"Ini beneran rumah kamu, Bi?" tanyaku padanya setelah tiba di depan pagar rumah sederhana berlantai dua.
"Kenapa aku harus bohong, Tante?" sergahnya sambil memasukkan ponselnya ke dalam tas.
Aku meringis sambil menyaksikan halaman rumahnya terawat, seperti tersetuh tangan perempuan handal dalam perawatannya, banyak tanaman hias yang di taman di belakang pagarnya.
"Iya-iya, kenapa Abimanyu harus bohong ya, Abi kan anak jujur." jawabku sambil menarik napas.
Lagian kenapa aku meragukan Abimanyu sih, itu tandanya aku gak mudah percaya. Huft gawat. Abimanyu nanti mikir aku orang dewasa yang banyak curiganya. Tapi itu kan wajar, semakin dewasa seseorang semakin banyak yang di pikirkan. Prespektif ini yang belum Abimanyu mengerti. Mungkin juga Abimanyu memang anaknya seperti itu juga. Agrh, tau ah.
Abimanyu melepas seat belt-nya lalu mendorong pintu mobil. Ia keluar sambil menghela napas. Aku pun gegas ikut keluar lalu memandangi sekeliling.
Harus ku ingat rumah ini dengan baik. Biar nanti bisa ke sini lagi.
Abimanyu membungkuk untuk membuka gembok pintu pagar.
"Ada orang tua kamu, Bi?" tanyaku menyejajarkan langkah Abimanyu yang tertatih ke teras rumah. Aku harus menjelaskan semuanya jika anaknya yang tampan ini jatuh gara-gara aku.
"Ada mama." Abimanyu menekan bel rumah.
Ting-tong-ting-tong.
Aku tersenyum, menunggu beberapa menit sampai terdengar suara perempuan dari dalam rumah. Pintu perlahan terpentang sampai aku bisa menyaksikan ibunya si tampan yang terkejut melihat anaknya terluka.
"Abi kok–oh, kamu kenapa kok bisa berdarah-darah begini?" tanya ibunya sambil berjongkok, memastikan luka di lutut anaknya dengan seksama.
Tanpa sadar hatiku menghangat, mungkin bila aku memiliki buah hati nanti, aku juga akan sekhawatir itu waktu anakku jatuh.
"Jatuh, Ma. Ini nih Tante oleng hampir nabrak aku." jawab Abimanyu sambil menyenggol lengan ku dengan sikunya.
Aku terkejut. Ibunya Abimanyu langsung berdiri, menatapku dengan tatapan meneliti.
Aku tersenyum kikuk saat mengulurkan tanganku untuk bersalaman.
"Saya Bella Ellis, Tante. Maaf ini anaknya celaka gara-gara saya. Kebetulan tadi pagi saya baru pusing-pusingnya. Jadi begini." kataku sambil mengatupkan tangan, tak berani bilang baru selesai mabuk. Bisa-bisa nanti di tolak jadi teman anaknya lagi, kan sedih.
Ibunya menyalamiku dengan baik. Ia tersenyum maklum. Matanya terlihat lembut saat menatapku.
"Untungnya cuma lecet, kalo sampai patah tulang, wah saya sedih bukan main ini." ungkapnya dengan nada bercanda.
Aku jadi meringis. Untung cuma lecet, kalau sampai patah tulang, bisa-bisa aku menginap di rumah Abimanyu untuk merawatnya, menjaganya sampai sembuh. Itu sangat sempurna bila aku adalah Sisca.
"Untung cuma lecet, Tante. Untung." balasku sambil mengambil kartu nama dan pouch berisi P3K standar yang aku bawa di dalam tas jinjingku.
"Motornya Abimanyu baru di bengkel Tante, terus ini P3K standar untuk lukanya Abi. Untuk celana sekolahnya nanti saya kirim lewat ojek online ya, tapi ukurannya berapa ya?" tanyaku sambil melihat celana Abimanyu tapi tetap saja tidak bisa menerka ukuran berapa sendiri.
Aku terkejut sewaktu sentuhan lembut berlabuh di lenganku seakan menyadarkan aku bahwa itu tidak masalah.
"Tidak perlu dek, Abimanyu sudah lulus SMA. Tinggal cap tiga jari tadi di sekolah."
Oh, aku langsung menatap Abimanyu dengan cepat. Aku bahagia mendengar itu karena rasanya lulus SMA itu menyenangkan sekali. Tuntas sudah jenjang pendidikan dasar lalu menyambut masa kuliah penuh perjuangan dan kebebasan.
"Nanti Tante beliin hadiah, oke."
Abimanyu dan ibunya kontan mengernyit. Mati aku, aku terlalu semangat mana tanganku memegang lengan Abimanyu dengan lancang. Dasar tangan tak tahu diri.
Aku tergelak dengan nada sumbang, "Maaf, Tante. Maaf, Abi. Kelepasan, habis satu hari ini rasanya meriah sekali hidup saya ini."
Aku melepas tangan Abimanyu,
Abimanyu mengusapkan lengannya di punggung. Sialan, jijik amat dia kayaknya aku sentuh. Atau aku ini emang Tante sialan ya?
"Gak perlu repot-repot, dek. Cukup motornya Abimanyu saja segera di perbaiki itu satu-satunya alat transportasi anak saya."
"Siap." Aku mundur satu langkah, lalu memberi hormat kepada kedua orang asing yang ku harap jadi teman ini.
"Sekali saya minta maaf, Tante, Abi. Sekalian saya siap jadi sopir pribadi Abimanyu kalo Abi atau Tante pengen keluar rumah." tawarku dengan sungguh-sungguh.
Abimanyu menyilangkan jari telunjuknya di kening seraya berbalik. Masuk ke dalam rumah.
Oh my God, dia bilang aku sinting. Kurang ajar emang itu bocah. Nggak sopan sama tante-tante. Awas kamu, Abi, kualat kamu nanti! Huh.
Aku meringis. "Tawaran yang bagus kan Tante, kebetulan saya juga habis di pecat papi, eh bos Narendra, jadi saya kurang kerjaan." ucapku pada ibunya Abimanyu yang masih tersenyum aneh kepadaku.
"Sudah, dek. Nggak perlu repot-repot, banyak kok ojek yang lewat daerah sini. Jadi adek Bella pulang saja, Abimanyu cuma lecet."
Hehehe, aku mengangguk. Berat hati aku meninggalkan rumah Abimanyu padahal Tuhan, aku masih pengen main disini setidaknya itu bisa membuatku menghindari surat panggilan dari pengadilan negeri agama.
"Saya permisi Tante, itu kartu nama saya. Bisa di hubungi setiap saat kalo Abimanyu kenapa-kenapa. Saya bersalah soalnya jadi nggak enak kalo nggak tanggung jawab." ucapku menyertakan seulas senyum yang lebih mirip seringai.
"Baik, saya simpan kartunya. Terima kasih, adek Bella sudah mengantar Abimanyu pulang."
Adek Bella? Ampun, perawatan kulit ini ternyata mampu mengurangi jumlah usia yang terlihat di wajahku. Aku mengangguk, sudah cukup berurusan dengan Abimanyu hari ini. Aku berpamitan lalu pergi ke klinik Ellisa Skin and Aesthetic Clinic. Tempatku meraup uang dan keuntungan.
"Nyonya Bella, baru datang?" seru asisten pribadiku di kantor. Alexa Liu, gadis keturunan Tionghoa-Jawa yang sudah menjadi asistenku di klinik kecantikan ini selama masa kejayaan ku bersanding dengan papi Narendra.
Aku mengenakan jas putih dokter dan mengangguk.
"Apa papi Narendra tadi kesini, Liu?" tanyaku. Aku ingin tahu seberapa besar keteguhan hati papi berpisah denganku.
"Bukan papi, tapi ajudannya."
Dasar pejabat sok sibuk, nggak bisa apa menemui aku dulu lalu bicara baik-baik.
Aku mengembuskan napas lelah. Aku lapar, dan menerima surat undangan sidang cerai ini rasanya menguras semua tenagaku.
"Cepet banget sih datangnya, papi pasti nyogok nih, nggak mungkin baru tadi malam tanda tangan pagi ini udah nongol di sini." Aku membuang amplop coklat yang di berikan Alexa Liu kepadaku setelah mengetahui tanggal sidang perceraiannya.
Lusa, lusa aku benar-benar ketok palu dan statusku benar-benar berubah menjadi janda.
Janda lebih menggoda, pastinya. Pasti itu. Ya!
•••
Bersambung 😆
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
JANDA SELALU MENAWAN. GK KALAH SAMA ANAK PERAWAN..
2023-12-26
1
Emi Wash
janda selalu terdepan.....😊😊
2023-09-28
1
Reiva Momi
keren.... cerita nya seru 🤣🤣
2022-12-11
0