Di sisi lain, seorang pria paruh baya nampak berjalan tergesa menuju sebuah bangunan indah, tempat itu bernama paviliun bulan, saat ini permaisuri dari kekaisaran ini jatuh sakit dan ia harus sesegera mungkin memeriksa keadaan sang permaisuri yang sudah jatuh koma sejak tiga hari yang lalu
si pria berjalan pelan mendekati ranjang yang sudah di tempati oleh seorang wanita berwajah begitu pucat, mata yang masih begitu setia terpejam, diam kaku seolah tak memiliki kehidupan, di sampingnya ada seorang pria paruh baya yang sedari tadi hanya bisa menatapnya dengan penuh cemas
"Bagai mana keadaanya tabib?" Ucap seorang pria paruh baya yang sedari tadi menatap gadis terbaring kaku itu dengan tatapan sendu, ia menatap tubuh lemah putrinya dengan tatapan sedih, ia bahkan tak menyangka, jika putrinya yang kuat dan tangguh seketika menjadi sosok yang bahkan jatuh sakit hanya karena kedinginan
"Keadaan yang mulia permaisuri sudah perlahan baik, namun saya menemukan benturan di kepalanya, bebatuan danau memang cukup berbahaya dan benturan itu cukup keras entah akan berefek atau tidak" Ucap sang tabib pelan, si pria paruh baya hanya menganggukkan kepalanya, dan setelahnya segera meminta pelayan mengantarkan tabib kembali, ia masih duduk di samping sang wanita yang masih setia dengan kediamannya
"Kau pasti mengalami banyak kesulitan Huang Er, maafkan ayah yang tak bisa menjaga mu, maafkan ayah yang tak bisa berbuat apa apa" Ucapnya sembari menggenggam tangan Amira dengan erat, Amira yang terbaring itu masih tetap diam, sebenarnya ia sudah sadar beberapa saat yang lalu, ia sempat bertemu dengan jiwa si pemilik tubuh ini, si pemilik tubuh hanya mengatakan jika ia adalah istri yang terabaikan, dan setelahnya ia menghilang begitu saja, saat itu bahkan ia sangat ingin mengutuk dan memarahi semua orang, bagai mana mungkin?, Bagai mana mungkin ia kembali menjadi orang yang di abaikan, di masa moderen ia di abaikan oleh kedua orang tuanya, namun di masa ini?, Ia di abaikan oleh suaminya sendiri, kemalangan benar benar tak mau menjauh darinya
"Huang Er, bukalah mata mu, Ayah tau kau gadis kuat, ayah tau jika kau tak akan kalah" Ucapnya lagi karena telah sedikit lelah berbaring, seperti biasa Amira adalah gadis yang banyak ide, ia mengerang pelan dan setelahnya di susul dengan mata yang terbuka
"Huang Er, syukurlah, syukurlah akhirnya kau membuka matamu" Ucap sang pria parpuh baya
"Xi Ling segera panggilan tabib" Ucapnya dengan cepat, gadis bernama Xi Ling langsung mengangguk dan segera meninggalkan kamar untuk memanggil tabib
"Kalian siapa?" Ucapnya dengan nada tanya, ia memang mendapat sedikit ingatan, namun bahkan hanya tentang ia yang terabaikan
"Huang Er, tenangkan diri mu tabib akan segera datang" Ucap sang pria paruh baya sembari mendekati putrinya, namun bahkan Amira berinsut menjauh, sang tabib masuk setelah memberi salam ia segera memeriksa keadaan sang ratu
"Bagai mana keadaanya tabib?" Ucap si pria paruh baya dengan cemas, Amira dapat melihat itu, ia merasa terharu, untuk pertama kalinya ada orang yang mencemaskan nya, ada orang yang menatapnya dengan penuh ketulusan dan kehangatan
"Keadaan yang mulia sudah membaik, jendral, yang mulia hanya perlu beristirahat lebih banyak" Ucap sang tabib pelan, ia mulai menuliskan beberapa hal dan menyerahkannya pada Xi Ling seperti biasa Xi Ling akan pergi untuk mengantarkan kertas tertulis tersebut ke balai pengobatan
"Lalu?, Kenapa?, Kenapa ia tak mengenali ku, kenapa dia bersikap aneh" Ucap sang pria paruh baya dengan tergesa, ia tentu menuntut jawaban, hatinya terasa sakit saat melihat sang putri dalam keadaan ini dan hal yang paling membuatnya hancur adalah saat sang putri mempertanyakan dirinya, menatapnya dengan tatapan ling lung seolah menghadapi orang yang asing
"Jendral, kepala yang mulia ratu sempat terbentur benda yang cukup keras, hal itu membuatnya kehilangan beberapa ingatannya"
"Apakah ini bahaya tabib?" Ucap sang pria paruh baya dengan cemas
"Yang mulia hanya memerlukan waktu untuk mengingatkan kembali ingatannya yang hilang" Ucap sang tabib pelan, sang pria paruh baya menggunakan kepalanya pelan
"Huh syukurlah"
"Baiklah Jendral, saya mohon diri" Ucap sang tabib yang di balas dengan anggukan pelan, setelahnya tentu saja sang tabib meninggalkan kediaman,
"Huang Er, jangan banyak berfikir dan jangan takut, ayah akan menjaga mu"
"Ayah?, Anda ayah saya?" Ucap Amira menaikan alisnya menuntut jawaban
"Benar, aku adalah ayah mu, Huang Er, adalah putri kesayangan dari jendral Li"
"Aggg" ia memegangi kepalanya pelan, ia merasa sedikit tak nyaman dengan keberadaan pria yang di hadapannya ini, namun ayah?, Apakah benar?, Benar pria di hadapannya adalah ayah?, Benar benar ayah?, Untuk saat ini ia belum bisa percaya, terlebih ia memiliki beberapa pengalaman buruk pada sosok yang di sebut ayah ini
"Ah, Huang Er, kau bisa beristirahat, ayah tak akan mengganggumu, tapi berjanjilah untuk menemui ayah saat keadaan sudah membaik, ayah benar benar tak bisa tenang jika kau seperti ini" Ucap si pria memeluk Amira, Amira hanya diam, ia memilih diam sembari menikmati pelukan hangat itu, pelukan tulus yang selama ini ia dambakan, pelukan yang bahkan mustahil ia dapatkan di masanya, untuk sesaat Amira merasa bahagia berada di tempat ini, namun entah lah, ia sendiri tak tau apa yang akan terjadi setelah ini, ia hanya perlu mempersiapkan diri dengan baik
"Maafkan saya karena tak bisa mengingat ayah, saya akan berusaha untuk mengembalikannya" Ucap Amira pelan, seperti biasanya ia bahkan menggunakan bahasa yang formal dengan Papa dan mamanya di masa moderen
"Baiklah, ayah akan pergi, semoga kau segera sembuh" Ucap si pria pelan dan melangkah meninggalkan kediaman sang ratu
"Dan kau?, Kau adalah pelayan pribadi ku bukan?" Ucap Amira pada seorang gadis cantik tak jauh darinya, gadis yang terlihat jelas menggunakan pakaian seorang pelayan, ia tak perlu banyak berfikir karena yang ingin ia ketahui akan ia dapatkan setelah ini
"Benar yang mulia" Ucap sang gadis dengan hormat, Amira mengangguk pelan
"Segera siapkan aku makanan, aku sangat lapar, dan kau berhutang banyak penjelasan pada ku, saat ini aku sedang lapar jadi tak ingin di ganggu oleh hal apapun" Ucap Amira ringan, ia menghela nafas pelan sembari berdiri dan bergerak menuju jendela, ia hanya bisa menghela nafas pelan, ia sudah tersesat dan itu adalah kenyataan
"Baik yang mulia" Ucap sang gadis pelan, dengan langkah ringan ia melangkah meninggalkan Amira sendiri,
"Huh, benar benar bertransmigrasi ternyata, banyak hal yang harus di selesaikan untuk mencapai sebuah kehidupan yang bahagia, seperti yang aku impikan selama ini, benar benar menyedihkan, aku sudah cukup menderita di masa lalu dan kali ini?, Semoga saja lebih baik dari sebelumnya, semoga saja" Ucapnya menghela nafas pelan, ia menatap suasana di sekelilingnya, bangunan klasik yang begitu kuno para pelayan yang berlalu lalang, salju yang masih setia melapisi tanah, ia menghela nafas pelan, semua benar benar nyata, dan ia tak bisa menolak jika ia ingin, saat ini ia hanya bisa pasrah dengan keadaan, di terima ataupun tidak pada kenyataanya ia sudah sampai di sini, ia harus bertahan, ia bukan takut mati, namun toh apa bedanya?, Di masa moderen atau di manapun semua tetap sama bukan?, Ia hanyalah objek yang terabaikan, namun seperti yang terjadi di masa lalu ia hanya akan melakukan apapun yang ingin ia lakukan, Tampa perduli dengan orang orang di sekeliling, jika suka silahkan jika tidak pun tak masalah, toh hidupnya bukan hanya untuk membuat orang meliriknya, ia akan bahagia dengan caranya sendiri
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments
Hasan
nah benar tuh dulu emang tidak ada yg menyayangimu tp untuk kehidupan yg sekarang ini semoga bisa mendapatkannya
2022-10-02
4