Orang tua Dean tidak menunjukkan kegembiraan sama sekali menghadapi pernikahan putra mereka.
"Pernikahan seadanya saja. Kalau sampai ada yang tahu, calon isterimu pelacur bisa habis reputasi keluarga kita."
"Aku menikah siri saja?"
"Kalau nikah siri, bagaimana dengan cucuku? Seadanya saja. Kita undang hanya yang benar-benar kenal dekat dan baik dengan kita. Private party saja, bagaimana?"
"Terserah ayah saja."
"Kecuali kalau kau mau menerima calon yang kuajukan atau mengganti dengan calon lain yang bukan pelacur."
"Yah! Aku punya alasan kenapa aku memilih Sinta."
"Tapi dia seorang pelacur. Apa yang kau harapkan dari seorang pelacur?"
"Pelayanan prima di tempat tidur tentu. Apalagi yang menjadi kebahagiaan seorang pria?"
"Aku seusiamu, sibuk bekerja keras kalau tidak ingin kelaparan. Kau terlahir dari sendok emas kenapa seperti ini?"
"Yah! Kalau kau tidak terlalu keras padaku. Aku tidak mungkin menikahi Sinta atau siapapun. Kenapa aku tidak boleh mendapatkan warisanku begitu saja?"
"Karena itu yang disyaratkan kakekmu. Sudah tercantum di dalam surat wasiatnya. Kalau kau menolak maka warisan itu akan kembali ke harta keluarga."
"Baiklah! Kenapa suka sekali memaksa-maksa orang menikah? Menikah itu kan banyak pertimbangan."
"Tapi buktinya kau menikahi pelacur. Pertimbangan apa?"
"Aku sudah katakan, aku memiliki alasan sendiri."
Pernikahan Dean dan Sinta dilakukan secara privat. Hanya lima puluh tamu undangan dan benar-benar sangat terbatas.
Hanya mereka yang benar-benar sangat dikenal dengan baik seperti keluarga dekat dan sahabat.
Untuk para tetangga mereka hanya mengirimkan bingkisan makanan serta souvenir serta video musikal dan foto pre-wedding.
Hanya ketua Rt dan Rw yang diundang dalam pesta privat tersebut.
Dean tampak gugup. Sama sekali tidak pernah terbayang pernikahan di dalam benaknya.
Melepas kehidupan bebasnya sebagai lajang adalah seperti memutuskan hidup dan mati.
Sinta adalah pilihan yang tepat. Sinta sendiri berbalut dengan kebaya putih broken white dengan bordir yang sangat mewah.
Wajahnya terlihat sangat anggun dan cantik. Tidak ada seorang pun mengira bahwa Sinta adalah seorang pelacur.
Pernikahan dilakukan dengan sangat hikmat. Penghulu yang menikahkan mereka memberikan nasihat pernikahan.
Para tamu memberikan doa untuk kedua pengantin.
Barakallâhu laka wa jama’a bainakumâ fî khairin. Bârakallahu likulli wâhidin minkumâ fî shâhibihi wa jama’a bainakumâ fî khairin.
"Yang lelakinya tampan sedangkan perempuannya cantik. Sungguh serasi."
Sepeninggal para tamu. Sinta dan Dean memasuki kamar mereka.
Kamar dihias sedemikian rupa. Bernuansa broken white. Tempat tidur dihias dengan mawar putih, melati dan lily.
Dean menutup pintu kamarnya dan menguncinya.
"Akhirnya selesai semua ***** bengek melelahkan."
Dean langsung memeluk Sinta dan serta merta Sinta mendorongnya.
"Kau mau apa?"
"Sudahlah! Tidak usah pura-pura. Aku sudah tidak tahan. Kita lakukan sekarang!"
"Kau mau apa sih? Jangan mesum bisa gak?"
Dean meringsek maju berusaha membuka pakaian Sinta.
Sinta menepis tangan Dean.
"Jangan kurang ajar!"
"Aku suamimu! Kau yang durhaka!"
"Jaga sikapmu!"
Dean tidak mempedulikan perkataan Sinta. Mereka saling dorong. Tubuh Sinta kehilangan keseimbangan. Tubuh Sinta menimpa Dean.
"Woman on top?"
"Apa sih?" Sinta menduduki perut Dean.
"Aaawwwgghhhh…."
"Kau kenapa sih?"
"Perutku nyaris kempes kau duduki."
Dean berdiri dan kembali merengkuh Sinta.
"Ayolah! Aku sudah tidak tahan."
Mereka kembali main dorong-dorongan. Kali ini Dean limbung dan menimpa Sinta.
Dean tidak menyia-nyiakan kesempatan.
Dia berusaha mencium Sinta. Dengan sekuat tenaga Sinta mendorong tidak berhasil.
Beberapa saat kemudian.
"Tuuuuuuuttttttttttt…."
Disertai aroma busuk.
Dean langsung berdiri. Mendorong Sinta.
"Kau kentut ya?"
"Aku sakit perut!"
"Kau makan apa sih? Tempat pembuangan sampah?"
Dean kembali mencoba dan kali ini Sinta melemparinya dengan bantal dan guling.
"Tidur di luar atau aku akan berteriak!"
"Apa maksudmu berteriak?"
"Aku akan membuat keributan!"
"Suami isteri memang ribut dan kalau tidak ribut mereka artinya…."
"Jangan piktor!"
Sinta melempari Dean dengan semua yang ada di dekatnya dan Dean berusaha menghindar.
Sebuah vas bunga melayang nyaris mengenai wajah Dean.
"Kau gila!"
"Kalau kau masih mau bernyawa keluar dari kamar!"
Sebuah buku melayang mengenai kepala Dean. Dean mengusap kepalanya.
Sinta memegang gelas.
"Kau jangan gila!"
"Kau mau tidur dimana? Disini atau di luar?" Sinta bersiap melempar gelas yang dipegangnya.
Dean melihat wajah Sinta yang sudah siap melempar gelas ke arahnya.
"Ok! Luar!"
"Bagus!"
"Dasar wanita gila!"
"Tidak usah banyak bicara! Keluar!"
Dean beringsut keluar. Pintu ditutup.
Tidak lama pintu terbuka.
"Aku tau kau hanya berpura-pura. Playing hard to get!"
Bantal dan guling melayang mengenai wajah dan tubuhnya.
Beberapa saat kemudian sebuah selimut melayang mengenai wajahnya.
Pintu kembali ditutup. Dean beranjak berdiri membawa bantal, guling dan selimut menuju sofa ruang keluarnya yang luas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments