Setelah pelarian yang terjadi membuat Temuo dan Silvanna kelelahan, mereka sekarang berada di dalam hutan. Satu kuda ditunggangi oleh dua orang, menyisir hutan mengikuti jalan setapak menuju desa Paliyan. Butuh waktu sehari perjalanan untuk sampai di desa.
Temuo tampak cemas, berharap dapat sampai tujuan sebelum malam, tetapi ia lebih mencemaskan kondisi Silvanna. Dari belakang memegang tangan kiri Silvanna, pikirannya berkecamuk, berpikir jika memilih menjadi penyihir atau seseorang yang memiliki sayap mungkin dirinya dapat terbang dan mengurangi kerusakan.
Dari belakang Temuo melihat wajah Silvanna tampak merah, mengira gadis berzirah itu pasti kesakitan menahan bahunya yang terkilir. Selama perjalanan mereka saling diam, ia merasa bersalah. Dirinya hanyut dalam lamunan, muncul sebuah ingatan saat membuat karakter sebelum terjun ke dunia ini, mengingat pertanyaan dari Dewi.
‘Petualang apa kau yakin?’
Di sisi lain Silvanna merasakan jantungnya berdegup sangat kencang, wajahnya memerah ketika tangan kirinya yang terkilir dipegang oleh Temuo. Meskipun hanya sebatas sentuhan, baginya ini pertama kali berkuda bersama seorang pria yang bukan siapa-siapanya dan dipeluk dari belakang. Dirinya berusaha mengendalikan diri agar tidak salah tingkah, tetapi malah membuatnya terlihat seperti menahan sakit.
Beruntung sebelum langit menjadi gelap, Temuo dan Silvanna bertemu dengan dua warga desa Paliyan yang sedang berpatroli tidak jauh dari desa. Temuo turun dan meminta pada dua pria itu untuk menuntun ke tempat desa Paliyan dan bersedia menolongnya. Mereka berempat akhirnya tiba ke desa dengan selamat. Sebuah desa kecil yang berisi 25 keluarga dengan total kurang dari 100 orang, yang berada di antara hutan dan di bawah kaki gunung Le Neral.
Dua pria tadi menuntun Temuo ke kediaman kepala desa. Sebelum menuju ke sana, Temuo meminta para penduduk untuk mengobati bahu Silvanna. Salah satu pria kurus mengajak Silvanna menuju ke tempat mantri untuk diobati.
Silvanna menolak halus tawaran dari si pria. “Bahuku sudah tidak terasa sakit lagi, terima kasih.”
“Apa kau yakin sudah baikan?” tanya Temuo melihat Silvanna yang mengangguk dengan senyum.
Sampai di depan pintu rumah kayu yang sedikit lebih besar dari lainnya, pria itu mengetuk pintu rumah kepala desa. Keluar seorang pria tua dengan perut buncit, beberapa rambutnya sudah memutih. Ia memerhatikan Temuo dan Silvanna lalu menatap pria tadi. Sebelum kembali berpatroli, si pria menjelaskan maksud kedatangan mereka, kepala desa mempersilakan masuk ke dalam rumahnya. Kepala desa memanggil istrinya dan menyuruh untuk mengambil minuman.
“Silakan duduk,” ucap kepala desa sambil melihat istrinya menaruh empat cangkir berisi teh hangat dan duduk di sampingnya. ”Namaku Taneo, kepala desa Paliyan. Dan sampingku ialah istriku, Pona.”
Temuo dan Silvanna memperkenalkan diri juga, kemudian menjelaskan secara rinci apa yang telah terjadi. Mereka juga menceritakan tujuan untuk mempersatukan seluruh ras, tetapi dihalangi oleh raja dan dikejar oleh para prajurit kerajaan.
Taneo dan istrinya saling memandang sejenak dan bertanya pada Temuo. “Apa kau tidak tau ada rumor tentang kalian berdua?”
Saat ini Temuo dan Silvanna saling bertukar pandang penuh keheranan. “Rumor tentang apa?”
“Pihak istana memberikan peringatan ke seluruh penjuru bahwa ada seorang ras hantu sedang mengumpulkan banyak ras untuk menjadi pengikut raja iblis. Orang itu bernama Ghost Temuo dan pengikutnya, kesatria cengeng yang tidak berguna, Silvanna Aroncollis.” Taneo menunjukkan poster buronan yang isinya jelas tertulis nama serta dengan julukan.
Ekspresi keterkejutan terlihat jelas di wajah Temuo, terutama Silvanna yang tidak terima dengan julukan yang ia dapat. Gadis itu menatap Temuo dengan mata berkaca-kaca. “Kenapa aku mendapat julukan aneh, aku tidak cengeng!”
Temuo tersenyum kecil dan membatin, “Aku tidak bisa menyanggah tentang sifat cengengnya.”
“Aku juga bisa berguna kok,” imbuh gadis itu yang terlihat akan menangis.
Temuo tidak menyahut perkataan Silvanna, takut akan terjadi kesalahpahaman, ia memutuskan mengalihkan pembicaraan ke pertanyaan kepada kepala desa. ”Maaf pak, jika kami buronan, apa kalian tidak takut dengan kami atau tidak akan menangkap kami?”
“Tenang saja nak, terlepas rumor itu benar atau tidak, kami percaya kalian orang baik,” jawab Pona tersenyum hangat, “Meskipun kami sedikit percaya tentang kesatria cengeng yang tidak berguna.”
Mendengar perkataan Pona yang lembut tapi menusuk, membuat Silvanna menangis keras dan lari menuju pintu terdekat. Semua orang yang ada di ruangan itu terheran-heran melihat Silvanna lari masuk ke dalam kamar Pona, beberapa saat kemudian Silvanna keluar dari kamar, berkata ‘maaf’ dan kembali duduk sambil menahan malu di samping Temuo.
Temuo berpikir ada yang tidak beres dengan gadis ini. Lalu Taneo menjelaskan alasan mengapa dirinya bersama istri, bahkan seluruh warga desa Paliyan tidak terpengaruh pada rumor dari sang raja.
Semua berawal sebelum Temuo tiba ke dunia Choisa, datang seorang pendeta wanita dari ras Naga di desa Paliyan, memberi kabar kelak akan ada seseorang utusan dewa yang akan mempersatukan seluruh umat. Ia juga memberitahu untuk tidak percaya berita buruk terhadap utusan tersebut. Dirinya juga mengaku sebagai pengguna Cap Dewa bernama White Dragon.
Kekhawatiran Temuo mereda setelah mendengar penjelasan dari Taneo. Ia juga mendapat tawaran dari pria tua itu untuk beristirahat di desa karena sudah larut malam. Melihat situasi saat ini dan kondisi Silvanna, Temuo menerima dan beristirahat sampai suasana membaik.
Berada di lantai dua milik kepala desa, Temuo duduk bersandar di jendela. Matanya memandang jauh keluar, mengamati beberapa rumah yang dihuni penduduk desa. Tak ada bangunan tinggi yang menghalangi rembulan, tidak seperti di dunianya dulu. Sebuah suasana yang menenangkan untuk beristirahat dari kejadian seharian.
Namun, pikirannya tidak dapat tenang, setelah mengetahui sang raja memberi fitnah tentang dirinya, menjadi buronan, melibatkan Silvanna yang tidak bersalah dan masih ada pertanyaan yang mengganjal dalam hatinya, akan jadi apa setelah mengumpulkan seluruh ras? Mendengar cerita dari Taneo, ia mendapat petunjuk bahwa di dunia ini ada pengguna Cap Dewa yang dihormati.
“Mungkin di sini pengguna Cap Dewa bisa disebut sebagai seorang pahlawan,” gumamnya lalu menatap Silvanna yang sudah terlelap di atas ranjang.
Temuo kembali menatap rembulan, tertegun beberapa saat lalu teringat tentang buku pemberian Dewi. Ia membuka portal berwarna putih, mengambil sebuah buku dan membukanya. Laki-laki itu terkejut, perhatiannya tertuju pada banyak tulisan yang sebelumnya belum ada saat pertama kali dibaca. Ia membaca secara seksama tulisan itu satu persatu yang hampir satu halaman penuh.
‘Mendapat 200 berlian.’
‘Mendapat senjata Pistol Revolver.’
‘Selamat! Terbuka senjata baru.’
‘Mendapat senjata Titania Bowgun.’
‘dst….’
Temuo berpikir ini adalah semacam sebuah pesan pemberitahuan seperti pada video gim, ia bertanya sendiri, “Tunggu, aku punya pistol? Bagaimana menggunakannya?”
Ia melanjutkan membaca halaman berikutnya, di bagian ini berisi berbagai informasi, petunjuk dan cara menggunakan senjata dan kemampuan. Pria koboi itu menyeringai kesenangan setelah melihat isi buku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
~Rui_Algard~
Lanjut besok
2022-10-14
1