Teman Baik

Kalea punya teman baik, namanya Karel. Ayahnya seorang dokter bedah top dan ibunya merupakan mantan presenter olahraga. Umurnya hanya satu tahun lebih tua, tetapi anak itu mampu bersikap selayaknya seorang kakak bagi Kalea. Walaupun terkadang mereka akan menghabiskan waktu untuk berdebat tentang hal-hal tak penting, keduanya tetap saling menyayangi layaknya saudara kandung. Otak Karel yang kadang tidak waras nyatanya tidak menjadi masalah bagi Kalea, karena kalau boleh jujur, otak Kalea juga kadang sama tidak warasnya. Karel yang tengil dan Kalea yang emosian adalah perpaduan yang pas—meskipun orang-orang lebih sering mengeluhkan sakit telinga saat keduanya sedang bersama. 

Biasanya, kalau suasana hatinya sedang buruk dan ada banyak kekhawatiran yang tidak bisa diungkapkan kepada siapa pun, Kalea akan mendatangi Karel. Kepada lelaki itu Kalea akan menceritakan semuanya. Hampir tidak ada rahasia yang Kalea simpan dari Karel. Bocah tengil itu bahkan menjadi orang pertama yang tahu saat Kalea pertama kali datang bulan di bangku kelas dua SMP. Waktu itu, sepulang sekolah, Karel dan Kalea menghabiskan waktu untuk bermain video game bersama di rumah Karel. Ibun dan Mama sedang pergi arisan sedangkan Ayah dan Papa tentu saja sibuk bekerja sehingga dua bocah itu hanya sendirian di rumah. Ada seorang asisten rumah tangga, tapi wanita paruh baya itu sedang pergi ke supermarket untuk membeli beberapa keperluan rumah tangga yang habis. 

Setelah menghabiskan waktu bermain beberapa game, Kalea berniat untuk istirahat sebentar. Dia bangkit dari duduknya dan hendak pergi ke dapur untuk mengambil air minum. Namun, saat bangkit, Kalea dibuat terkejut dengan teriakan Karel yang menggema memenuhi ruang tengah. Bocah itu berteriak histeris sembari menunjuk bokong Kalea. Katanya, "Kale, kamu kenapa? Bokong kamu berdarah!" yang membuat Kalea panik bukan main. Dia pikir bokongnya terluka karena tak sengaja menabrak sesuatu. Tapi anehnya Kalea sama sekali tidak merasakan sakit di bokongnya.

"Ih, Karel...ini gimana? Aku kenapa?" Kalea remaja yang masih polos tampak menahan tangis. Mengintip rok seragamnya yang sudah terkena noda darah lumayan banyak.

"Karel juga nggak tahu. Hikss... Kalea kenapa?" bukannya menenangkan, Karel remaja malah menangis duluan. Bocah itu terisak-isak seperti dialah yang baru saja terluka. 

Karena sama-sama masih polos dan tidak tahu apa itu datang bulan, mereka akhirnya menangis berdua di ruang tengah. Meraung-raung bagai dua anak yang ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya. Mereka berpelukan. Menangis sesenggukan sampai akhirnya Ibun datang dengan raut wajah syok mendapati anak dan anak tetangganya menangis terisak bersama. 

Sore itu kacau sekali. Mama harus menjelaskan kepada Kalea berkali-kali untuk membuat anak itu mengerti tentang apa itu datang bulan dan apa yang harus dilakukan saat hal itu datang menghampiri. Ibun juga tak kalah repot. Perempuan itu harus bekerja ekstra untuk menenangkan Karel yang masih terus menangis. Bocah itu terus berkata bahwa dia takut kalau Kalea terluka parah dan bisa saja mati. Karel tidak mau kehilangan teman, katanya. Drama sekali. 

Kalea terkekeh saat ingatan konyol itu mampir di kepalanya. Membuat Karel yang sedang sibuk dengan espresso maker sontak menolehkan kepala dengan tatapan heran.

"Idih, ketawa sendiri. Kesambet lo?" Karel berjalan menghampiri Kalea yang duduk di salah satu meja dekat counter sembari membawa es americano di tangan. Siang ini cafe tampak lengang, hanya ada beberapa pengunjung yang lebih memilih meja di pojok untuk menikmati kopi dan dessert yang dipesan.

Tadi, setelah puas merenung di studionya tanpa melakukan apa-apa pada kanvas kosong yang rencananya akan dilukis, Kalea berlarian menuju rumah Karel. Ini hari Jumat, jadi Kalea pikir Karel sedang bermain game di kamarnya karena biasanya lelaki itu hanya akan datang ke cafe saat hari Selasa dan Kamis. Namun, sesampainya di sana, Kalea malah hanya bertemu dengan Mpok Nuriah, asisten rumah tangga yang cerewetnya sebelas duabelas dengan Karel. Kata Mpok Nuriah, Karel pergi ke cafe untuk menggantikan salah seorang karyawan yang izin sakit. Tanpa pikir panjang, Kalea langsung saja menyetir mobilnya menuju cafe ini—mengabaikan teriakan Mama yang berulang kali menyuruhnya makan siang (mengingat Kalea tak menyentuh sarapannya sama sekali).

"Lo kenapa? Mama maksa lo buat pergi ke gym lagi?" tanya Karel yang kini sudah duduk di seberang Kalea, menyedot es americano buatannya kemudian tersenyum jemawa setelah cairan pekat itu berhasil lolos dari tenggorokannya. Merasa bangga pada hasil karyanya sendiri.

"Lebih parah dari itu." 

"What do you mean? Lebih parah dari maksa lo pergi ke gym? Emang ada ya yang lebih parah dari maksa seseorang berjiwa mager kayak lo buat olahraga?"

"Ada!" Kalea menggebrak meja, membuat Karel hampir menyemburkan es americano yang baru ia sedot. 

"Bisa biasa aja nggak sih? Gue kaget anjir." Karel mencak-mencak. Untung saja dia tidak tersedak. Kan, tidak lucu kalau sampai tersedak es americano buatannya sendiri.

"Apa, sih? Kenapa? Mama nyuruh lo ngapain?" Karel meletakkan es americanonya di atas meja. Punggungnya ditegakkan dengan tangan yang menyilang di depan dada, sudah siap untuk mendengarkan keluhan Kalea. 

"Aku mau dijodohin."

"Oh...dijodohin. Cuma —eh anjir!!! Dijodohin?!"

"Biasa aja dong ngomongnya! Kamu mau pelanggan pada kabur gara-gara owner cafenya berisik kayak kamu?" Kalea mendelik. Beberapa pelanggan di cafe tampak menoleh ke arah mereka karena suara teriakan Karel yang berisik bukan main.

Karel tersenyum kikuk pada beberapa pelanggan yang menatap mereka kesal, merasa terusik dengan teriakannya yang membahana. Setelah perhatian orang-orang itu tidak lagi berpusat kepada mereka, Karel memajukan kursinya. Dia mencondongkan tubuh ke arah Kalea, kemudian berbisik, "Serius lo mau dijodohin?" tanyanya. Berusaha memastikan bahwa telinganya masih berfungsi dengan baik.

"Iya."

"Sama siapa? Kok tiba-tiba banget?"

"Nggak tahu." Kalea mengendikkan bahu.

"Nggak tahu gimana, sih?"

"Ya nggak tahu! Mama sama Papa nggak kasih tahu siapa orangnya. Pokoknya aku besok disuruh ketemu sama dia di Ballada Cafe."

Karel terdiam. Tidak tahu harus merespons apa. Kabar perjodohan ini terlalu mengejutkan untuk bisa diterima. Padahal selama ini Mama dan Papa tampak santai saja membiarkan anak gadis semata wayang mereka ini melakukan apa yang diinginkan. Papa bahkan tidak pernah memaksa Kalea untuk ikut terjun dalam urusan perusahaan. Kenapa sekarang tiba-tiba ada perjodohan?

"Rellll...aku harus gimana?" Kalea merengek.

"Kita kabur aja gimana? Ke Korea? Siapa tahu lo bisa ketemu sama si Jono, kan?" Karel berucap enteng, hanya untuk membuat Kalea mendelik dan sebuah pukulan mendarat di kepalanya.

"Sakit!" Karel jelas meringis. Ia usap kepalanya yang ngilu akibat ulah Kalea.

"Yang bener kalau ngasih solusi! Lagian namanya Jeno, bukan Jono!" Kalea mencak-mencak, tidak terima nama idolanya diganti dengan seenak jidatnya oleh Karel.

"Beda satu huruf doang!"

"Beda huruf beda arti!"

"Emang artinya apaan, sih?"

"Nggak tau! Ini kenapa kita malah bahas soal nama Jeno, sih?"

"Lah, iya juga." Karel terkekeh.

Kemudian hening. Karel cuma bisa menghela napas panjang saat kepala Kalea terkulai lemah di atas meja.

"Aku nggak mau nikah dulu, Rel. Masih ada yang harus aku lakuin." Lirih Kalea sebelum hening kembali berlangsung jauh lebih lama. Hiruk-pikuk yang ada di sekitar mereka seolah tak berarti karena kini, keributan di kepala Karel dan Kalea berlangsung jauh lebih berisik.

...****************...

Pukul setengah tujuh malam. Karel berjalan keluar dari cafe setelah melambaikan tangan kepada Ardi, salah satu karyawan yang masih harus bekerja sampai jam 9.

Di luar cafe, Kalea sudah menunggu di dekat mobil. Tubuh kecil itu bersandar di body mobil. Kalea menunduk, menatapi sepasang sepatunya yang sesekali mengetuk-ngetuk aspal.

"Gue yang nyetir."

Kalea mendongak, hanya bisa mengangguk lemah saat Karel menengadahkan tangan untuk meminta kunci mobil. Setelah menyerahkan kunci mobil kepada Karel, Kalea menurut saja saat kepalanya ditekan oleh Karel agar masuk ke dalam mobil yang pintunya sudah dibukakan.

Setelah keduanya duduk di dalam mobil dan seatbelt sudah terpasang dengan benar, Karel segera melajukan mobilnya. Lelaki itu menyalakan radio dengan niat supaya hening tidak terlalu menguasai mereka berdua. Namun, seketika itu juga dia menyesali keputusannya karena lagu yang berputar di sana justru jenis lagu galau yang sebaiknya tidak diputar saat suasana hati sedang buruk. Karel ingin mematikan radio, tetapi urung karena perhatiannya tercuri oleh Kalea yang tiba-tiba menyandarkan kepala di bahunya.

"Aku udah terlanjur setuju buat ketemu dia, Rel. Nggak bisa mundur lagi," adu sang gadis. Suaranya lirih sekali, berbanding terbalik dengan nada suara yang biasa ia pakai sehari-hari. Yang cenderung cempreng dan berisik.

"Cuma ketemu aja, kan?" Karel berusaha tetap tenang dan fokus ke arah jalanan yang ramai.

"Iya, sih."

"Yaudah, nggak apa-apa. Anggep aja ketemu teman baru."

"Tapi, Rel..." Kalea mengangkat kepalanya dari bahu Karel, menatap lelaki yang sedang fokus menyetir itu lekat-lekat. "Aku takut Mama jadi berharap banyak."

Tepat ketika mobil berhenti karena lampu lalu lintas berganti merah, Karel menolehkan kepala, hanya untuk menemukan sepasang mata bulat milik Kalea yang menatapnya sendu.

"Mama kayaknya suka banget sama orang itu. Papa juga sama. Malah semangat banget waktu ceritain soal dia."

"Berarti dia orang baik."

"Relllll...."

"Listen to me, lo yang paling tahu segimana sayangnya Mama sama Papa ke lo, so I guess mereka cuma mau ngebantu lo untuk ketemu sama lebih banyak orang." Ada perih yang terasa saat Karel mengatakannya. Membayangkan Kalea bertemu dengan orang lain selain dirinya membuat sebagian dirinya merasa sedih. Ada sisi egois dari dirinya yang tak menginginkan Kalea dekat dengan siapa pun selain dirinya karena memang sudah seterbiasa itu mereka selama belasan tahun ini. Karel bahkan rela menjomlo di usianya yang sudah genap 26 tahun demi bisa tetap dekat dengan Kalea karena kapan pun ia memiliki kekasih, kekasihnya hanya akan merengek padanya untuk menjauhi Kalea. Karel tentu tidak bisa. Dia tidak akan melepaskan Kalea hanya demi mempertahankan status pacarannya dengan gadis mana pun.

"Buat apa ketemu banyak orang kalau sama kamu aja aku udah merasa cukup?"

Gue juga mikirnya gitu, Kal. Buat apa kita ketemu orang lain, kalau dengan kita bareng-bareng gini udah bikin kita nyaman dan bahagia? Tetapi Karel tidak punya nyali untuk mengatakannya. Jadi saat lampu lalu lintas berganti hijau, ia segera menginjak pedal gas dan membiarkan pertanyaan Kalea menggantung di udara, tak terjawab untuk waktu yang cukup lama.

Barulah saat mobil yang mereka tumpangi masuk ke kompleks perumahan, Karel berkata, "Everything's gonna be alright. Lo punya gue, jadi nggak ada yang perlu lo khawatirkan." Setelah menepikan mobil, ia menunggu Pak Dadang (satpam di rumah Kalea) untuk membukakan gerbang.

"Gue nggak akan biarin lo kenapa-kenapa. Anggap aja besok itu cuma pertemuan biasa sama temen baru yang lo kenal secara online. Tujuannya cuma buat menambah relasi, nggak lebih." Karel sempat menyapa Pak Dadang sekilas sebelum melajukan mobil menuju garasi.

Ketika mobil sudah terparkir rapi di garasi, Karel dan Kalea tidak kunjung bergerak dari posisi. Mereka sama-sama masih enggan untuk keluar. Kepala mereka sama-sama berisik. Sama-sama ricuh sampai tidak ada yang bisa membantu meredakan keadaannya yang keruh.

"Rel," panggil Kalea tiba-tiba, membuat Karel yang hendak melepaskan seatbelt mengurungkan niatnya.

"Besok bisa nggak anterin aku buat ketemu sama orang itu?"

"Sure." Karel mengangguk mantap. "Besok gue anterin lo." Kemudian seatbelt dilepas. Tak lupa Karel juga melepaskan seatbelt yang melilit tubuh Kalea sebelum akhirnya keluar dari mobil lebih dulu, untuk kemudian membukakan pintu di sisi Kalea.

Keduanya lantas berjalan beriringan menuju pintu depan. Sempat berbincang sebentar sebelum Karel mendorong tubuh kecil Kalea agar segera masuk ke dalam rumah. Sang gadis menurut saja, melangkah gontai sembari melambaikan tangan sebelum pintu besar itu tertutup kembali.

Setelah Kalea masuk ke dalam rumah, Karel berjalan meninggalkan rumah gadis itu untuk pulang ke rumahnya yang letaknya persis di sebelah rumah Kalea.

"Nggak mau ngopi dulu, Mas?" tawar Pak Dadang, ketika langkah Karel mencapai pos tempat pria itu berjaga.

"Tadi udah abis ngopi, Pak. Sampe tiga gelas malah. Makanya sekarang kembung." Karel bergurau sembari menepuk-nepuk pelan perutnya.

Pak Dadang terkekeh melihat kelakuan Karel. Kemudian basa-basi itu berakhir di sana. Karel kembali melanjutkan langkah dalam diam, berbanding terbalik dengan isi kepalanya yang justru semakin ribut.

Bersambung...

Terpopuler

Comments

martina melati

martina melati

permisi thor... jaman sekarang ini sdh ada pelajaran dsekolah dasar (SD) tentang menstruasi dan seputarny. anak saya malah sdh tahu sblm saya beritahu.

2025-01-26

0

martina melati

martina melati

hahaha

2025-01-26

0

Senajudifa

Senajudifa

namax aj br pertama kali

2022-10-25

1

lihat semua
Episodes
1 Agenda Perjodohan
2 Teman Baik
3 Pertemuan Pertama
4 Drama Dua Sahabat
5 Namanya Gavin
6 Langkah pertama
7 Pagi Bersama Gavin
8 Teh dan Kopi
9 Blue Hydrangea
10 Saturday Night
11 Selalu Ada
12 Sad Night
13 The Day After The Sad Night
14 Berjarak
15 Berjarak 2
16 Seseorang yang Dia Pedulikan
17 Menuju Perdamaian
18 Pertemuan Keluarga
19 Menginap
20 Restu Dari Karel
21 Just The Way You Are
22 About Her
23 Ragu
24 Wedding Dress
25 Encounter
26 Kenapa?
27 Yours
28 Berikan Dia Sebuah Pelukan
29 Bukan Keluarga Cakraditya
30 Sebuah Fakta
31 Grocery Shopping
32 Taruna Wijaya
33 Stay
34 The Power of Kalea Dimitria
35 Abang
36 Firasat
37 Peringatan
38 Sedikit Tentang Masa Lalu
39 Menanti Kabar
40 Tidur Bertiga
41 Teman Masa Kecil
42 Dua Ponsel
43 Don't Say You're Not Important To Me
44 Promise You
45 Mood Swing
46 Sebuah Perbedaan
47 Wedding Day
48 Tamu Tak Terduga
49 Malam Pertama
50 Heartbreak
51 Unstopabble
52 Day One
53 Wedding Gift
54 Mati Listrik
55 Bleeding
56 Another Priority
57 Talking About : December
58 Gerbang Menuju Masalah Baru
59 Whenever It Hurts You, Please Let Me Know
60 Nothing Happened That Night
61 What If
62 For The First Time in Forever
63 Jealousy
64 Her Beloved Boyfriends
65 First Kiss
66 Sudden Attack
67 Obrolan Rahasia
68 Sebuah Upaya
69 Bertemu Teman
70 Dia Tidak Suka Diabaikan
71 Draft
72 We All Cry Differently
73 Menguji
74 Everything But Irina
75 Protect You
76 Berkunjung
77 Masih Harus Jaga Jarak!
78 Ditinggal Sendiri
79 Enemy
80 Tahu Jalan Pulang?
81 Cerita Tentang Rumah yang Berbeda
82 Alasan Mereka Bertahan Hidup
83 Dangerous
84 Bring The Heaven To You
85 Hide And Seek
86 Terrors
87 Breakfast
88 Mengungsi
89 Inseparable
90 Satu Sisi yang Lain
91 As Long As He Loves Me
92 Doa Karel Untuk Kalea
93 What's The Problem?
94 Rencana Baru
95 Perdebatan Lain
96 Kalea Demam
97 Dirawat
98 Kunjungan
99 Dimarahi
100 Mau Mandi
101 Renggang
102 The Guardians
103 Siapa?
104 Special Guest
105 Kejutan
106 Pilihan
107 Tell Me Your Problem, I'll Chase Them Away
108 Gavin The Problem
109 Menolak Sadar
110 Rencana
111 Yang Akan Datang
112 Pulang
113 Can I Go A Little Rough?
114 Dokumen Penting
115 Amaris Cafe
116 Dia Kenapa?
117 What's In The Folder
118 Terpisah
119 Why Don't We Just Get Divorce?
120 Yes or NO?
121 Hari Pertama
122 Jagung Bakar
123 Mual
124 Morning Sickness
125 Atraksi
126 He Didn't Come
127 There's Something in Your Tummy
128 Diperpanjang
129 If Tonight is My Last Day
130 Ayah Karel
131 Amaris Cafe : Bagian Ke-dua
132 Next Storm
133 Mencari Kebenaran
134 Accident
135 Kabar Buruk
136 Bangun, Abang
137 I'll Be Waiting For You
138 Ayo Kita Mulai Kembali
139 BONUS CHAPTER : Gavin Ngidam
140 Eliana Dimitria
Episodes

Updated 140 Episodes

1
Agenda Perjodohan
2
Teman Baik
3
Pertemuan Pertama
4
Drama Dua Sahabat
5
Namanya Gavin
6
Langkah pertama
7
Pagi Bersama Gavin
8
Teh dan Kopi
9
Blue Hydrangea
10
Saturday Night
11
Selalu Ada
12
Sad Night
13
The Day After The Sad Night
14
Berjarak
15
Berjarak 2
16
Seseorang yang Dia Pedulikan
17
Menuju Perdamaian
18
Pertemuan Keluarga
19
Menginap
20
Restu Dari Karel
21
Just The Way You Are
22
About Her
23
Ragu
24
Wedding Dress
25
Encounter
26
Kenapa?
27
Yours
28
Berikan Dia Sebuah Pelukan
29
Bukan Keluarga Cakraditya
30
Sebuah Fakta
31
Grocery Shopping
32
Taruna Wijaya
33
Stay
34
The Power of Kalea Dimitria
35
Abang
36
Firasat
37
Peringatan
38
Sedikit Tentang Masa Lalu
39
Menanti Kabar
40
Tidur Bertiga
41
Teman Masa Kecil
42
Dua Ponsel
43
Don't Say You're Not Important To Me
44
Promise You
45
Mood Swing
46
Sebuah Perbedaan
47
Wedding Day
48
Tamu Tak Terduga
49
Malam Pertama
50
Heartbreak
51
Unstopabble
52
Day One
53
Wedding Gift
54
Mati Listrik
55
Bleeding
56
Another Priority
57
Talking About : December
58
Gerbang Menuju Masalah Baru
59
Whenever It Hurts You, Please Let Me Know
60
Nothing Happened That Night
61
What If
62
For The First Time in Forever
63
Jealousy
64
Her Beloved Boyfriends
65
First Kiss
66
Sudden Attack
67
Obrolan Rahasia
68
Sebuah Upaya
69
Bertemu Teman
70
Dia Tidak Suka Diabaikan
71
Draft
72
We All Cry Differently
73
Menguji
74
Everything But Irina
75
Protect You
76
Berkunjung
77
Masih Harus Jaga Jarak!
78
Ditinggal Sendiri
79
Enemy
80
Tahu Jalan Pulang?
81
Cerita Tentang Rumah yang Berbeda
82
Alasan Mereka Bertahan Hidup
83
Dangerous
84
Bring The Heaven To You
85
Hide And Seek
86
Terrors
87
Breakfast
88
Mengungsi
89
Inseparable
90
Satu Sisi yang Lain
91
As Long As He Loves Me
92
Doa Karel Untuk Kalea
93
What's The Problem?
94
Rencana Baru
95
Perdebatan Lain
96
Kalea Demam
97
Dirawat
98
Kunjungan
99
Dimarahi
100
Mau Mandi
101
Renggang
102
The Guardians
103
Siapa?
104
Special Guest
105
Kejutan
106
Pilihan
107
Tell Me Your Problem, I'll Chase Them Away
108
Gavin The Problem
109
Menolak Sadar
110
Rencana
111
Yang Akan Datang
112
Pulang
113
Can I Go A Little Rough?
114
Dokumen Penting
115
Amaris Cafe
116
Dia Kenapa?
117
What's In The Folder
118
Terpisah
119
Why Don't We Just Get Divorce?
120
Yes or NO?
121
Hari Pertama
122
Jagung Bakar
123
Mual
124
Morning Sickness
125
Atraksi
126
He Didn't Come
127
There's Something in Your Tummy
128
Diperpanjang
129
If Tonight is My Last Day
130
Ayah Karel
131
Amaris Cafe : Bagian Ke-dua
132
Next Storm
133
Mencari Kebenaran
134
Accident
135
Kabar Buruk
136
Bangun, Abang
137
I'll Be Waiting For You
138
Ayo Kita Mulai Kembali
139
BONUS CHAPTER : Gavin Ngidam
140
Eliana Dimitria

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!