Mobil meluncur ke luar dari kediaman madam Juwita. Sudah dikenal sebagai rumah bordil di lingkungan highclass dan eksklusif.
"Kita beli pakaian dulu pak, buat Nona Sinta."
Mobil meluncur ke tempat perbelanjaan mewah. Salah satu mall terbesar dan paling terkenal di kota mereka.
Supir menurunkan mereka di lobi mall. Dean dan Sinta bergegas turun.
"Wow! Besar sekali dan sangat mewah!"
"Ssstt! Jangan kayak orang udik begitu! Kita kan pernah ke sini."
"Masak? Kapan?"
"Memang pakaian-pakaian mewahmu beli dimana?"
"Mana aku tahu!"
"Sudahlah! Malas aku meladenimu. Ibuku menungguku di rumah. Ingin segera bertemu denganmu tapi kau tidak memiliki pakaian yang pantas untuk dikenakan. Salahku juga hanya membelikanmu pakaian seksi dan hot. Tapi, itu karena aku tidak berniat menikahimu. Kalau bukan karena warisan sialan itu! Aku masih bebas merdeka."
Dean menarik tangan Sinta dan membawanya masuk ke dalam sebuah butik dengan merek terkenal.
Mata Sinta nyaris terloncat melihat harga pakaian yang terdapat di tag price. Dia berbalik ingin keluar toko.
"Eh…Kau mau kemana?"
"Kau lihat harganya. Mahal sekali. Lebih baik ke tempat lain. Cari yang lebih murah!"
Dean mengejar Sinta dan menghadangnya.
"Kau ini kenapa sih? Kita harus beli baju yang pantas. Aku tidak ingin ibuku memiliki alasan menolakmu. Kau harus membantu dan bekerja sama denganku. Kau tidak usah memikirkan masalah harga. Aku tidak mungkin membelinya kalau tidak mampu membayarnya."
"Tapi baju-baju itu seharga motor. Mungkin kau bisa membeli emas atau tanah. Sesuatu yang lebih bernilai daripada pakaian? Banyak pakaian yang bagus dan keren. Harganya tidak semahal dan fantastis itu!"
"Kau akan jadi menantu keluargaku. Bagaimana aku menjelaskannya padamu? Begini saja, aku minta kau menurutiku dan sisanya kau jangan banyak berpikir. Bagaimana?"
"Baiklah! Tapi benar kau tidak ingin melihat ke tempat lain yang berpuluh-puluh kali lebih murah tapi tetap bagus kualitasnya. Lima ratus ribu sampai satu juta rupiah."
"Kita akan berbelanja pakaian rumah. Kau bebas memilih. Mau yang murah juga boleh. Nanti kutemani kau membelinya. Tapi ini pakaian ini digunakan untuk acara sosial, resmi dan keluarga."
"Terserah saja. Tapi aku sudah memperingatkan bahwa harga pakaiannya terlalu mahal."
"Kau tenang saja, ya? Ayo, kita masuk ke dalam."
Mereka masuk ke dalam butik mewah yang membuat Sinta risih.
Para staff yang melayani mereka sangat ramah. Tetap saja, Sinta merasa risih.
"Selamat siang. Ada yang bisa kami bantu pak dan ibu?"
"Saya mau membelikan pakaian, tas, sepatu juga jam tangan untuk tunangan saya. Tolong pilihkan yang terbaik."
"Baik, pak."
Staff toko membawakan pakaian berwarna hitam, putih, merah, hijau tosca, marun, navy dan cream. Sepatu, tas dan jam dengan warna senada.
"Coba kau coba satu-satu aku mau lihat."
Sinta masuk ke fitting room dan mencoba pakaian, tas, sepatu dan jam satu per satu.
Dean memilih pakaian yang terlihat elegan, sopan dan sophisticated.
"Aku tidak suka modelnya. Terlalu terbuka. Ibuku tidak akan menyukainya."
"Coba kau berputar. Kupikir pakaian ini sangat cocok denganmu. Aku ambil ini."
Mereka keluar toko membawa tas belanja dibantu staff toko.
"Kau membeli pakaian banyak sekali. Kupikir kau sudah bisa membeli rumah mungil dari pada kau habiskan untuk berbelanja pakaian."
"Kau jangan membuat malu keluargaku. Apa kau ingin berbelanja dengan ibuku?"
"Mengapa aku harus berbelanja dengan ibumu? Karena kau calon menantunya. Kalau pilihanmu buruk. Dia yang akan memilihkan langsung untukmu."
Sinta terdiam mendengar ucapan Dean.
"Kita pilih asesoris dulu."
Mereka masuk ke salah satu toko yang menjual asesoris. Mereka memilih asesoris sesuai warna-warna pakaian yang mereka pilih.
"Kau jadi berbelanja pakaian rumah?"
Sinta menganggukkan kepalanya.
"Tapi tidak disini. Ada tempat yang jauh lebih murah dan pakaiannya juga bagus-bagus."
"Baiklah, aku akan mengantarmu."
Sinta merasa lebih nyaman dengan mall pilihannya. Dengan bersemangat. Dia mencari dan memilih pakaian-pakaian yang disukai dan dibutuhkannya.
"Kita sudah memasuki sepuluh toko dan kau belum memutuskan memilih yang mana. Kakiku pegal." Keluh Dean.
"Kau sangat tidak sabar berbelanja. Kita harus lihat semuanya sehingga kita bisa tahu mana yang terbaik dan pas buat kita."
"Kita makan dulu. Aku juga haus nanti kita lanjutkan lagi."
"Sebentar aku lihat toko ini dulu ya? Setelah itu kita makan dan minum."
Sinta berkeling meneliti isi toko.
"Yuk, kita makan dan minum. Nanti kita lanjutkan lagi."
"Belum ada yang kau beli?"
"Aku ingin melihat lantai tiga dan empat dulu. Baru setelah itu akan kuputuskan memilih yang mana."
"Kau ingin belanja, menyiksa atau membunuhku sih?"
"Kau itu sangat tidak sabar."
"Sudah dua jam lebih kita berkeliling. Dua lantai kau teliti semua. Kupikir kau cocok menjadi staff YLKI daripada konsumen."
"Terserah! Berbelanja harus sabar. Kalau kau ingin mendapatkan yang terbaik. Harus sabar dan teliti. Jangan terburu-buru. Best deal. Best product. Best offer. Best everything!"
"Sudahlah! Aku kehausan dan kelaparan."
Mereka berjalan menuju food court. Memilih salah satu food station yang menjual makanan tradisional.
Ayam bakar, sayur asam, balado teri kacang, bakwan, tahu dan sambal. Es kelapa muda cincau.
Mereka mencari spot yang nyaman untuk mengobrol dan makan.
"Kakiku benar-benar sangat pegal." Dean menselonjorkan kedua kakinya.
"Aww!" Jerit Sinta.
"Kau kenapa?"
"Tulang keringku!"
"Maaf!" Dean kembali menarik kakinya.
"Kau juga meluruskan kaki?"
"Kakiku juga pegal."
"Kau nanti jangan nervous ketemu orang tuaku. Bersikap biasa saja. Bisa kan?"
"Aku loncat-loncat di sofa. Bagaimana?"
"Kau akan loncat-loncat di sofa?"
Pecah tawa Sinta.
"Aku hanya menggodamu karena kau terlalu nervous."
"Kau tidak tahu bagaimana orang tuaku. Bibit, bebet dan bobot sangat penting."
"Trus aku gimana?"
"Kau babat!"
"Babat?"
"Babat habis alias tancap gas!" Dean tertawa lepas.
Sinta ikut tertawa.
"Apakah orang tuamu tahu latar belakangku?"
"Aku sudah memberitahukannya."
"Mereka tidak keberatan?"
"Aku tidak peduli. Aku akan menjalani hidupku. Aku yang lebih tahu. Kau yang mengerti selera ranjangku."
Wajah Sinta seperti kepiting rebus.
"Kau bisa tidak jaga ucapanmu!"
"Tapi kan memang benar?"
"Kupikir, sebaiknya kau patuhi orang tuamu. Cari wanita yang sepadan denganmu."
"Urusan ranjang, kau yang paling sepadan."
"Kau benar-benar menyebalkan."
"Aku laki-laki. Sangat praktis. Hanya memilih yang sesuai dengan kebutuhan realku."
Sinta memandang Dean dengan raut wajah sebal.
"Apakah nilai wanita di mata kalian, lelaki hanya sebatas seksual?"
"Kalau kau berbicara isteri, pacar atau simpanan. Iya. Tapi kalau teman, sahabat atau saudara tentu tidak."
"Lelaki berselingkuh karena tidak terpuaskan masalah ranjang?"
"Salah satunya. Lelaki berselingkuh karena ****. Jawabannya, ya…."
"Seberapa penting **** untuk lelaki?"
"Ruh pada jasad."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments