Wanita itu menatap bangunan setinggi tiga tingkat di depannya, satu dari beberapa hotel yang ada di pulau ini. Itu juga kalau bangunan semacam ini bisa dibilang sebagai hotel. Kalau ia mau jujur, kondominium milik kakek Busro bahkan lebih menarik dan terawat dibandingkan bangunan yang-- katanya hotel ini. Bahkan, cat dindingnya sudah terkelupas di sana-sini. Kalau semisalnya ia mendapat kabar bahwa pulau ini termasuk jalur gempa, maka ia tidak akan pernah sudi menginap di tempat ini.
Demi Tuhan… bangunannya mungkin memiliki beberapa retakan di sana-sini!
Rayya memejamkan mata, lalu menghirup napas panjang, berusaha mengembalikan pikirannya. Bukannya ia tidak memiliki alternatif lain, namun ia sendiri yang memilih untuk menolak tawaran basa-basi keluarga Busro untuk kembali ke daratan-- pulau utama dari provinsi ini yang memiliki puluhan hotel lebih layak dari tempat ini. Kalau ia mau, ia bisa menumpang salah satu helikopter yang sedang wara-wiri di atas sana dan disediakan untuk transportasi para keluarga Busro.
“Tidak, saya ingin kamu membuat itinerary perjalanan kita ke pulau itu dan sebisa mungkin, saya minta… kamu minimalkan interaksi saya dengan anggota keluarga Busro,” tukasnya tegas kepada Shanaz. Kontan asistennya itu, setelah bernapas lega mendapatkan kebaya pesanannya-- yang nyaris mustahil ditemukan, kembali dipusingkan untuk membuat rangkaian perjalanan termasuk akomodasi ke pulau yang semi terpencil ini.
“Ini kuncinya, Miss,” pekik asistennya tertahan ketika mendapati atasannya tengah melamun dan mengabaikan beberapa panggilan yang ia lakukan.
Rayya menatap ke arah kunci yang memiliki bandul sebuah plakat usang bertuliskan nomor 3B, mengingatkannya kalau ia harus menaiki tangga sebanyak dua tingkat karena kamar itu berada di tingkat paling atas.
Misalnya ini adalah hotel bintang lima, beberapa penempatan kamar mewah memang di tingkat tertinggi. Namun, di hotel yang seperti ini, Rayya berani bertaruh-- meskipun bertaruh itu dosa, hanya saja ia meyakini kalau kamar di tingkat tiga itu merupakan bagian dari penyiksaan yang ia harus terima.
Rayya menatap ke arah asistennya yang sedang menurunkan setumpuk barang dibantu oleh pengemudi yang ia sewa.
“Cuma ini hotel yang feasible, Miss,” tukas asistennya beberapa waktu lalu. Ia menekankan kata feasible yang bearti layak, seakan ia ingin memberitahu atasannya kalau dua hotel lainnya, yang tersedia di situs pesan online itu jauh dari kata masuk di akal untuk dipilih-- meskipun hotel ini pun agak terpaksa dianggap layak.
Rayya-- lagi-lagi, masih bisa memilih untuk menggunakan pengaruhnya dan mendapatkan kamar hotel atau akomodasi yang lebih baik. Namun, bukankah ia yang menginginkan untuk sesegera mungkin melepaskan bayang-bayang Busro? Karena itu, ia harus bisa membuktikan bahwa ia mampu menjalani kehidupan sebagai masyarakat biasa tanpa nama besar Busro.
“Kalau Miss menolak, Tuan Ibrahim….”
“Take it! Kita pesan kamarnya lalu pastikan kalau perjalanan kali ini, kita memakai transportasi umum,” titahnya mantap.
asistennya mengerjap mendengar perintah itu. Bukannya Rayya kelewat anti atau tidak pernah mau naik transportasi umum, hanya saja tujuannya kali ini pulau nun jauh di seberang sana. Pulau itu bukan daerah tujuan wisata. Itu artinya pulau itu semi terpencil bukan karena sengaja untuk dijaga keasriannya-- demi pariwisata, namun memang benar-benar mengalami ketertinggalan pembangunan. Jangankan bandara, satu-satunya transportasi penyeberangan dari ibukota provinsi yang disediakan hanya kapal Feri yang memiliki jadwal satu hari tiga kali-- lebih sedikit dari jadwal Rayya retouch skin care-nya.
Demi Tuhan!
Coba tolong, siapa pun, tolong bantu Shanaz untuk merayu Rayya, kali ini saja… mau menaiki helikopter milik keluarga Busro. Karena, bosnya pun mengerti kalau keputusannya ini akan mendatangkan banyak konsekuensi yang akan ia terima. Ia tahu bahwa keluarga Busro pasti akan berulah. Setidaknya, tinggal di hotel serba pas-pasan seperti ini bukan apa-apa.
Dari awal ia hanyalah anak panti asuhan yang sempat beruntung. Sempat beruntung karena diasuh oleh Ibrahim Busro, sempat beruntung menikahi pewaris utama keluarga kaya raya itu, meskipun memang, ia telah belajar bahwa bahagia selama-lama-lamanya itu tidak ada. Itu semua hanya dongeng yang diciptakan oleh industri film agar penonton terhipnotis menikmati kisah omong kosong buatan mereka.
Tepat ketika ia diceraikan oleh suaminya, maka detik itu pula Rayya harus bangun dari mimpinya. Ia kembali menerima kenyataan bahwa perannya di keluarga itu telah usai. Ia… bertahun-tahun dipersiapkan untuk mendampingi seorang Daus Busro, membangun keluarga itu, memastikan kalau perusahaan mereka tetap kokoh dari berbagai masalah. Tapi bagaimana mungkin ia menjaga keluarga serba rumit itu? Segalanya menjadi mustahil ketika rumah tangganya saja… bubar diterpa masalah. Hingga tadi pagi mereka-- Rayya dan asistennya mendapat pemberitahuan kalau kamar mereka dipindah ke lantai tiga.
Rayya berani menjamin kalau orang yang bernyali memindahkannya ke lantai teratas pasti keluarga Busro lainnya. Mereka berulah karena mereka mulai meremehkan Rayya. Mungkin mereka sengaja berpura-pura menyewa hotel ini, lalu memindahkan Rayya di lantai teratas sebagai sindirian. Betapa selama ini dengan kemampuan, kecerdasan dan keahlian Rayya, ia menduduki jabatan penting di perusahaan itu.
Ia menjadi kesayangan Tuan Ibrahim Busro. Ia bahkan memiliki kedudukan tinggi, punya andil untuk pengambilan keputusan… baik dalam urusan keluarga maupun perusahaan. Rayya memegang posisi strategis bahkan daripada tetua Busro lainnya. Menempatkannya ke lantai paling atas hotel ini bagai mengolok-olok Rayya. Ia mendapatkan kamar di lantai paling atas hanya untuk merasakan kesengsaraan mengingat hotel ini tidak memiliki lift pun tangga berjalan.
Tuhan pasti tahu kehidupan macam apa yang harus ia hadapi. Karenanya Rayya cukup tahu diri dan memilih untuk mulai menerima kenyataan ini. Ia hanya anak kecil yang diangkat sebagai cucu oleh Ibrahim Busro dan dipersiapkan untuk menjadi istri dari seorang Daus Busro.
Tapi ia gagal!
Tuhan tahu kalau ia telah gagal dan seperti yang diajarkan oleh kakek Busro bahwa di dunia ini, setidaknya di “dunia” maha mewah milik keluarga Busro, tidak ada kata kegagalan. Mereka tidak menerima orang-orang gagal. Maka ketika Rayya yang memang bukan siapa-siapa telah gagal menjalankan misi seumur hidupnya, ia diharuskan untuk pergi dan menyingkir dari daftar keluarga tersebut.
Bagaikan Cinderella yang dipaksa meninggalkan pun menanggalkan keajaiban ibu peri ketika jam dua belas malam tiba, Rayya diharuskan menanggalkan segala keajaiban itu ketika jam dalam kehidupannya berdentang. Bagaikan petir yang menyambar, bagaikan panas bertahun-tahun dihapus air hujan sehari, tepat ketika seorang Daus Busro mengirimkan berkas perceraiannya, menjatuhkan talaknya, maka menit itu juga Rayya harus kembali menjadi upik abu.
Tuhan tahu kalau ia rela menukar segala kemampuan, kecerdasan, beserta keberuntungan yang ia miliki hanya untuk mendapatkan cinta suaminya. Tapi nyatanya, pesta siang ini, pernikahan penuh tawa di sana tadi, membuka matanya bahwa Daus Busro sudah menjadi milik orang lain. Perjuangannya berpuluh tahun tidak berarti apa-apa dan tanpa statusnya itu, ia harus kembali menjadi bukan siapa-siapa.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments