Pertemuan Pertama

Pagi-pagi sekali, Kalea sudah dibuat pusing karena Mama terus mengoceh tentang banyak hal. Mulai dari pakaian apa yang harus dia kenakan, sampai segala macam peringatan agar Kalea tidak melakukan yang aneh-aneh selama acara makan siang nanti. Mama jelas sudah paham kalau anaknya ini sedikit tidak waras dan terkadang suka melakukan hal-hal aneh yang bisa membuat orang lain menggeleng keheranan.

Pernah suatu waktu, Kalea tidak pulang ke rumah sehingga membuat Papa dan Mama kebingungan. Mereka bahkan sudah hampir lapor ke polisi karena berpikir Kalea mungkin diculik saat sedang dalam perjalanan pulang dari kampusnya. Tapi, tahu apa yang terjadi? Gadis itu pulang tepat tengah malam dengan seekor anak kucing tiga warna yang tubuhnya basah kuyup dan bau comberan. Ketika ditanya dari mana saja dirinya, anak itu menjawab santai kalau dia habis menguras energinya untuk membujuk anak kucing itu agar mau dibawa pulang.

Oke. Kalea akui dia memang kadang se-absurd itu, tapi Mama tidak perlu sampai mengoceh sepagi ini hanya untuk membuatnya tidak berulah, kan? Lagi pula, kenapa juga Kalea harus membuang-buang energi untuk berulah di depan orang yang tidak dia kenal? Untuk membuatnya illfeel dan menolak perjodohan ini? Oh, tentu tidak. Walaupun Kalea tidak menginginkan perjodohan ini, dia juga tidak ingin menjadi pihak yang ditolak. Dasar Kalea, masih sempat-sempatnya memikirkan soal harga diri!

"Nanti biar dianter sama Pak Amir aja, jangan nyetir sendiri," titah Mama sembari menempelkan sebuah dress warna hitam selutut ke badan Kalea. Entah itu sudah pakaian ke-berapa yang Mama coba cocokkan dengan tubuh Kalea. Dia bahkan tidak tahu dari mana Mama mendapatkan berbagai macam dress yang terlampau feminin itu. Karena tentu saja dress semacam itu bukanlah style-nya sama sekali.

"Aku dianter sama Karel," katanya.

"Ohhhh yaudah." Mama menganggukkan kepala paham. Tidak mau repot-repot membantah. Toh, perginya dengan Karel, bukan dengan orang lain.

"Mama ada nyiapin berapa baju, sih? Perasaan nggak habis-habis dari tadi." Kalea berdecak sebal. Kakinya sudah pegal karena Mama terus menyuruhnya untuk berdiri sejak tadi.

"Banyak. Belum ada yang cocok, nih. Nah, coba yang ini." Kali ini Mama menyodorkan sebuah dress biru laut yang panjangnya sedikit di bawah lutut. Sebuah dress berbahan satin, berlengan pendek dan polos tanpa aksen renda ataupun hiasan pinggang seperti dress lain yang Mama sodorkan sebelumnya.

Kalea meraih dress itu kemudian membawanya ke depan cermin besar di samping meja rias. Ia menempelkan dress itu di badan, kemudian menganggukkan kepala puas karena dirasa dress ini yang paling cocok dengan seleranya. Tapi tentu dia harus menunggu persetujuan Mama dulu. Maka, dia segera berbalik untuk meminta pendapat Mama.

Ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba, Mama juga menganggukkan kepala dengan senyum semringah. "Cocok."

"Oke. Kalea pakai ini. Sekarang Mama keluar," ujar Kalea sembari mendorong tubuh Mama keluar dari dalam kamarnya.

Sekarang baru jam setengah tujuh, masih ada beberapa jam sebelum makan siang, jadi Kalea berniat untuk melanjutkan tidurnya satu atau dua jam lagi.

Namun, setelah Mama keluar dari kamar, Kalea malah tak kunjung merealisasikan niatnya. Alih-alih kembali tidur, dia malah duduk di lantai dengan punggung yang bersandar di ranjang. Lagi-lagi merasa takut. Takut kalau mimpi sederhananya benar-benar tidak akan bisa terwujud kalau perjodohan ini ternyata memang berlanjut.

...****************...

"Makasih, Rel," ucap Kalea pada Karel yang baru saja membukakan pintu mobil untuknya. Pemuda itu hanya menanggapi dengan senyum manis madu. Jenis senyum akan mampu membuat lawan bicaranya terpesona bahkan pingsan di tempat saking manisnya.

"Nanti gue jemput jam berapa?" tanya Karel setelah Kalea keluar dari mobil dan menutup kembali pintunya.

"Nggak tahu. Nanti aku telepon kamu kalau udah selesai." Kalea menjawab sembari menunduk, merapikan dress biru laut di bawah lutut yang dia kenakan.

"Kale," panggil Karel pelan.

"Hm?" Kalea menolehkan kepala, hanya untuk menemukan Karel menatapnya dengan jenis tatapan yang sulit untuk diterjemahkan. 

"Kenapa?" tanya Kalea lagi saat Karel tak kunjung mengatakan sesuatu. 

"Kalau memang nggak suka, jangan dipaksa, ya?" 

Kalea merasakan jantungnya berhenti berdetak untuk beberapa saat. Masalahnya bukan pada apa yang barusan Karel katakan. Melainkan nada bicara Karel yang terasa asing di telinganya. 

Sebagai informasi saja, Karel itu tipikal orang yang doyan bicara dan suaranya sangat berisik. Kalau ada penghargaan untuk kategori manusia paling berisik, Karel mungkin sudah menyimpan banyak piala dalam lemari di rumahnya. Jadi bukan hal aneh kalau Kalea merasa tidak terbiasa dengan nada suara lembut yang barusan dia dengar.

"Rel, kamu sakit?" alih-alih menjawab, Kalea malah menempelkan punggung tangannya di kening lelaki itu. Kemudian keningnya berkerut saat mendapati suhu tubuh Karel normal-normal saja. Tidak demam. 

"Gue serius!" Karel berdecak, menepis tangan Kalea dari keningnya. Matanya melotot galak. 

"Ya abis omongan kamu aneh. Bukan, bukan. Bukan omongannya sih yang aneh, tapi nada suaranya." Celoteh Kalea.

"Aneh gimana, sih?" 

"Ya aneh. Kamu kan biasanya berisik banget, suka teriak-teriak. Terus tadi tiba-tiba ngomongnya pelan, lirih, mana ekspresi mukanya juga nggak banget lagi." Cibir Kalea yang sontak membuat Karel mencebik.

"Gue lagi berusaha jadi Abang yang baik buat lo, dodol!"

"Aw!!!" Kalea memekik saat Karel dengan semena-mena menyentil dahinya. 

"Pokoknya, jangan paksain apapun. Inget kata-kata gue semalem, anggep aja lo kesini buat ketemu sama temen online lo, kalau nggak cocok tinggalin, nggak perlu ketemu lagi." Kata Karel, kali ini dengan nada suara yang normal. Khas Karel yang Kalea tahu. 

"Iya, iya. Tapi ini jidat aku jadi sakit!" Kalea balik mengomel, dahinya terasa panas dan kepalanya jadi agak pening akibat ulah sembarangan Karel. Entah sekeras apa lelaki ini menyentil dahinya hingga efeknya bisa separah ini.

"Lebay! Merah juga enggak itu jidat. Udah sana buruan masuk, jangan bikin orang nunggu!" 

Kalea pasrah saja saat tubuhnya dibalikkan dan punggungnya didorong oleh Karel. Lelaki itu mendorongnya benar-benar sampai di depan pintu. Kalau saja dari dalam tidak ada seorang pelayan yang stand by untuk membukakan pintu, Karel pasti yang akan melakukannya dan lelaki itu akan menyeret Kalea hingga duduk di meja yang sudah dipesan oleh Papa. 

"Kalau manusia yang lo temuin nanti macem-macem sama lo, langsung cabut. Telepon gue saat itu juga biar langsung gue jemput." Kata Karel untuk terakhir kalinya sebelum berbalik pergi. 

Kalea hanya bisa diam memandangi punggung Karel yang menjauh sampai akhirnya lelaki itu masuk ke dalam mobil dan mobil yang dikendarai menjauh dari pandangan. Kalea masih berdiri di depan pintu dengan pelayan yang menahan pintu agar tidak tertutup sampai mobil Karel benar-benar sudah tidak terlihat lagi. 

Kemudian Kalea melangkah kakinya masuk ke dalam restoran, tersenyum sekilas pada pelayan laki-laki yang membukakan pintu. Lalu dia disambut oleh seorang pelayan lain-kali ini perempuan-yang mengkonfirmasi namanya dengan nada suara yang ramah. Setelah memastikan bahwa Kalea memanglah seseorang yang datang setelah melakukan reservasi, pelayan perempuan itu segera menuntun Kalea menuju meja yang dipesan.

Dari kejauhan, Kalea sudah bisa melihat seorang laki-laki yang duduk membelakanginya. Punggungnya tegap dan terlihat seksi dibalut jas warna hitam. Rambut hitamnya tertata rapi. Postur tubuhnya tampak bagus bahkan hanya dilihat dari belakang saja. Seiring langkahnya yang semakin dekat dengan laki-laki itu, Kalea mulai bertaruh dengan dirinya sendiri. Katanya, kalau wajah laki-laki ini sama tampannya dengan Lee Jeno NCT, dia akan mempertimbangkan untuk menerima perjodohan ini tanpa banyak komentar (Karena dia pikir itu adalah sesuatu yang mustahil). Kalea sudah yakin akan menang dalam pertaruhan yang dia buat sendiri, sampai saat pelayan mempersilahkannya duduk dan pamit undur diri, Kalea merasa separuh nyawanya ditarik pergi dan tenggorokannya terasa kering seolah sudah tidak minum selama berhari-hari. 

Saat mata mereka bertemu, Kalea merasa tubuhnya membeku. Aliran oksigen ke paru-paru seolah tersumbat hingga membuatnya kesulitan bernapas. Kepalanya mendadak terasa berat. Gila! Kalea pasti sudah gila! Mungkin ini efek karena terus menyebut nama Lee Jeno di dalam kepalanya sejak beberapa hari ke belakang. Makanya Kalea jadi melihat laki-laki di hadapannya ini seolah berwajah tampan seperti penyanyi idola itu.

"Halo?"

Kalea tersentak saat merasakan wajahnya diterpa angin. Saat sadar dari lamunannya dan kewarasannya berhasil dikembalikan, dia mendapati laki-laki di depannya menatapnya keheranan.

"Ah, maaf." Kalea tersenyum kikuk sebelum mendudukkan dirinya di hadapan lelaki itu. 

"Saya Gavin." Yang laki-laki berucap pelan sembari mengulurkan tangan kepada Kalea yang masih bersusah payah mengatur degup jantungnya yang menggila.

"Kalea." 

Keduanya berjabat tangan singkat. Kemudian sebelum percakapan berlanjut kemana-mana, dua orang pelayan datang membawakan makanan dan minuman.

"Thanks to your Papa karena udah menyiapkan semua ini dengan baik." Kata Gavin, tersenyum manis kepada Kalea setelah makanan tersaji di hadapan mereka dan pelayan tadi sudah pergi.

"Saya nggak tahu Papa punya waktu untuk menyiapkan semua ini." Kata Kalea. Dia tidak sedang merendah untuk meroket. Tapi ia benar-benar tidak menyangka Papa seniat ini untuk mengatur pertemuannya dengan laki-laki yang--mirip Jeno NCT ini.

"Untuk putri semata wayangnya, saya rasa hal seperti ini bukan sesuatu yang berlebihan." Kata Gavin, tatapannya masih tak beralih dari wajah ayu Kalea. Diam-diam mulai memindai satu persatu fitur yang ada di wajah gadis itu. Mulai dari alis tipisnya yang rapih, bulu mata lentik yang membingkai kelopak mata ganda dengan iris cokelat terang, hidung kecilnya yang bangir, sampai ke bibir tipisnya yang tampak cocok dipulas dengan lipstik warna pink. Rambut cokelatnya yang sepanjang punggung dan ikal di bagian ujung dibiarkan tergerai. Tidak ada aksesoris lain yang turut meramaikan penampilan gadis itu, hanya sepasang anting yang tersemat di telinga yang kini tampak sedikit memerah--entah karena apa. 

Sementara itu, Kalea juga melakukan hal yang sama. Dia juga mulai memindai wajah Gavin. Hanya saja, tidak terlalu bisa berkonsentrasi sebab saat ini dia justru merasa sedang berhadapan dengan Jeno NCT--saking miripnya. Alis tebal, hidung tinggi, mata kelam juga bibir tebal alami milik Gavin benar-benar membuat Kalea teringat pada berondong kesayangannya itu.

"Silakan dimakan." Kata Gavin, menyodorkan sepiring steik daging sapi yang sudah dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil ke hadapan Kalea, menggantikan piring berisi steak yang masih utuh.

Kalea tentu tersentuh dengan perlakuan Gavin. Act of Service. Tipenya sekali. Ah, tidak boleh begini. Siapa yang sejak kemarin merengek pada Karel karena ogah menerima perjodohan ini? Kenapa sekarang dia tersentuh hanya karena perlakuan manis laki-laki ini? Kalea benar-benar tidak habis pikir dengan dirinya sendiri. Labil!

Menit-menit selanjutnya dihabiskan dengan keduanya yang diam menikmati makanan masing-masing. Sesekali melemparkan pujian untuk koki yang sudah berhasil menyajikan makanan dengan cita rasa yang pas di lidah keduanya. 

Setelah menyantap habis makanan di piring dan meneguk air untuk melegakan tenggorokan, keduanya terdiam selama beberapa saat. Kalea sibuk mengalihkan pandangan ke segala arah karena tidak tahan melihat Gavin terus memandang ke arahnya. Kalea salah tingkah. Iya, benar. Kalea yang tidak pernah tertarik pada laki-laki manapun termasuk beberapa aktor dan model di perusahaannya itu salah tingkah karena seorang Mahesa Gavin Cakraditya.

"Saya nggak menarik, ya?" tanya Gavin tiba-tiba, membuat Kalea refleks menolehkan kepala.

"Eh... Enggak, bukan gitu." Kalea gelagapan, tapi Gavin malah terkekeh melihat respon Kalea yang demikian. 

"Sumpah, bukan gitu."

"Terus?" 

"Kita pulang aja, yuk?." 

Gavin praktis tergelak atas ucapan Kalea yang tiba-tiba. Tanpa dijelaskan pun, dia tahu gadis itu sedang salah tingkah sekarang. Terbukti dari tatapan matanya yang berlarian ke sana ke mari juga belah pipinya yang semerah tomat matang. 

"Kamu lucu kalau lagi salah tingkah." Kata Gavin setelah luas menertawakan betapa lucu ekspresi wajah Kalea.

"Saya nggak salah tingkah!" Kilah Kalea, malu karena tertangkap basah.

"Kamu iya."

"Saya enggak!"

"Iya."

"Enggak!"

Gavin terdiam. Bisa saja terus menimpali ucapan Kalea dan membiarkan perdebatan tidak jelas ini berlanjut sampai nanti. Tapi dia ingat ada hal yang lebih penting untuk dilakukan. Maka tanpa berniat menperpanjang perdebatan mereka, Gavin bangkit berdiri.

"Iya, kamu nggak salah tingkah." Katanya. "Ayo, saya antar pulang." Lanjutnya sembari mengulurkan tangan.

Kalea terdiam selama beberapa saat memandangi uluran tangan Gavin. Tidak menyangka lelaki itu akan mengalah padanya. Karena kalau itu Karel, perdebatan tidak penting tadi pasti akan berlangsung selama seharian penuh, tanpa henti. 

"Kalea?"

"Saya bisa pulang sendiri. Teman saya yang tadi antar bakal jemput saya lagi." Kata Kalea. Tapi Gavin malah menggelengkan kepala.

"Membiarkan kamu datang ke sini sendiri aja udah salah banget, Kalea. Sebagai laki-laki, udah jadi keharusan bagi saya untuk memastikan kamu sampai di rumah dengan selamat, betul?"

Telak. Kalea tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dengan tangan yang sedikit bergetar karena efek detak jantungnya yang kembali menggila, Kalea meraih uluran tangan Gavin. 

Keduanya berjalan beriringan keluar dari cafe. Gavin dengan cepat membukakan pintu untuk Kalea, meletakkan tangan di atas kepala Kalea untuk memastikan kepala gadis itu tidak terkantuk pintu. Setelah memastikan Kalea duduk dengan aman dan nyaman, Gavin berjalan ke sisi mobil yang lain dan segera memosisikan diri di balik kemudi. 

Di sepanjang perjalanan, sejak Gavin menginjak pedal gas hingga mobil yang mereka tumpangi telah berbaur dengan kendaraan lain, Kalea hanya bisa terdiam. Sesekali curi pandang pada Gavin yang tampak fokus pada jalanan di depan. Beruntung jalanan tidak sedang macet sehingga Kalea tidak perlu mendengar suara bising klakson yang bersahut-sahutan.

Karena mungkin tidak ingin membiarkan hening menguasai, Kalea melihat Gavin menyalakan radio. Dalam sekejap alunan musik mulai memenuhi seisi mobil yang semula senyap. Sebuah lagu dari band yang tak Kalea kenal mengudara. Musiknya terdengar asing, tapi liriknya terasa begitu dekat karena sedikit banyak menggambarkan suasana yang Kalea rasakan saat ini. Bagaimana jantungnya berdebar tiap kali matanya bersirobok dengan Gavin saat tertangkap basah sedang curi-curi pandang, napasnya yang kadang tiba-tiba berhenti karena tidak sanggup menangani aroma maskulin dari tubuh Gavin yang menabrak indra penciumannya, juga bagaimana tubuhnya terasa kaku hanya dengan senyum tipis yang tersungging di bibir tebal lelaki ini.

Dua puluh menit terlewati begitu saja. Saat sadar, mobil yang mereka tumpangi sudah berhenti di depan gerbang rumah Kalea. 

"Udah sampai." 

Kalea menoleh, hanya untuk mendapati Gavin sedang tersenyum padanya. Jantung Kalea seperti akan jatuh bergedebuk di tanah sewaktu Gavin tiba-tiba bergerak mendekat. Semakin dekat hingga Kalea bisa membaui aroma parfum lelaki itu dengan semakin jelas. Bahkan wajah Kalea terasa panas karena napas Gavin berembus mengenai wajahnya. Sedekat itu jarak mereka sekarang.

Normalnya, Kalea akan menampar pipi lelaki di hadapannya ini, atau bahkan menendang selangkangannya karena sudah bersikap kurang ajar kepada dirinya. Tapi entah kenapa, Kalea tidak bisa berbuat apa-apa. Dia menahan napas saat tangan Gavin terulur, lalu entah mengapa dia memejamkan mata.

Satu detik.

Dua detik.

Tiga detik.

Hingga detik ke delapan, tidak ada yang terjadi. Kalea tidak merasakan apa-apa di wajahnya. Bahkan embusan napas hangat Gavin pun sudah tidak terasa. Karena penasaran, Kalea mengintip, dan seketika itu juga dia menyumpahi dirinya sendiri yang sudah berpikir yang tidak-tidak kepada Gavin saat nyatanya laki-laki itu hanya membantunya melepaskan seatbelt. 

"Kamu emang hobi melamun, ya?" tanya Gavin tiba-tiba.

Kalea sontak sadar dari lamunannya. Susah payah mengumpulkan kembali kewarasannya hanya untuk merasa malu karena lagi-lagi Gavin memergokinya sedang melamun.

Lagi-lagi Gavin terkekeh. Lelaki itu kemudian turun dari mobil, berjalan ke sisi satunya untuk membukakan pintu mobil.

Pintu sudah terbuka, tapi Kalea malah diam saja, memandangi Gavin yang berdiri menjulang di samping badan mobil, menahan pintu untuknya.

"Halo?" Gavin melongokkan kepala tiba-tiba, membuat Kalea yang hendak menurunkan satu kakinya dari mobil buru-buru mengurungkan niatnya.

"Kamu nggak mau turun?" 

"Ini mau turun. Kamunya awas dulu coba, saya nggak bisa lewat kalau kamu berdiri di situ."

"Oh, I see. Maaf, ya." Gavin menggeser tubuhnya, memberikan ruang untuk Kalea.

"Makasih ya--Gavin?" Ucap Kalea setelah keluar dari mobil.

"My pleasure."

"Eung... ya udah, saya masuk, ya?" Pamit Kalea, sudah memutar tubuh hendak melangkah menuju gerbang rumahnya di mana Pak Dadang sudah siap untuk membukakan pintu.

Namun pergerakannya terhenti saat Gavin mencekal pergelangan tangannya.

"Kenapa?" Tanya Kalea bingung.

"Nomor hp. Kamu belum kasih saya nomor hp kamu."

"Ah... Untuk?"

"Berkomunikasi. This is not our first and last, is it?" 

This is not our first and last, is it? Kalea mengulangi pertanyaan itu di dalam kepalanya. Mencoba mencerna sendiri maksud dari kalimat itu. Bukan yang pertama dan terakhir, apa itu artnya Gavin ingin ada pertemuan ke-dua, ke-tiga dan seterusnya? 

"Halo? Kalea?" Gavin kembali terkekeh. 

"Saya cuma..."

"Cuma?"

"Cuma nggak tahu kalau kamu berniat untuk ketemu saya lagi." Kalea meringis setelah mengatakannya. Bukankah dia terdengar menyedihkan? Seolah dia sedang putus asa karena tahu dialah satu-satunya yang ingin pertemuan ini terulang kembali.

Tapi keresahannya seketika menguap saat tawa renyah Gavin mengudara. Lelaki itu melepas tangannya. "Kenapa juga saya nggak mau ketemu kamu lagi? Kamu menyenangkan."

Sumpah demi seluruh koleksi album KPop miliknya, Kalea ingin menenggelamkan diri ke Samudra Pasifik sekarang juga. Seumur hidup, dia tidak pernah menerima pujian semacam ini. Apa yang dia dengar dari orang-orang tentang dirinya hanya sebatas bahwa dia cantik, bahwa otaknya cemerlang dan fakta bahwa dia adalah putri semata wayang dari seorang pengusaha sukses yang asetnya bertebaran di mana-mana. Kalea tidak pernah mendengar seseorang menyebutnya menyenangkan. Karena kalau boleh jujur, Kalea merasa dia memang tidak menyenangkan sama sekali. Sejak di bangku sekolah menengah pertama, dia sudah dikenal sebagai anak yang jutek dan galak. Tak banyak orang yang mau berteman dengannya karena dia lebih sering marah-marah dan jarang sekali bersikap ramah. Satu-satunya yang masih mau berteman dengan Kalea cuma Karel. Itu pun karena bocah itu kebetulan merupakan tetangga baru di samping rumah Kalea saat itu dan kebetulan juga otaknya agak tidak waras. Jadilah mereka klop hingga sekarang.

Mendengar dirinya disebut menyenangkan rupanya membuat koloni kupu-kupu yang ada di dalam perutnya terbangun dari tidur panjang. Makhluk itu bergerak, berterbangan ke sana kemari hingga menimbulkan sensasi menggelitik yang asing. Membuatnya kehilangan kemampuan mengolah kata sehingga saat Gavin menyodorkan ponsel ke hadapannya, Kalea hanya bisa bengong bagai orang paling tolol sedunia.

"May I have your number, Kalea Dimitria?"

Cukup. Bahkan cara lelaki itu menyebut nama lengkapnya semakin membuat Kalea kehilangan kendali. Si Mahesa Gavin ini benar-benar membuat Kalea kalang kabut.

Terpopuler

Comments

Senajudifa

Senajudifa

kutukan cinta dn mr playboy mampir sdh kumasukan dlm favoritku thor semangat berkarya ya

2022-10-25

1

Dewi Payang

Dewi Payang

wow ao sweet😍
klo aku tu langsung jatuh cinta sama si Galvin😁

2022-10-25

1

harie insani putra

harie insani putra

it's time for fun....horay

2022-10-20

2

lihat semua
Episodes
1 Agenda Perjodohan
2 Teman Baik
3 Pertemuan Pertama
4 Drama Dua Sahabat
5 Namanya Gavin
6 Langkah pertama
7 Pagi Bersama Gavin
8 Teh dan Kopi
9 Blue Hydrangea
10 Saturday Night
11 Selalu Ada
12 Sad Night
13 The Day After The Sad Night
14 Berjarak
15 Berjarak 2
16 Seseorang yang Dia Pedulikan
17 Menuju Perdamaian
18 Pertemuan Keluarga
19 Menginap
20 Restu Dari Karel
21 Just The Way You Are
22 About Her
23 Ragu
24 Wedding Dress
25 Encounter
26 Kenapa?
27 Yours
28 Berikan Dia Sebuah Pelukan
29 Bukan Keluarga Cakraditya
30 Sebuah Fakta
31 Grocery Shopping
32 Taruna Wijaya
33 Stay
34 The Power of Kalea Dimitria
35 Abang
36 Firasat
37 Peringatan
38 Sedikit Tentang Masa Lalu
39 Menanti Kabar
40 Tidur Bertiga
41 Teman Masa Kecil
42 Dua Ponsel
43 Don't Say You're Not Important To Me
44 Promise You
45 Mood Swing
46 Sebuah Perbedaan
47 Wedding Day
48 Tamu Tak Terduga
49 Malam Pertama
50 Heartbreak
51 Unstopabble
52 Day One
53 Wedding Gift
54 Mati Listrik
55 Bleeding
56 Another Priority
57 Talking About : December
58 Gerbang Menuju Masalah Baru
59 Whenever It Hurts You, Please Let Me Know
60 Nothing Happened That Night
61 What If
62 For The First Time in Forever
63 Jealousy
64 Her Beloved Boyfriends
65 First Kiss
66 Sudden Attack
67 Obrolan Rahasia
68 Sebuah Upaya
69 Bertemu Teman
70 Dia Tidak Suka Diabaikan
71 Draft
72 We All Cry Differently
73 Menguji
74 Everything But Irina
75 Protect You
76 Berkunjung
77 Masih Harus Jaga Jarak!
78 Ditinggal Sendiri
79 Enemy
80 Tahu Jalan Pulang?
81 Cerita Tentang Rumah yang Berbeda
82 Alasan Mereka Bertahan Hidup
83 Dangerous
84 Bring The Heaven To You
85 Hide And Seek
86 Terrors
87 Breakfast
88 Mengungsi
89 Inseparable
90 Satu Sisi yang Lain
91 As Long As He Loves Me
92 Doa Karel Untuk Kalea
93 What's The Problem?
94 Rencana Baru
95 Perdebatan Lain
96 Kalea Demam
97 Dirawat
98 Kunjungan
99 Dimarahi
100 Mau Mandi
101 Renggang
102 The Guardians
103 Siapa?
104 Special Guest
105 Kejutan
106 Pilihan
107 Tell Me Your Problem, I'll Chase Them Away
108 Gavin The Problem
109 Menolak Sadar
110 Rencana
111 Yang Akan Datang
112 Pulang
113 Can I Go A Little Rough?
114 Dokumen Penting
115 Amaris Cafe
116 Dia Kenapa?
117 What's In The Folder
118 Terpisah
119 Why Don't We Just Get Divorce?
120 Yes or NO?
121 Hari Pertama
122 Jagung Bakar
123 Mual
124 Morning Sickness
125 Atraksi
126 He Didn't Come
127 There's Something in Your Tummy
128 Diperpanjang
129 If Tonight is My Last Day
130 Ayah Karel
131 Amaris Cafe : Bagian Ke-dua
132 Next Storm
133 Mencari Kebenaran
134 Accident
135 Kabar Buruk
136 Bangun, Abang
137 I'll Be Waiting For You
138 Ayo Kita Mulai Kembali
139 BONUS CHAPTER : Gavin Ngidam
140 Eliana Dimitria
Episodes

Updated 140 Episodes

1
Agenda Perjodohan
2
Teman Baik
3
Pertemuan Pertama
4
Drama Dua Sahabat
5
Namanya Gavin
6
Langkah pertama
7
Pagi Bersama Gavin
8
Teh dan Kopi
9
Blue Hydrangea
10
Saturday Night
11
Selalu Ada
12
Sad Night
13
The Day After The Sad Night
14
Berjarak
15
Berjarak 2
16
Seseorang yang Dia Pedulikan
17
Menuju Perdamaian
18
Pertemuan Keluarga
19
Menginap
20
Restu Dari Karel
21
Just The Way You Are
22
About Her
23
Ragu
24
Wedding Dress
25
Encounter
26
Kenapa?
27
Yours
28
Berikan Dia Sebuah Pelukan
29
Bukan Keluarga Cakraditya
30
Sebuah Fakta
31
Grocery Shopping
32
Taruna Wijaya
33
Stay
34
The Power of Kalea Dimitria
35
Abang
36
Firasat
37
Peringatan
38
Sedikit Tentang Masa Lalu
39
Menanti Kabar
40
Tidur Bertiga
41
Teman Masa Kecil
42
Dua Ponsel
43
Don't Say You're Not Important To Me
44
Promise You
45
Mood Swing
46
Sebuah Perbedaan
47
Wedding Day
48
Tamu Tak Terduga
49
Malam Pertama
50
Heartbreak
51
Unstopabble
52
Day One
53
Wedding Gift
54
Mati Listrik
55
Bleeding
56
Another Priority
57
Talking About : December
58
Gerbang Menuju Masalah Baru
59
Whenever It Hurts You, Please Let Me Know
60
Nothing Happened That Night
61
What If
62
For The First Time in Forever
63
Jealousy
64
Her Beloved Boyfriends
65
First Kiss
66
Sudden Attack
67
Obrolan Rahasia
68
Sebuah Upaya
69
Bertemu Teman
70
Dia Tidak Suka Diabaikan
71
Draft
72
We All Cry Differently
73
Menguji
74
Everything But Irina
75
Protect You
76
Berkunjung
77
Masih Harus Jaga Jarak!
78
Ditinggal Sendiri
79
Enemy
80
Tahu Jalan Pulang?
81
Cerita Tentang Rumah yang Berbeda
82
Alasan Mereka Bertahan Hidup
83
Dangerous
84
Bring The Heaven To You
85
Hide And Seek
86
Terrors
87
Breakfast
88
Mengungsi
89
Inseparable
90
Satu Sisi yang Lain
91
As Long As He Loves Me
92
Doa Karel Untuk Kalea
93
What's The Problem?
94
Rencana Baru
95
Perdebatan Lain
96
Kalea Demam
97
Dirawat
98
Kunjungan
99
Dimarahi
100
Mau Mandi
101
Renggang
102
The Guardians
103
Siapa?
104
Special Guest
105
Kejutan
106
Pilihan
107
Tell Me Your Problem, I'll Chase Them Away
108
Gavin The Problem
109
Menolak Sadar
110
Rencana
111
Yang Akan Datang
112
Pulang
113
Can I Go A Little Rough?
114
Dokumen Penting
115
Amaris Cafe
116
Dia Kenapa?
117
What's In The Folder
118
Terpisah
119
Why Don't We Just Get Divorce?
120
Yes or NO?
121
Hari Pertama
122
Jagung Bakar
123
Mual
124
Morning Sickness
125
Atraksi
126
He Didn't Come
127
There's Something in Your Tummy
128
Diperpanjang
129
If Tonight is My Last Day
130
Ayah Karel
131
Amaris Cafe : Bagian Ke-dua
132
Next Storm
133
Mencari Kebenaran
134
Accident
135
Kabar Buruk
136
Bangun, Abang
137
I'll Be Waiting For You
138
Ayo Kita Mulai Kembali
139
BONUS CHAPTER : Gavin Ngidam
140
Eliana Dimitria

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!