Duduk berhadapan dengan Silvanna, Temuo menahan perih bekas tamparan di pipi sebelah kiri. Pria dengan raut wajah kesakitan itu memandang wanita berzirah perak yang menunduk menangis dan meminta maaf.
Temuo terdiam, melamun membayangkan bagaimana jika ia mendapatkan pukulan dari seorang perempuan muda yang baru saja mengalahkan buaya besar, sebuah tamparan saja seperti merasakan pukulan senjata tumpul.
“Aku minta maaf, aku tidak bermaksud melukaimu, tanganku bergerak secara reflek,” ucap Silvanna yang menangis sesenggukan.
“Sudah tidak apa-apa.” Temuo berusaha menenangkan Silvanna.
Dalam hati Temuo berkata, “Padahal seorang kesatria tapi kok cengeng.”
Setelah merasa sedikit tenang, Silvanna mulai bertanya kepada Temuo. “Kau sepertinya bukan dari sini, dari mana asal dan siapa dirimu?”
Temuo tidak langsung menjawab, ada beberapa jeda sebelum mulutnya terbuka. “Aku memang bukan dari sini, rumahku jauh. Oh ya, kau bisa memanggilku Temuo.”
“Oh, hai Temuo,” sapa Silvanna sambil meletakkan telapak tangan di dada bagian kiri. “Kalau boleh tahu, apa tujuanmu datang ke sini?”
Kemudian Temuo menjelaskan maksud kedatangannya, Silvanna menyimak dengan penuh perhatian.
“Sudah kuduga, dari penampilan seperti berasal dari daerah selatan dan tidak tampak terlihat ras manusia, ras apa kau?” Silvanna bertanya penuh antusias.
“Jadi ini maksud perkataan Dewi, mempersatukan semua ras. Sepertinya di Choisa Realm bukan hanya terdapat manusia saja, Aku penasaran apa di sini ada ras wibu.” Temuo berkata dalam hati sambil tertawa kecil.
“Ras wibu.” Temuo asal menjawab.
Silvanna memiringkan kepala, “Wi-bu? Apa itu ras terkuat?”
“Tentu, di tempatku berasal ras wibu yang terkuat, bahkan dunia ketar-ketir ketika para wibu sudah turun tangan.”
“Aku tidak begitu paham....” Silvanna berdiri membersihkan debu di bagian roknya. “Namun, sebagai permintaan maaf, izinkan aku mengantarmu ke istana tempat raja berada, mungkin beliau dapat memberikan bantuan.”
Temuo dan Silvanna menuju istana, setelah 30 menit berjalan kaki, mereka tiba di wilayah kerajaan Heavenly Lagon. Sebuah kota cukup besar yang dikelilingi tembok tinggi terbuat dari batu. Di sisi pintu gerbang ada dua prajurit yang bertugas menjaga, menyambut setiap pengunjung yang akan masuk.
Kerajaan ini terbagi beberapa bagian, dekat pintu gerbang adalah pasar atau tempat untuk berjualan berbagai benda dan makanan. Selanjutnya adalah bagian penjual senjata dan alat sihir. Lalu ada tempat akademis dan bar serikat, tempat ini dekat dengan istana. Tibalah Temuo dan Silvanna ke tempat tujuan, mereka berdua meminta izin bertemu dengan raja.
Di hadapan sang raja, Silvanna setengah berlutut sambil menundukkan kepala, Temuo mengikuti yang dilakukannya. Silvanna memperkenalkan Temuo dan menjelaskan maksud kedatangannya.
Sang raja menyuruh Temuo dan Silvanna bangkit. Ia memperkenalkan diri. “Salam petualang, aku adalah Raja Elgard Balloteli Xavir VII. Seperti yang kau lihat, aku penguasa kerajaan Heavenly Lagon.”
Temuo mengangguk, memandangi sang raja yang memiliki otot, tubuh ideal, tinggi badan yang disebut impian para lelaki. Ia menatap tangannya yang kurus dan pucat, mulai berpikir apa dirinya salah memilih karakter, lamunannya pecah ketika raja Elgard mengucapkan kata selanjutnya.
“Kau datang dengan tujuan meminta bantuan agar kerajaan membantumu mempersatukan semua ras.”
“Ya benar, Yang Mulia,” sahut Temuo.
Elgard menolak permintaan Temuo. “Maaf itu tidak bisa, kerajaan akan membantu jika itu menguntungkan juga bagi kerajaan….”
Temuo terkejut, memang hal wajar setiap perbuatan melihat itu menguntungkan atau tidak, tapi bukankah ini tugas suci? pikirnya.
“Dan apa yang akan kau lakukan setelah mempersatukan ras?” tanya Elgard.
Temuo terdiam, memikirkan perkataan Dewi yang meminta mempersatukan semua ras, tapi setelah berhasil, apa yang harus dilakukan selanjutnya.
“Apa kau akan membuat sebuah kerajaan yang berisi berbagai ras? Kau tau ada ras yang paling dibenci, dimusuhi, dan ditakuti?” Raja Elgard memberondong pertanyaan lagi.
“Tidak, yang kumaksud-”
“Mustahil mempersatukan seluruh ras tanpa ada korban nyawa,” tukas Elgard dengan wajah memerah.
Silvanna lalu melerai perdebatan sebelum pengawal raja menghampiri mereka berdua. “Kami mohon maaf atas ketidaknyamanan ini Yang Mulia, kami akan segera pergi.”
Silvanna menarik tangan Temuo agar segera keluar dari istana. Dari kejauhan, Elgard melihat mereka berdua pergi, ia mengangkat jarinya memanggil salah satu pengawalnya.
Elgard berbisik, “Perintahkan mata-mata mengawasi, jika perlu habisi ras busuk itu dari kerajaan.”
...***...
“Wah tadi sangat mendebarkan sekali, aku belum pernah melihat raja semarah itu,” ujar Silvanna.
Temuo tidak membalas perkataan Silvanna. Terlihat murung dengan apa yang telah terjadi barusan. Berada di depan bar serikat, Temuo menghentikan langkahnya, Silvanna menoleh ke arahnya.
Untuk mencairkan suasana Silvanna bertanya, “Apa kau tertarik dengan bar serikat pekerja?”
“Bar serikat pekerja?”
Dari dulu Temuo penasaran dengan bar serikat pekerja, pikirnya menjadi petualang, menaklukan dungeon, melawan monster dan mendapat hadiah adalah hal yang menyenangkan.
“Ya, kau bisa mengambil tugas dari serikat, melawan monster atau mengawal perjalanan saudagar dan mendapat hadiah.” Silvanna menjelaskan sambil menggerakkan jari telunjuk seperti seorang guru yang mengajar muridnya.
“Bagaimana cara menjadi anggota serikat pekerja?”
“Syaratnya mudah, mengisi formulir dan membayar biaya administrasi. Namun, aku sudah lama tidak aktif menjadi anggota,” imbuh Silvanna sambil menghela napas.
“Kenapa begitu?”
“Karena sebelum melakukan tugas, petualang harus memiliki senjata dan aku telah menjual pedangku untuk makan sehari-hari.” Silvanna meringis malu.
Temuo terdiam, ia paham yang dialami Silvanna. Karena dulu pernah merasakan masa sulit ketika tidak ada uang, harus bertahan hidup terpaksa menjual beberapa benda untuk sebungkus nasi. Sekarang ia tau kenapa Silvanna seorang kesatria yang tidak membawa senjata. Ya lebih baik begitu daripada harus menjual diri.
“Ngomong-ngomong soal senjata, senjataku di mana ya? Apa hantu tidak perlu memakai senjata?” batin Temuo.
Temuo ingin membalas kebaikan Silvanna yang telah menyelamatkannya dari buaya. Ia menawarkan bayaran jika Silvanna mau memandunya di dunia baru ini. Hal yang paling penting sekarang baginya adalah informasi, masih banyak hal yang belum diketahuinya.
“Bagaimana kalau aku membayarmu untuk mengajariku segala hal dan memberitahu informasi tentang dunia ini?” tawar Temuo.
Silvanna sedikit ragu, “Tapi… Apa kau punya uang? Maaf bukan menyinggung, dari penampilanmu seperti tidak punya apa-apa, bahkan senjata aku tidak melihatnya.”
Mendengar kata-kata yang dilontarkan Silvanna, membuat perasaan Temuo sedikit tertusuk. Temuo berusaha tersenyum dan berkata sambil mengeluarkan sebutir berlian, “Apa ini cukup? Aku harap dapat menyewa jasamu untuk waktu lama.”
Silvanna tercekat, “Apa kau sungguh-sungguh akan memberiku? 1 berlian itu setara 50 keping emas.”
Temuo mengangguk, berpikir seperti dugaannya sistem pembayaran di sini berbeda dari dunianya dulu. Tak masalah memberinya 1 berlian, untuk jasa yang ia dapatkan sepertinya sebanding, bisa menolong orang lain agar tidak tersesat jalan, sampai-sampai harus membunuh atau menjual tubuh hanya untuk sesuap nasi.
“Akan kulakukan yang terbaik untukmu, Tuan.”
“Tu-an?” Temuo mengerutkan dahi.
“Aku akan memberitahu segala informasi yang kau butuhkan, menjagamu dari bahaya, kalau perlu silakan pakai tubuhku sesuka hati.”
“Anu… Tidak perlu sampai segitu, aku hanya butuh informasi saja dan apa maksudmu ‘pakai’?”
“Kalau memaksa silakan tuan memandangi sepuasnya satu-satunya benda berharga yang kumiliki,” ujar Silvanna menahan malu sambil mengangkat sedikit roknya.
“Woi! sudah kubilang tidak perlu, lagian aku sudah pernah melihatnya. Sekarang antar aku ke tempat penjual senjata dan berhenti memanggilku tuan.”
“Baik Tuan. Ikuti aku!” Silvanna lalu memimpin jalan menuju toko senjata.
Temuo menghela napas dan menyusul perempuan yang penuh semangat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments