'BRAKK!' 'KRAAKKK!'
"Apaaaa!!!"
Terdengar suara gebrakan disertai retakan sebuah kayu disusul dengan teriakan seorang pria yang menggelegar penuh emosi memecah keheningan di sebuah kediaman sederhana nan minimalis berlantai 2.
Seorang pria paruh baya berusia sekitar 58 tahun meninju sebuah meja hingga terbelah menjadi 2 bagian, dihadapannya berdiri seorang laki-laki muda dengan wajah penuh bekas luka, rambut hitam kecoklatan dan mata biru yang indah berlutut sambil menundukkan kepalanya.
"Dasar bodoh! Apa yang ada dipikiran mereka?! Dasar tidak tahu diri!" Raung pria paruh baya iitu sambil menyumpah serapahi seseorang, dia adalah Damian Brawijaya yang saat ini tengah meluapkan emosi setelah mendengar laporan dari pria muda di hadapannya.
"Kau tidak perlu berlutut seperti itu, Albert. Bangunlah." Ucapnya pada Albert yang tengah berlutut dihadapannya, "Ini semua bukan salahmu, Nak. Kau tidak ada sangkut pautnya dengan semua ini." Lanjut Damian sambil menenangkan dirinya.
Albert menurut, pemuda tampan itu segera bangun dari acara berlututnya. Namun emosi Damian kembali memuncak saat seseorang masuk sambil membanting pintu ruangannya hingga engsel pintu malang tersebut nyaris copot.
'BRAAKKK!'
"Ayah ada apa?! Kenapa teriak-teriak heboh malam-malam begini? Apa Ayah mau mati?" Seorang pemuda tampan masih mengenakan seragam dokter dengan mata abu kebiruan yang tajam nan indah di bingkai alis tegas, kulit kuning langsat dengan rahang tegas, hidung sedikit mancung, rambut cokelat madu dengan tubuh tegap nan kokoh setinggi 176 cm yang berusia 21 tahun menerobos masuk dan langsung nyerocos dengan wajah tanpa dosa membuat Albert mendengus sebal.
"Kau mengharapkan ayahmu ini cepat mati, hah?! Dasar anak durhaka!" Maki Damian kepada pemuda itu yang dibalas dengan cengengesan.
"Lalu apa ada apa?" Tanyanya dengan tampang polos yang berhasil membuat kepala Damian berkedut kesal. Albert yang sedari tadi hanya bisa menonton drama ayah dan anak ga ada ahklak tersebut.
"Albert ceritakan pada cecunguk ini. Entah kenapa darahku selalu mendidih saat berhadapan dengannya." Titah Damian sambil menyindir pemuda yang bernama Joshua Alandero Mahardika Brawijaya, putra semata wayangnya yang selalu membuatnya kesal.
.................
Setelah mendengar cerita Albert, suhu ruangan mendadak terasa panas. Terlihat bara api berasal dari lantai yang dipijaki oleh Joshua merambat di sekitar pemuda itu, menyebabkan Albert berlutut karena tidak kuat menahan tekanan yang dikeluarkan oleh Joshua.
Damian menyadari hal itu setelah melihat cahaya bewarna merah bersinar di punggung tangan pemuda itu disusul tatto berbentuk Phoenik api. Hingga bara api itu membesar dan...
'DUAARRR!!’ 'BLAARRR!’ 'PRAANGG!!'
Sebuah lubang tercipta di dinding ruangan milik Damian. Terlihat Joshua menggeratkan rahangnya menahan emosinya yang memuncak.
"Dasar tidak tahu diuntung! Akan ku bunuh mereka!" Dia berteriak marah sambil menghunuskan pedang yang membara ke arah lubang tersebut.
Joshua menyarungkan pedangnya kembali dan sebuah gagang samurai mendarat manis di kepalanya.
'Pletak'
"Bedebah! Kenapa kau memukulku?" Tanya nya marah saat melihat Albert menjitak kepalanya.
'Pletak!' ' Pletak!'
Bukannya berhenti, Albert dengan santainya kembali menjitak kepala Joshua dengan gagang samurainya tanpa rasa bersalah atau apapun dan berkata dengan dingin, "Kalau kau emosi begitu bagaimana caranya kau menghadapi mereka? Setidaknya tenangkan dirimu dan pikirkan caranya, bodoh!"
Joshua terdiam mendengar perkataan Albert dan mengusap kepalanya yang terkena belaian kasih sayang dari gagang katana pemuda itu.
"Albert, kami menyerahkan semuanya padamu." Ucap Damian sambil menepuk-nepuk punggung pemuda itu.
"Baik, Tuan."
⚛️⚛️⚛️⚛️
Sang rembulan telah kembali ke peraduannya dan digantikan oleh sang surya yang menyinari bumi dengan cahaya malu-malunya diiringi dengan nyanyian merdu burung-burung yang bertengger di dahan pohon sekitar kediaman Anderson.
Sinar matahari pagi menerobos masuk melalui celah gorden membuat sang pemilik kamar yang masih tergulung nyaman dalam selimut mengernyit karena terganggu dengan silaunya cahaya yang menerobos masuk. Perlahan tubuh mungil itu menggeliat sebelum akhirnya membuka mata. Tangan mungilnya mengucek-ngucek matanya yang masih terasa sepat.
Gadis itu meregangkan tubuhnya sejenak guna melemaskan ototnya yang terasa kaku lalu segera merapikan kamarnya. Setelah memastikan kamarnya terlihat rapi, dia segera beranjak menuju kamar mandi membersihkan diri.
Beberapa saat kemudian gadis itu keluar dengan keadaan yang lebih segar walaupun wajahnya dihiasi beberapa luka yang diakibatkan oleh ibu kandungnya sendiri.
Ran segera mengambil kotak obat yang tersimpan dibawah tempat tidurnya. Dengan telaten gadis kecil itu mengobati luka di beberapa tempat yang terdapat di wajahnya lalu menutupnya dengan plaster luka.
Gadis itu mematut diri di depan cermin sambil menyisir rambutnya. Terlihat pantulan dirinya dengan wajah bulat yang imut, pipi sedikit chubby yang membuat siapapun ingin mencubitnya karena gemas, mata biru gelap, rambut hitam legam dengan beberapa helai yang bewarna biru cerah. Sangat berbeda dengan keluarga Anderson yang memiliki rambut bewarna hitam dengan mata cokelat gelap ataupun keluarga Brawijaya yang memiliki mata biru dengan rambut hitam. Bahkan fitur wajahnya sedikit menyerupai sang ibu.
"Apa karena ini mereka membenciku?" Gumannya lirih. Tidak mau berlama-lama memikirkan hal yang tidak perlu, gadis kecil itu segera menyudahi kegiatannya dan merapikan kotak obatnya dan beranjak menuju ruang makan mengingat perut kecilnya sudah berbunyi minta diisi.
Saat tiba di ruang makan, dia tidak melihat anggota keluarganya disana. Gadis kecil itu mengedarkan pandangannya menyusuri ruangan itu dan memutuskan bertanya pada salah satu maid yang sibuk dengan tugasnya.
"Bibi, dimana ayah, ibu dan kakak?" Tanyanya dengan sopan.
"Mereka baru saja keluar, nona. Ada yang bisa saya bantu?" Jawab maid itu dengan nada lembut.
"Tidak, bi. Terimakasih." Setelah berkata demikian Ran segera bergegas menuju meja makan dan menyingkap tudung saji, namun dia tidak menemukan makanan yang tersisa untuknya.
Tidak patah semangat, Ran segera berlari menuju kulkas yang berada di dapur dan mengambil sebuah roti serta sekotak susu guna mengganjal perutnya yang kelaparan. Gadis itu makan dengan lahap mengingat sedari kemarin malam perutnya tidak terisi apapun.
Ketika dirinya hendak berbalik, terlihat seorang maid menatap dirinya dengan marah dan menjambak rambutnya sambil memaki, "Dasar pencuri kecil! Beraninya kau mencuri makanan!"
Ran hanya bisa menangis karena kuatnya jambakan maid tersebut. Tanpa ampun maid itu memukul Ran dengan membabi buta.
Mendengar keributan yang diciptakan oleh maid itu serta teriakan kesakitan Ran menyebabkan beberapa pelayan menghampiri mereka dan berusaha melerainya.
Namun usaha mereka sia-sia karena maid itu enggan melepaskan cengkramannya pada Ran, hingga akhirnya sebuah suara bernada datar dan dingin menghentikan kegiatannya.
"Apa yang kau lakukan?"
Maid itu segera melepaskan cengkramannya dengan kasar, menyebabkan kepala Ran menghantam lantai dengan keras hingga terdengar bunyi 'duk' yang nyaring. Hingga akhirnya Kirania tergeletak tidak sadarkan diri.
"Aku hanya memberi pencuri kecil itu pelajaran, apakah itu salah?" Jawab maid itu dengan pongah, sedangkan maid lainnya segera menundukkan kepalanya.
"Alex, bawa dia ke rumah sakit." Titah pria itu kepada seorang pria berwajah sangar. "Pastikan keadaan nona baik-baik saja atau kita akan mendapat masalah nantinya." Ujar pria itu sambil melirik tajam maid tersebut yang kini bergetar ketakutan.
"Kalian semua bubar!" Titahnya dengan tegas. Mereka semua segera membubarkan diri melanjutkan tugas mereka yang tertunda, meninggalkan maid itu seorang diri.
Alex segera membopong tubuh gadis malang yang tak berdaya menuju rumah sakit.
'Nona, kumohon bertahanlah' Batinnya cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments
veronicarismaa1
okeee ceritanya fresh.
2022-10-04
1
Erni Sari
sabar tidak baik ambil tindakan yang terburu buru
2022-10-03
1
Erni Sari
astaga serem juga ya suaranya
2022-10-03
1