Anisa mengikuti langkah Umi Kalsum yang memasuki sebuah rumah berlantai dua yang begitu megah didalam area pesantren. Anisa mengedarkan pandangannya sepanjang langkahnya dibelakang Umi, dan saat melewati ruangan yang mirip seperti perpustakaan ia menghentikan langkahnya saat melihat seorang laki-laki yang duduk dikursi yang berpasangan dengan meja, sedang membaca sebuah buku yang cukup tebal.
Anisa meyakini jika buku itu adalah buku hadist, namun bukan buku itu yang menjadi perhatian Anisa. Ia memperhatikan sosok laki-laki yang tampak fokus pada buku didepannya itu.
"Itu pasti salah satu anak Umi. Duh, tampan banget, tentunya juga pasti sholeh. Hum, andai saja laki-laki seperti dia yang datang melamarku, pasti aku tidak berada disini sekarang."
Anisa menggumam dalam hati sambil terus memperhatikan laki-laki itu. Seutas senyum terukir diwajahnya. Ia membayangkan sosok laki-laki impiannya seperti laki-laki yang dilihat nya saat ini.
Sementara laki-laki yang sedang fokus pada buku hadist nya itu tak menyadari jika sedang diperhatikan oleh calon istrinya.
Umi Kalsum yang tidak mendengar langkah Anisa, iapun menghentikan langkahnya kemudian berbalik melihat Anisa dibelakangnya. Umi tersenyum melihat Anisa yang nampak serius memperhatikan putranya yang sedang membaca buku.
"Umi jadi penasaran bagaimana reaksi kamu kalau tau laki-laki yang dijodohkan denganmu itu adalah laki-laki yang kamu lihat sekarang" gumam umi Kalsum, kemudian melangkah mendekati Anisa.
"Itu anak bungsu Umi, namanya Rahmat." ucap Umi Kalsum yang sontak membuat Anisa terkejut.
"Eh, U-mi." Anisa tergagap karena terkejut Umi Kalsum tiba-tiba ada disampingnya.
"Rahmat punya Kakak perempuan namanya Hanifah, sudah menikah dan sudah punya anak juga. Namanya Yusuf, usianya 5 tahun." sambungnya menjelaskan.
"Kalau menantu Umi namanya Indra. Hanifah sama Indra dulu menikah karena dijodohkan. Tapi alhamdulillah keduanya bisa saling menerima meski memiliki profesi yang berbeda, berkat beristikharah. Hanifah dulunya seorang Dosen disalah satu Universitas Islamic, dan Indra sendiri seorang Dokter." ucapnya lagi.
"Hanifah berhenti dari pekerjaannya setelah mengandung Yusuf, kemudian Indra memutuskan untuk tinggal disini agar Hanifah ada yang menemani ketika dia pergi bekerja. Selain itu, Indra juga ingin banyak belajar lagi tentang Agama, karena sebelumnya dia hanya banyak memperdalam ilmu kedokteran, tanpa mempelajari yang seharusnya dia pelajari sebagai umat Muslim."
"Kamu tahu?" Umi Kalsum menoleh sebentar menatap Anisa, kemudian kembali menatap putranya yang masih fokus pada buku hadist nya. "Sebelum menikah dengan Hanifah, Indra itu tidak bisa shalat dan mengaji." Anisa terperangah mendengar hal itu.
"Makanya orangtua Indra datang kepada kami, meminta Hanifah untuk menjadi Istrinya Indra sekaligus pembimbing untuk Indra." umi Kalsum terkekeh mengingat masa itu.
Saat itu Hanifah terkejut bukan main saat dilamar bukan hanya sekedar menjadi istri, namun juga sebagai guru pembimbing untuk suaminya. Yang mana umum nya seorang suamilah yang menjadi pembimbing untuk istrinya, namun justru sebaliknya untuk Hanifah.
Anisa mengulum senyum mendengar cerita umi Kalsum tentang anak sulungnya, Kakak perempuan dari laki-laki yang masih menjadi perhatiannya saat ini.
"Lalu bagaimana tanggapan Mbak Hanifah dan Mas Indra saat itu, Umi?" tanya Anisa penasaran.
"Yah awalnya Hanifah bimbang, bukan karena tidak mau dijodohkan. Tapi dia takut tidak bisa menjaga adabnya sebagai istri nanti nya, apa lagi dia diharuskan menjadi guru pembimbing untuk suaminya. Tapi alhamdulillah semuanya berjalan dengan baik berkat Istikharah. Begitupun dengan Indra yang akhirnya menerima Hanifah tanpa ada kata keterpaksaan." jawab umi Kalsum.
Anisa terenyuh mendengar jawaban umi Kalsum tentang Hanifah. Kenapa ia juga tidak melakukan hal demikian, dan malah kabur dari perjodohannya yang bahkan ia belum bertemu dengan laki-laki yang akan dijodohkan dengannya itu.
Namun semuanya sudah terlanjur. Ia sudah terlanjur pergi, terlanjur membuat orangtuanya kecewa, dan ia sudah terlanjur berada ditempat ini.
"Ayo, kita naik ke atas," ajak Umi Kalsum yang membuat Anisa kembali tersentak.
"Jam segini Hanifah pasti diatas sama Yusuf." ucapnya kemudian berbalik melangkah menuju tangga. Begitupun dengan Anisa yang melangkah mengikuti Umi Kalsum dari belakang.
Saat mencapai anak tangga, Umi Kalsum kembali mensejajarkan langkahnya dengan Anisa sambil menaiki satu persatu anak tangga itu.
"Nanti kalau ketemu sama Yusuf jangan terkejut ya, soalnya dia suka ngomong diluar nalar. Kita juga heran anak itu menurun dari siapa? Padahal Hanifah dan Indra itu orangnya kalem-kalem aja." ucap Umi yang membuat Anisa tersenyum simpul mendengar nya.
"Mungkin itu yang dibilang, min kali min hasilnya plus." ujar Anisa, dan Umi Kalsum terkekeh mendengarnya.
"Bisa aja kamu." Umi Kalsum tanpa sadar mengangkat sebelah tangannya mengusap pucuk kepala Anisa.
Setelah berada dilantai atas, umi Kalsum memanggil nama cucunya itu dengan sedikit berteriak. Dan tak lama kemudian entah dari mana asalnya seorang bocah tampan lari berhambur kedalam pelukan umi.
"Nenek sudah pulang," ujar bocah tampan itu kemudian mengalihkan tatapannya pada gadis disamping nenek nya.
"Nek, apa tante ini jodoh untuk Om Rahmat?" tanya Yusuf tanpa mengalihkan tatapannya dari Anisa.
Anisa terkejut mendengar pertanyaan bocah tampan itu, namun ia segera menghalaunya kemudian tersenyum pada Yusuf.
"Tuh, benar kan apa kata Umi, anak ini suka ceplas ceplos aja kalau ngomong, padahal usianya baru 5 tahun." Umi Kalsum dengan gemasnya mengacak-acak rambut cucunya itu.
"Oh ya, Umi kamu mana?" tanya umi Kalsum pada cucunya itu.
"Umi ada di balkon lagi ngobrol sama Kakek." jawab Yusuf kemudian menarik tangan nenek nya dan juga tangan Anisa membawa kedua wanita beda generasi itu menuju balkon.
"Ada Abi juga, kata Abi hari ini pasiennya gak banyak jadi Abi pulang cepat." sambungnya.
"Wah syukurlah kalau gitu, berarti semakin banyak orang-orang yang sudah sehat." ujar umi.
Dan kini mereka bertiga sudah sampai di balkon, dimana disana ada Abi Ridwan, Hanifah dan suaminya, Indra.
Yusuf langsung melepaskan tangannya dari umi Kalsum, namun tidak dengan tangan Anisa. Bocah tampan itu menggenggam erat tangan Anisa kemudian menariknya menuju dimana Hanifah sedang duduk.
"Umi, coba lihat Yusuf bawa siapa?" Hanifah mengerutkan keningnya, kemudian mengalihkan tatapannya pada Anisa. Ia tersenyum pada Anisa dan dibalas senyuman pula oleh gadis itu.
"Umi, tante ini pasti jodoh untuk Om Rahmat, iya kan Umi?" tanya Yusuf, namun semua yang ada sana terkekeh mendengarnya.
"Ini A... " umi Kalsum langsung menghentikan kalimatnya, hampir saja ia keceplosan menyebut nama Anisa, padahal sejak kedatangannga Anisa belum menyebutkan namanya.
"Oh ya, nama kamu siapa? Umi sampai lupa nanya." tanya umi Kalsum, ia terkekeh sendiri. Padahal ia sudah tau, begitupun dengan Hanifah dan Indra, tadi Abi Ridwan sudah menceritakannya pada mereka.
"Anisa, Umi." jawab Anisa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
andi hastutty
hahahahha jodoh sungguh luar biasa di tolak eh malah mendatangi sendiri hahahha
2023-02-25
1
circle
tak tahu lg mau bilang apa. Nisa oh Nisa, menolak jodoh tp malah mendatanginya. mungkin kalau di jodohkan kurang menantang ya, jadi Anisa pengen ditantang sama si Rahmat 😂😂
2022-09-04
1
Kim
mbak nya sih keburu kabur,,,,,jadi gk ketemu sama calon imam
2022-08-29
1