Khemm..!
Dehamam Ergan membuat Amelia mengangkat wajahnya menatap pria tinggi yang sedang berdiri pas dihadapannya.
"Kamu!" Pekik Amelia.
"Ia, ini aku. Kamu harus tanggung jawab dengan apa yang sudah kamu lakukan." Ujar Ergan tiba-tiba muncul dihadapan Amelia.
Saat Ergan melihat Amelia keluar dari rumah, ia jadi khawatir dan mengikuti Amelia dari belakang. Ia sempat berpikir kemana gadis itu akan pergi tengah malam begini hanya dengan berjalan kaki. Apa mungkin Amelia memiliki pekerjaan sampingan selain pramugari? apa mungkin Amelia wanita panggilan di pinggir jalan? karena penasaran ia segera mengambil jaket dan sendal, mengikuti langkah kaki Amelia tanpa sepengetahuannya.
Ergan sempat berhenti karena melihat Amelia berbicara dengan satpam, sikapnya yang ramah dan santun terhadap orang lain tanpa memandang status sosial membuat hantinya tersentuh. Ergan makin penasaran sebaik apa gadis ini?
Tunggu! tapi kenapa pada Ergan sikap Amelia berbeda?
Saat melihat Amelia di penjual nasi goreng, Ergan bernapas dengan lega, segala pikiran buruk yang ada dibenaknya kini menghilang terganti dengan kekaguman. Amelia sangat ramah pada semua orang termasuk penjual pinggir jalan dan juga satpam saat melewati pos.
"Tanggung jawab apa? Aku tidak punya urusan dengan situ." Tunjuk Amelia dengan dagu kemudian beralih ke layar ponselnya.
"Jangan pura-pura lupa, kamu masih muda tapi sudah pikun." Tegas Ergan.
Amelia berdiri dan berkacak pinggang dihadapan Ergan, matanya yang indah menatap nerta Ergan yang tajam. Entah punya keberanian dari mana Amelia menentang pria dewasa yang ia tidak kenal.
Ergan menyunggingkan senyum tipis yang tidak bisa Amelia lihat. Bukannya takut, ia malah tertawa dalam hati, gadis dihadapannya benar-benar lucu dan menggemaskan.
"Oh, yang kemarin? Sepertinya kamu baik-baik saja. Jadi untuk apa aku tanggung jawab?" Amelia memperhatikan kening Ergan. Bekas goresan kecil itu sudah mulai kering, hanya saja masih berwarna biru.
"Jadi seperti ini sikap seorang pramugari? Tidak meminta maaf setelah berbuat salah?"
"Oke, maaf Om. Puas!?" Kesal Amelia. Dengan terpaksa ia meminta maaf karena Ergan menyinggung pekerjaannya.
"Apa kamu bilang? Om?" Kesal Ergan. "Apa aku setua itu?" Batin Ergan.
"Iya, mau dipanggil apa lagi? Om memang lebih tua dari aku kan? atau mau dipanggil Mas, kakak? ih, ogah!"
Ergan menghela napas kasar. Bisa-bisanya Amelia memanggilnya dengan sebutan Om. Apa wajahnya memang sudah keriput? atau tubuhnya sudah tidak atletis lagi?
Ingatkan Ergan untuk bercermin saat pulang nanti.
"Aku belum memaafkan kamu! karena kamu tidak ikhlas melakukannya."
"Ihh, nyebelin banget. Aku juga nggak butuh dimaafkan. Sudah sana, jangan ganggu aku." Amelia menunjuk jalanan agar Ergan segera pergi kemudian kembali duduk.
Tapi bukan Ergan namanya jika dia akan menyerah begitu saja. Dia malah menarik kursi dan duduk di depan Amelia. Gadis dihadapannya semakin marah dan jutek, semakin membuatnya seperti memiliki mainan baru yang menyenangkan.
Amelia menatap Ergan yang dengan santai melipat tangan diatas dada, bersandar di kursi sambil menatapnya.
"Apa liat-liat?" Kesal Amelia dengan mata melotot.
"..."
Ergan tidak menjawab, entah mengapa ia sangat senang melihat wajah Amelia. Ia berpikir Amelia sangat cantik saat marah, apalagi jika tersenyum, pasti jauh lebih cantik.
"Neng, nasi goreng yang sambelnya banyak ada tandanya ya?" Jejen menyerahkan tiga kotak nasi goreng didalam kantong plastik.
"Oke, mang. Makasih, ini uangnya." Ujar Amelia tersenyum manis kemudian menyerahkan uang seratus ribu pada Jejen.
Jejen menerima kemudian mengambil uang kembaliannya. Harga nasi goreng Mang Jejen hanya dua puluh ribu satu porsi.
"Nggak usah dibalikin Mang, kembaliannya buat anak Mang Jejen aja." Amelia kemudian segera menyeberang jalan di ikuti Ergan di belakangnya.
"Ngapain kamu ikutin aku." Kesal Amelia berbalik menatap Ergan.
"Siapa yang ngikutin? Orang aku mau pulang." Sergah Ergan juga menghentikan langkahnya saat Amelia berhenti.
Amelia mendelik, memutar bola matanya malas. Ia mengerucutkan bibirnya kemudian menghentakkan kakinya lalu kembali berjalan, Ia merasa kesal karena Ergan terus mengikuti langkahnya.
Sampai di pos satpam, Amelia menyerahkan dua bungkus nasi goreng pada satpam.
"Mang, ini buat temenin jaga malam." Amelia mengeluarkan dua kotak nasi goreng kemudian menyerahkan pada Didit.
"Wah, rejeki nomplok. Neng Amel tau aja kalau kita sudah lapar. Makasih ya Neng."
"Sama-sama." Ujar Amelia lembut sambil tersenyum memperlihatkan lesung pipinya dikiri dan kanan.
Kedua satpam ikut tersenyum membuat mata Ergan melotot pada mereka. Senyum mereka pun seketika menghilang.
"Eh, ada Tuan Ergan, selamat malam Tuan." Sapa Didit menunduk, ia baru sadar jika Ergan berdiri tidak jauh dari Amelia.
"Malam." Singkat Ergan dengan wajah datar dan dinginnya.
"Apa Tuan butuh bantuan?" Tanya Edo gugup.
"Nggak." Jawaban yang sangat singkat, padat dan jelas.
Semua satpam yang berjaga di kompleks memang segan pada Ergan. Sikapnya yang dingin dan datar membuat mereka takut. Mereka tidak pernah berani menyapa apa lagi menatapnya. Biasanya jika mobil Ergan dan Tirta melewati pos, hanya Tirta yang membuka kaca mobil dan menyapa mereka.
Didit dan Edo merasa aneh dengan kehadiran Ergan. Baru kali ini Ergan keluar dari kompleks dengan berjalan kaki. Mereka jadi serba salah, menegur takut salah, tidak menegur juga tambah salah. Dan lihatlah sekarang, mereka jadi salah tingkah dan saling menyikut.
"Ada apa dengan kalian?" Tanya Amelia heran, kedua satpam itu tidak lagi banyak bicara seperti sebelumnya.
"Ng.. nggak apa-apa Neng! Mmm... Mau dianterin pulang nggak Neng?" Tawar Didit memberanikan diri.
"Nggak usah Mang, sudah biasa kok! Kalau ada apa-apa tinggal dipukul dan teriak." Tolak Amelia sambil melirik Ergan yang tetap berdiri dibelakangnya.
Didit dan Edo saling pandang memberi kode kemudian tersenyum seolah mengerti, mungkin Ergan sedang mendekati Amelia.
"Tuan mau kemana?" Tanya Didit.
"Pulang." Singkat Ergan.
"Oh, kebetulan Tuan, Neng Amel juga mau pulang. Barengan aja, kan rumahnya berhadapan! sekalian jagain neng Amel selamat sampai di rumah." Pesan Didit.
Edo langsung menyikut perut Didit. Temannya yang satu ini kadang lupa dengan siapa ia bicara. Secara tidak langsung ia menyuruh seorang bos besar untuk menemani Amelia pulang.
"Kamu ngapain suruh Tuan Ergan temenin Amel. Kalau dia nggak mau, kita bakalan dapat masalah." Bisik Edo.
"Aduh.. gimana ini, kamu benar. Kita bisa di pecat." Bisik Didit mulai gugup.
"Maaf bos, Didit memang suka salah bicara." Edo segera meminta takut menyinggung perasaan Ergan.
"Tidak apa-apa."
Bukannya marah, Ergan malah tersenyum penuh kemenangan. Secara tidak sengaja mereka mendukung Ergan berduaan dengan Amelia.
"Nggak, nggak usah. Aku pulang sendiri aja, malah lebih bahaya jika aku diantar pulang dengan dia." Tolak Amelia menunjuk Ergan dengan dagu kemudian segera pergi.
Ergan tetap mengikuti Amelia, mensejajarkan langkah kakinya dan berjalan berdampingan.
"Kamu nggak takut jalan sendirian tengah malam begini?"
"Nggak!"
"Kalau ada hantu atau orang jahat gimana?"
.
.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Ariana Rose
ergan modusz
2023-01-09
1