mobil lalu menyemprotkannya ke seluruh tubuhnya. Mengeluarkan bungkus rokok dari saku celana dan menyembuyikannya dalam laci itu. Rion menghebuskan napas panjang dan mencium aroma rokok menyengat dari napasnya. Ia berdecak berpikir jangan sampai Adara tahu kalau ia merokok.
Rion menyalakan kembali mobilnya dan keluar menuju minimarket, membeli air dan permen untuk membasuh mulutnya. Ia kumur-kumur di samping mobilnya. Setelah merasa bau rokok itu hilang, Rion merobek bungkus permen beraroma mint dan menkuyah permen itu seraya mengemudikan mobil kembali.
Bersambung ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
🐊⃝⃟SUMI🐊⃝⃟🐊⃝⃟(HIATUS)
terlalu banyak kelakuan buruk Rion d blkng Dara
2021-06-01
0
🚴~IRENE~🎑
cut dl☺ ntar sambung😁
2020-11-30
0
Fryy Sweet
Siapa tahu bukan anak Rion
2020-11-22
1