"Sakit, Tante, pelan-pelan kenapa, jangan buru-buru gitu. Ini tuh juga bukan media make-up character!" protes Abimanyu lalu mengerang dengan suara sedikit tertekan.
Sontak aku yang sedang menyentuh-nyentuh lukanya dengan kapas tergeragap waktu Abimanyu memegang pergelangan tanganku lalu mengangkatnya dan menaruhnya di sofa. Di samping pahanya.
"Biar aku bersihin sendiri lukanya, Tante. Tante, nggak usah repot-repot!"
"Yah—Abi." Aku melempar pandangan sedih. "Ini kan bukti kalo Tante tanggung jawab. Tante lebih hati-hati ya, Tante gak biasa ngobatin orang gini soalnya. Cuma untuk Abi ini jadi yang pertama."
Abimanyu langsung terpanah dengan tubuh yang condong ke belakang. Dalam hati aku terkekeh, Abimanyu tampak terkejut.
"Kenapa Abi? Gak percaya? Tante dulu anaknya manja, kalo jatuh begini nangis terus sama papa di bawa ke klinik, jadi izinkan Tante merawatnya dengan baik." kataku jujur, nangis karena papa pasti ngomel-ngomel, papa bilang kakiku nanti ada korengnya, ada bekasnya, tidak cantik. Astaga, cinta seorang ayah kadang menyejukkan hati untuk putrinya, kadang juga menyebalkan ya. Tapi papa tetaplah papa, laki-laki terbaik dalam hidupku. Sudah sampai kering pula air mataku jika merindukan papa dan mama.
Aku menghela napas sambil menatap Abimanyu yang tersenyum kikuk.
"Oke, Tante lanjut. Tapi sumpah yang ini pasti hati-hati, jadi kamu jangan tegang ya Abi. Rileks." Aku mengembuskan napas sambil mengumpulkan konsentrasi berhadapan dengan anak muda bernama Abimanyu Julian Rudolf, blesteran Jerman dan Solo. Kulitnya putih meski wajahnya tidak terawat, Abimanyu memiliki jerawat merah di pipinya. Mungkin karena puber jadinya jerawatan, wajar adanya anak muda. Apalagi cowok seusianya, bodoh amat dengan urusan perawatan wajah.
Tatapanku beralih ke lukanya setalah menuangkan alkohol di kapas.
"Abi siap?" tanyaku memastikan karena wajahnya mengernyit menahan sakit dengan kentara.
"Tante kelamaan!" protesnya lalu membuang napas.
"Eh, iya, maaf. Namanya juga tante-tante, preparenya suka ribet. Beda sama usia kamu. Lagi lincah-lincahnya jadi pengennya cepet-cepet." omelku balik tapi langsung tersenyum.
"Maaf lagi. Oke." Aku berhenti bicara lalu menyentuhkan kapas ke lututnya yang lecet.
Abimanyu mendongkak, mengalihkan perhatiannya waktu aku mengobati luka-lukanya. Sesekali jakunnya bergerak-gerak.
Aku melihatnya dengan lucu. Dia mungkin grogi juga berhadapan dengan tante-tante kurang ajar sepertiku. Tapi percayalah dia slalu senyum jika aku menawarkan sesuatu kepadanya.
"Udah selesai, Abi." Aku merapikan P3K standar ke kotak pouch yang aku siapkan untuk Abimanyu bawa pulang, "jangan main yang banyak gerak dulu ya, Bi. Biar lukanya kering dulu."
Abimanyu nampak menghela napas melihat plester yang aku tempelkan di lukanya. Plester luka lucu.
"Biar ingat Tante." Aku tersenyum sambil berdiri. Mungkin pertemuan ku dengan Abimanyu hanya sekilas, jadi aku harap dia ingat dengan ku. Hahaha, aku terbahak dalam hati.
‘Tante sialan’, mungkin itulah yang dia ingat. Tante-tante yang bikin apes, bikin bolos sekolah, bikin motor kerennya masuk bengkel. Tapi aku yakin, Abimanyu akan slalu ingat dengan hari ini. Dengan ku entah bagaimana caranya itu.
"Makasih, Tante. Jadi apa sekarang Tante udah bisa lepas aku?" Abimanyu meringis saat aku begitu lekat menatapnya.
"Emang siapa yang ngurung kamu? Nggak ada yang ngurung kamu, tapi kalo kamu menganggapnya begitu, Tante bakal ngurung kamu selama-lamanya disini. Mau?"
"GAK!" tolak Abimanyu langsung.
Aku tersenyum centil, lantang sekali anak muda ini nolak tante-tante. Lagian kenapa sih aku luwes banget menyebut diriku tante-tante, tadi pagi aja aku nolak di sebut tante-tante sama satpam club. Giliran sama adik gemes “iya-iya” saja nyebut diri ini tante-tante. Dasar nggak konsisten kamu, Bella! rutukku dalam hati.
"Tunggu bentar, aku mau mandi dulu terus nganter kamu pulang. Abi udah izin kan sama wali kelas?" tanyaku memastikan. Mandi adalah kegiatan yang butuh waktu lama, apalagi dandan. Abimanyu mungkin akan jenuh menunggunya, makanya sebelum dia jawab aku sudah ngacir ke dapur. Mengambil beberapa camilan yang ada dan menaruhnya di meja.
"Jangan lupa Abi makan, di bawa pulang juga boleh. Tante tinggal dulu."
Tante lagi, harus di ralat. Aku, bukan Tante!
"Kemana?" Abimanyu berusaha berdiri.
"Tenang, tampan. Aku cuma mau mandi. Kenapa, mau ikut?" godanya sambil meringis lebar.
Abimanyu langsung mendesis tajam.
"Jangan lama-lama!" pintanya sambil duduk lagi. "Aku harus ke sekolah, Tante!"
"Iya-iya, bawel." Aku melenggang ke kamar, menyaksikan ranjang kenangan bersama papi Narendra dengan perasaan campur aduk.
Abimanyu. Nama kamu bagus, dalam bahasa sansekerta artinya berani. Tapi aku yakin, dia bukan tipikal yang berani macam-macam dengan orang dewasa seperti ku. Lagipula, meskipun dia blesteran Jerman dan Solo, aku bisa memastikan didikan orang tuanya bukan didikan orang luar karena semenjak dia menginjak kaki di ruang tamu, dia slalu menjaga sikap seperti anak baik-baik.
Bahaya ini kalau Abimanyu ketemu Sisca. Tipikal-tipikal seperti Abimanyu jarang Sisca dapatkan, itu artinya Abimanyu harus jauh-jauh dari aku. Bahaya kalau mainnya sama tante-tante, tapi bagus juga loh itu, biar dia punya prespektif lain dari sudut pandang wanita dewasa dan berpengalaman.
"Ingat, Bella. Ingat, dia laki-laki di bawah umur!"
Aku menepuk jidatku. Gayanya memang biasa saja, jauh di bawah rata-rata anak muda kelas atas. Tapi dia tampan, huhu, papi Narendra pasti kaget aku punya teman main seusianya. Papi juga bakal kena serangan jantung kalau aku jalan sama Abimanyu.
"Tapi itu cuma bisa di mimpi Bella, mimpi!"
Aku menepuk jidatku lagi. Tidak boleh merusak anak muda yang sedang mencari jati diri, pegang petuah bijak itu baik-baik Bella Ellis. Ingat baik-baik dalam otakmu itu.
Iya.
Aku menyambar handuk untuk mengeringkan rambutku. Tidak perlu make up tebal, tidak perlu seksi. Cukuplah wangi dan elegan karena di ruang tamu ada anak muda yang tidak perlu di rayu-rayu.
Aku menjinjing tas kecilku seraya keluar kamar. Abimanyu nampak bermain game online sepertinya, dia sibuk mengamati ponselnya tanpa sadar aku sudah bergerak ke arahnya.
"Abi, ayo jalan."
"Tanggung, Tante. Bentar!"
"Ayo, buruan. Katanya tadi nggak pake lama aku mandinya. Aku udah nurut nih."
Abimanyu mengangkat wajahnya dari ponselnya, seketika itu ponselnya jatuh ke lantai.
Mati aku, kalau ponselnya pecah nanti ganti juga. Mana uang bulanan dari papi Narendra cuma setengah sekarang.
Aku membungkuk untuk meraih ponselnya. Aman, nggak pecah.
"Abi kenapa?" tanyaku sambil mengulurkan ponselnya.
"Tante ngapain pagi-pagi pakai gaun?"
"Salahnya dimana pakai gaun?"
Abimanyu kontan menggelengkan kepalanya dengan salah tingkah.
"Ya udah ayo buruan berdiri tampan, aku anter ke sekolah kamu sekalian aku nanti yang bilang kalo kamu terlambat karena kecelakaan."
"Gak usah, Tante! Aku mau pulang aja."
"Good!"
Aku tersenyum lebar atas kesempatan itu. Kesempatan untuk tahu rumah Abimanyu. Xixixi.
•••
Bersambung. 😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Emi Wash
sitante genit ih....
2023-09-28
1
Reiva Momi
berondong gemeshhhh 🤣
2022-12-11
1
Neee I
❤❤
2022-12-11
0