Sebelas tahun kemudian anak laki laki itu menjadi pemuda yang tampan, sopan dan juga ramah. Ia tak segan membantu orang sekitarnya. Kini ia tinggal seorang diri, usai kecelakaan ia dibawa ke panti asuhan, seluruh asset dan harta milik keluarganya di titipkan kepada pengacara keluarganya. Tepat ke esokan harinya ia akan berulangtahun yang ke tujuh belas tahun, itu artinya sudah saatnya seluruh kepemilikan kembali kepadanya.
Anak laki laki itu bernama Agung Wirapradana, sebuah nama yang cukup berarti di berikan kepada dirinya oleh orang tuanya. Kedua orang tuanya berharap kelak anaknya akan menjadi orang yang yang besar dengan segala kejujurannya.
Agung memiliki seorang sahabat yang berasal dari panti asuhan yang sama, mereka kini tinggal di kosan kecil, yang hanya berbeda kamar. Setra mereka sungkan dengan ibu pemilik panti asuhan yang sejak dulu merawatnya.
Sebenarnya Agung memiliki seorang paman dari ibunya, namun pamannya itu menolak untuk merawatnya. Pamannya itu cukup terkenal, bahkan saat ini akan mencanangkan menjadi seorang wali kota. Sungguh berbanding terbalik dengan keadaan yang menimpa Agung saat ini.
Bahkan Agung lebih sering menjadi bahan olok olok kan karena nama belakangnya, namun mau bagaimana lagi? Agung hanya seorang anak laki laki biasa yang tak punya ilmu bela diri hanya sekedar untuk membela dirinya, apalagi harta dan kekuasaan.
Pastinya ia tidak memiliki hal itu semua.
Anggi Arnita teman masa kecilnya yang tinggal satu rumah kosan dengannya, Anggi yang tinggal di lantai dua sementara Agung yang tinggal di lantai pertama. Mereka selalu berangkat bersamaan, sehingga banyak rumor yang mengatakan bahwa mereka memiliki hubungan special.
Rumor tersebut semakin membuat mereka menjadi bahan olok olokan. Terlebih ketika Anggi ingin membalas mereka, Agung selalu menenangkan agar mereka tidak terkena masalah yang lebih besar.
“Kenapa sih sekolah ini sangat tidak adil kepada kita? Jika saja kita yang mem buli mereka, maka kita akan yang terkena masalah,” gerutu Anggi menghentakkan kakinya ketika mereka berada di dalam perpustakaan, hanya tempat tersebut yang cukup aman bagi mereka.
Tidak di kantin, di taman, di kelas, terlebih di lorong sekolah. Mereka pasti akan menjadi incaran Anggara the genk, yang seolah selalu menjadikan mereka target bulian di sekolah tersebut. Meski sebenarnya bukan hanya mereka saja yang menjadi target Anggara the genk, namun juga beberapa murid yang di anggap lemah, baik dari segi financial, bahkan hingga dari segi pisik, bahkan pelajaran.
Biasanya anak yang lebih rendah secara financial yang akan benar benar menjadi target mereka, seperti halnya Agung dan Anggi.
“Ingat bahkan jika melawan pun, maka tetap kita yang salah. Ingat dulu pada saat kelas satu?” Agung segera mendekati Anggi yang saat ini tengah merebahkan kepalanya di aras meja, memanyunkan bibirnya. “Dulu bahkan kita di scors hanya karena kesalahan yang tidak kita perbuat.”
“Tapi tetap saja tidak adil… kepala sekolah perut buncit sembilan bulan itu, hais… aku yakin jika si Anggar dkk itu tidak ada kedudukan orang tuanya, atau bahkan miskin seperti kita, pastinya dia tidak akan begitu sekali membelanya,” kembali lagi Anggi cemberut ke arah Agung.
“Suatu saat nanti kita akan membuat dunia adil kepada kita,” ujar Agung mengusap lembut kepala Anggi tanpa canggung.
...…….
...
Saat pulang dari sekolah keduanya berencana untuk mampir kesebuah warung langganan mereka, pasalnya selain murah, di tempat tersebut juga terkenal dengan makanan yang sangat enak.
Meskipun mereka harus mengantri lama, namun keduanya tetap mengantri untuk mendapatkan makanan tersebut.
Pemilik dan pegawai rumah makan tersebut tampak sangat akrab dengan para pelanggan mereka, bahkan terkesan sangat ramah. Terutama kepada Agung dan Anggi yang menjadi pelanggan tetap mereka setiap pulang dari sekolah.
“Huh selalu begini, pasti kita akan selalu mengantri,” keluar Anggi membuat Agung terkekeh lucu melihat sahabatnya itu.
“Namanya juga enak kok, jadi wajar lah kalau selalu ramai,” Agung menggeleng sembari
merangkul bahu sahabatnya itu.
“Mungkin kalau kita menjadi pegawai di sini, akan sangat bagus,” entah kenapa tiba tiba Anggi memberi usul seperti itu, membuat Agung semakin menggeleng melihat tingkah sahabatnya.
“Ingat pesanan makalah masih menumpuk,” ujar Agung mengingatkan tugas mereka berdua. Menjadi joki makalah dan beberapa tugas sekolah, serta menjadi guru les privat merupakan penghasilan yang akan memenuhi hidup mereka. Di sanalah mereka makan, membayar uang sekolah serta membayar biaya sewa kamar kos mereka.
Setelah sekian lama mereka menunggu, akhirnya mereka mereka mendapatkan makan siang mereka, mereka juga selalu membungkus makan malam untuk mereka nanti malam. Biasanya mereka akan meminta satu porsi nasi dan dua lauk lauk untuk makan malam mereka.
Setelah selesai makan siang tertunda, mereka segera kembali ke kosan mereka, tampak ibu kos telah menunggui mereka di depan pintu masuk.
“Aduh macan tutul sudah siap siap mengejar tagihan bulanan,” gumam Agung membuat Anggi melirik ibu dengan kesal.
“Padahal kita telat karena tak sempat bertemu itu macan tutul saja,” kesal Anggi.
“Weh… baru pulang sekolah? Jam segini? Kalian full day?”
Pertanyaan beruntun layaknya calon mertua yang hendak menanyai seluruh kegiatan dari dan bagaimana keadaan masa depan anaknya jika menikah dengan orang yang ada di hadapannya.
“Habis makan di langganan biasa bu,” ujar Agung menjelaskan.
“Kebiasaan kalau mau pulang dari sekolah sebaiknya kalian langsung pulang,” ujar ibu kos dengan cap macan tutul oleh para penghuni lainnya. “Mana uang kos kalian bulan ini?”
“Iya sabar bu, kan kami tidak pernah terlambat,” ujar Anggi segera mengeluarkan dompetnya, dan mengeluarkan lembaran sebesar enam ratus ribu, untuk penyewaan kamar kos mereka.
“Nah bagus begini kan jadi enak,” ujar ibu kos segera pergi dari hadapan mereka berdua.
“Cih, dasar macan tutul,” gumam Anggi meninggalkan Agung yang menyusulnya dari arah belakang.
“Nanti makanannya aku antar ya,” ujar Agung sebelum masuk ke dalam kamarnya.
Anggi tampak tak menghiraukannya, ucapan Agung dan tetap naik ke lantai dua, Anggi akan membersihkan dirinya setelah ini. Saat melewati kamar mandi putrid tampak tiga orang telah mengantri di sana. Anggi menghela nafasnya. “Selalu saja begini.”
Sama halnya dengan Agung, ia juga saat ini tengah mengantri di dapan pintu kamar mandi untuk segera memberishkan dirinya. Agung memilih memainkan ponselnya sembari menunggu dua orang yang telah mengantri terlebih dahulu.
Malam tiba seperti biasanya Agung akan mengetuk pintu kamar Anggi untuk membawakannya makan malam, sekaligus mengerjakan tugas bersama. Orang orang selalu berbisik dan menggosipi mereka sebagai sepasang kekasih. Terlebih perlakuan Agung yang tampak begitu memperhatikan Anggi. Belum lagi seluruh penghasilan mereka selalu di pegang penuh oleh Anggi.
Malam semakin larut, tampak Anggi sangat mengantuk membuat Agung menggeleng melihatnya. “Tidur gih, biar aku yang menyelesaikannya, ini tinggal kesimpulan,” ujar Agung.
Tampa menjawab Anggi segera merebahkan kepalanya di atas bantal dan tak berselang lama Anggi telah memasuki alam bawah sadarnya. Agung hanya terseyum dan segera menyelesaikan pekerjaannya.
Setelah semua selesai, Agung berencana untuk meninggalkan Anggi yang telah terlelap. Kini Agung akan keluar segera menarik pintu, namun sesuatu yang menjanggal dari balik pintu, Agung segera mengintip bunkusan plastic putih. Agung tersenyum sebuah kue kecil dengan lilin beserta sebuah topi. Agung tahu itu untuk siapa.
“Terimakasih,” ujar Agung kemudian beranjak dari tempat itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
SHADOW
Yuk main bareng>>
2022-09-29
2
Jimmy Avolution
Sippp...
2022-09-19
1
Dwi ratna
sweet bgd km nggi, gmn agung gk klepek2 sm km
2022-09-12
3