"Oke deh jam satu sampai rumahku kan?" akhirnya Belin ikuti kemauan Panji, masalah Nami dan Ayah bisa dijekaskan saat pulang nanti atau besok saat sarapan pagi, pikir Belin.
"Iya." jawab Panji.
"Panji, hari selanjutnya aku harus pulang kantor tepat waktu, jadi kita tidak bisa pergi-pergi dulu." kata Belin lagi.
"Kenapa?" tanya Panji.
"Ayah dan Nami sudah protes karena sejak kita dekat aku selalu pulang tengah malam." kata Belin jujur.
"Kolot juga orang tua kamu ya, padahal kemarin-kemarin kalau kamu jalan sama Bima dan yang lainnya juga suka pulang tengah malam, tidak masalah tuh. Kenapa sekarang jadi masalah setelah kamu kerja dan jalan sama aku." protes Panji dengan wajah mengkerut
"Kalau sama Bima dan yang lainnya kan masih bagian keluarga aku juga." jawab Belin.
"Tidak ada hubungan darah juga kan kalian. Hanya karena orang tua kalian bersahabat." sungut Panji.
"Tapi jadi saudara karena Om Daniel menikah dengan Ante Baen." jawab Belin.
"Tetap saja saudara jauh." sinis Panji.
"Kamu masih suka bertemu Alex?" tanya Belin alihkan pembicaraan.
"Masih, kenapa?" Panji balik bertanya.
"Kangen." jawab Belin tersenyum, sudah lama tidak bertemu dengan sepupunya.
"Kangen? kamu naksir dia?" tanya Panji.
"Ngaco deh, Alex kan sepupu aku, Panji." Belin terkekeh.
"Ada kok yang naksir-naksiran walaupun sepupu." jawab Panji.
"Memang ada, tapi bukan kami juga. Memang kalau aku dan Alex saling naksir kenapa?" tanya Belin.
"Aku tidak suka." tegas Panji.
"Kamu cemburu?" Belin tersenyum senang.
"Tidak sama sekali, hanya tidak suka saja." jawab Panji. Belin terkekeh, cemburu tapi tidak mau mengaku, pikir Belin dengan hati yang berbunga-bunga. Panji parkirkan kendaraannya setelah mereka masuki gedung tempat acara kantornya.
"Belin, ingat ya. Jangan genit-genitan dengan teman kantorku." Panji ingatkan Belin sebelum turun dari mobil.
"Memang aku pernah genit ya?" tanya Belina.
"Kamu terlalu ramah, aku tidak suka." kata Panji.
"Kamu tuh cemburuan juga ya." Belin tertawa.
"Cemburu kenapa? kita kan hanya teman." tegas Panji.
"Terus kenapa larang aku bersikap ramah?" tanya Belin.
"Karena kamu sekarang jadi partner aku, jangan bikin malu aku dong." dengus Panji, Belin anggukan kepalanya. Rupanya Panji hanya menganggapnya teman tapi tidak mau dapat malu karena sekarang posisi Belina sebagai partner pestanya. Belin menghela nafas panjang. Dari tadi dia sudah GR saja.
Mereka masuki area pesta, banyak yang menyapa Panji, wanita maupun Pria. Panji hanya tersenyum sambil sekedar say hello.
"Jangan jauh-jauh dari aku." kata Panji sambil menggandeng Belin.
"Memang mau kemana?" Belin menggoda Panji dengan wajah jahil, tapi dasar kaku tetap saja wajah Panji datar, padahal dulu Panji tidak begini. Pasang wajah begini saja banyak penggemarnya termasuk Belin.
Selama bicara dengan rekan kerja atau partner bisnisnya tidak sekalipun Panji kenalkan Belin pada mereka. Jadi dia hanya diam saja berdiri dampingi Panji sambil sesekali tersenyum, lebih banyaknya Belin menundukkan kepalanya dari pada ada yang menyapa Belin abaikan demi menjaga perasaan Panji.
"Aku haus." bisik Belia pada Panji.
"Ambil saja tapi setelah itu langsung kesini." Panji balas berbisik, Belin anggukan kepalanya.
"Kamu mau?" tanya Belin.
"Berdua saja sama kamu." jawabnya, so sweet sekali kan minum segelas berdua, pikir Belin sambil tersenyum senang.
"Pacarnya Panji?" tanya seorang Pria saat Belin ambil segelas air mineral.
"Oh bukan." jawab Belin jujur, mau bilang pacar juga Panji hanya anggap Belina teman.
"Sepertinya kita pernah bertemu ya?" tanya pria itu lagi.
"Masa sih? maaf ya aku lupa juga." jawab Belina.
"Iya aku juga lupa pernah bertemu kamu dimana tapi wajah kamu tuh familiar sekali."
"Pasaran ya maksudnya." Belina dan pria tersebut tertawa bersama. Tidak sengaja Belina melihat wajah Panji yang sudah merah menahan marah.
"Aku ke Panji dulu ya, dia haus." Belina pamit pada pria tersebut.
"Hei, namaku..." belum selesai pria itu bicara Panji sudah menarik tangan Belina.
"Lama sekali, senang ya bertemu pria tampan." sindir Panji pada Belin.
"Tadi dia tanya aku pacar kamu apa bukan." cerita Belin serahkan gelas yang sudah diminumnya pada Panji.
"Kamu bilang apa?" tanya Panji sambil mengambil gelas ditangan Belin dan langsung meminumnya sampai habis, kemudian letakkan gelas tersebut dimeja terdekat.
"Ya aku bilang bukan." jawab Belin jujur, Panji tersenyum sinis.
"Sengaja bilang bukan pacar aku supaya dia bisa dekati kamu kan?" tanya Panji curiga.
"Mau bilang iya nanti kamu bilang bukan, malah aku yang malu." jawab Belin jujur. Panji diam saja tidak berkomentar.
"Kita duduk disana, masih banyak rangkaian acara." kata Panji mengajak Belin duduk ditempat yang ditunjuknya.
"Ini acara apa sih?" tanya Belina pada Panji.
"Ulang tahun perusahaan tempatku bekerja." jawab Panji, Belin anggukan kepalanya tanda mengerti.
"Lusa ada undangan dari perusahaan rekanan, tapi kamu tidak bisa ikut ya?" tanya Panji.
"Pulang malam lagi seperti sekarang?" tanya Belin, Panji anggukan kepalanya.
"Absen dulu deh, bisa habis aku sama Nami dan Ayah. Ini saja aku belum tahu nasibku bagaimana nanti sampai dirumah." jawab Belin sambil melihat jam dipergelangan tangannya.
Sebenarnya kalau Panji pulang sekarang pun rasanya sudah tidak masalah, karena tadi Belin lihat sudah banyak juga yang pulang lebih dulu. Tapi dasar kaku ya, maunya pulang sampai acara selesai.
"Berarti aku pergi sama yang lain ya." Panji tersenyum, sebenarnya Belin tidak rela Panji pergi sama perempuan lain.
"Kamu mau ajak siapa?" tanya Belin.
"Paling teman kuliah aku." jawab Panji.
"Perempuan?" tanya Belin.
"Masa laki-laki, mending aku berangkat sendiri." jawab Panji.
"Ya berangkat sendiri saja kalau begitu, aku tidak suka kamu jalan sama perempuan lain." dengus Belin kesal.
"Kalau tidak suka ya kamu ikut saja, jadi aku tidak ajak temanku yang lain." jawab Panji santai.
"Situasinya tidak memungkinkan." jawab Belin.
"Kalau begitu sudah tahu kan jawabanku." Panji tersenyum tipis.
"Panji kamu anggap aku apa sih?" tanya Belin kemudian.
"Teman." jawab Panji santai.
"Hanya teman tidak lebih?" tanya Belin.
"Iya teman, dari dulu juga begitu kan?" Panji menatap Belin tajam.
"Tidak mungkin berubah jadi pacar atau calon istri?" tanya Belin to the point.
"Aku belum kepikiran kesana Belin, teman saja rasanya sudah cukup." jawab Panji, menyebalkan sekali mendengarnya. Tapi namanya cinta memang harus diperjuangkan bukan? Belin harus sedikit lebih sabar agar Panji menyadari kalau Belin layak dijadikan pacar atau istri, bukan sekedar partner yang menemaninya datangi undangan perusahaan seperti beberapa bulan terakhir ini.
"Kenapa diam? tidak terima?" tanya Panji.
"Biasa saja tuh." jawab Belin sok santai padahal suasana hatinya saat ini campur aduk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 143 Episodes
Comments
Hidayah Amalia
udah beliinn...tinggalin aja tuh s panji...i
2022-08-27
1
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu thor aku sebel sama belin kok masih berharap sama panji belin nurut sama orang tua yg laen pada patuh sama orang tua 😩😩😩
2022-08-26
2