Sinta merasa nasibnya tidak beruntung. Bertransmigrasi ke tubuh seorang pelacur. Memiliki suami yang hiperseks.Mertua yang kejam.
"Kau harus bersyukur, anakku mau memungut dan menikahimu! Kau ingat itu!"
"Sebagai seorang perempuan, kehormatan itu harga mati. Jangan sampai ada yang tahu masa lalumu sebagai pelacur. Bisa habis reputasi keluarga. Tugas perempuan seputar sumur, kasur dan dapur."
"Belajar memasak, membersihkan rumah dan puaskan suami sehingga suamimu bisa menjadi suami yang baik. Tidak jelalatan ke sana sini. Tidak selingkuh ke sana sini. Jajan ke sana sini."
Mata Sinta memanas.
"Tidak usah cengeng! Kenapa kau menangis? Supaya mengundang iba?"
"Jangan menjual kesedihanmu!"
Bergantian kedua mertuanya mengomelinya.
"Aku tidak tahu apa yang dilihat anakku darimu. Tetapi apapun itu, aku ingin dia menjadi sosok yang bisa kubanggakan." Ayah Dean berkata dengan tajam dengan sorot mata marah.
"Kau jangan berani-berani kembali ke pekerjaan lamamu. Kalau sampai nama baik keluarga tercoreng karenamu kau rasakan saja akibatnya." Lanjut ayah Dean lagi dengan tatapan mengintimidasi.
"Kenapa kau bengong! Ke dapur dan bantu buatkan sarapan. Belajar menyiapkan semua keperluan suamimu." Ibu mertuanya yang selalu lembut kepada suaminya tetapi nadanya berubah kasar kepadanya.
"Baik pak, bu…."
"Panggil saja ayah dan ibu. Kau itu menantu bukan pembantu jadi jangan memanggil kami seolah kau bekerja disini."Tukas ibunya Dean.
"Baik, ayah dan ibu."
"Buat aku teh dan ayahmu kopi. Suamimu suka susu coklat hangat. Aku ingin salad dan suamiku suka roti bakar avocado cheese. Suamimu suka sarapan ringan seperti roti bakar coklat."
"Mengapa kau berdiri mematung? Tidak akan selesai semua kalau kau tidak bergerak untuk membuatnya."
"Aku menunggu kalau ada lagi yang akan kulakukan."
"Kau melawan atau menyindir atau bagaimana?"
"Aku…."
"Cepat ke dapur dan buatkam sarapan. Jangan bengong di sana!"
Sinta menganggukkan kepalanya dan memutar tubuhnya menuju dapur.
Mencari bahan-bahan yang dibutuhkan semampunya.
"Kau mencari apa?" Ibu mertuanya melintas ke dapur.
"Alpukat "
"Ada di meja makan! Sampai kiamat kau tidak akan menemukan di sana."
Sinta menutup kulkas dan berjalan menuju meja makan.
Ada semacam keranjang buah dan di dalamnya ada alpukat.
Dia juga mengambil roti beberapa lembar di atas meja.
Dia mulai mencoba membuat sarapan pagi. Ibunya yang selalu membuat sarapan pagi.
Sebenarnya dia tidak tahu apa yang harus dilakukan dengan semua bahan-bahan tersebut.
Air matanya kembali terjatuh. Dia sangat merindukan ibunya.
Seandainya aku tidak bertransmigrasi, aku masih bersekolah dan merasakan kehangatan serta kasih sayang ibuku….
Bu, aku sangat merindukanmu!
Di tengah kebingungannya. Seorang asisten rumah tangga berbaik hati mengajarinya.
"Terima kasih…."
"Ndak apa-apa, nyonya. Jangan berterima kasih sama saya. Harusnya saya yang membuat bukan nyonya."
"Tidak apa-apa. Ini kewajiban saya sebagai seorang isteri dan menantu. Terima kasih, ya, mbok…."
"Sama-sama, nyonya."
"Sehabis sarapan, bantu saya mengajari membersihkan rumah, bisa tidak mbok?"
"Bisa nyonya. Jangan sungkan."
"Terima kasih, mbok…."
Sinta menatap dengan pandangan berterima kasih.
Dean muncul terburu-buru. Pakaiannya belum dikancing dengan sempurna. Dasi masih melingkar di lehernya. Baju belum dimasukkan ke dalam celana dan belum memakai ikat pinggang.
"Kenapa kau hanya berdiri saja? Bantu suamimu merapikan dirinya."
"Baik,bu."
Sinta merapikan baju Dean. Setelah terpasang rapi, dia memasangkan ikat pinggang. Ketika dia ingin memasangkan dasi, ibu mertuanya berteriak.
"Kau bisa memasang dasi tidak?"
"Tidak, bu!"
"Pantas saja! Perhatikan aku!"
Ibu mertuanya mengajarinya memasang dasi sampai Sinta bisa melakukannya dengan baik.
"Dean! Jangan makan terburu-buru, tenang saja. Nanti kau tersedak."
Dean menganggukkan kepalanya. Meminum susu hangat coklatnya.
"Bersihkan mulut suamimu! Apa kau tidak lihat bekas kumis susu di sekitar mulutnya."
Sinta mengambil tissue dan mengelap mulut suaminya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments