❦︎❦︎❦︎
Thalita. Nama lengkapnya Thalita Saputri Wijaya adalah seorang gadis cantik, yang baik hati, sopan, dan ramah pada siapa pun. Selain memiliki kecantikan yang diidam-idamkan setiap cewek, Thalita juga mempunyai kepintaran di bidang akademi. Terutama pelajaran yang berhubungan dengan hitung menghitung. Siswi kelas 11 IPA 3 itu sering kali mendapatkan rangking satu di kelasnya. Cewek yang paling pintar di kelasnya sejak dia masih kelas 10. Dia satu kelas dengan Denathan. Dia juga termasuk teman dekat Denathan.
Sekarang Thalita dan Denathan sedang mengobrol seperti biasanya, bersama dengan Tia, Denok, dan Renita. Kelima cewek itu asyik dengan obrolan yang sedang mereka bahas.
"Asli deh, gue tadi nggak sengaja pas-pasan sama Natan," kata Denok.
"Terus?" ucap Renita.
"Ternyata Natan itu ganteng banget, kalau dilihat dari jarak dekat," jawab Denok sambil menyentuh kedua pipinya dengan telapak tangannya yang lebar.
"Hahah, baru tau kalau Natan tuh ganteng?" ejek Renita.
"Sebenarnya gue udah tau, tapi baru tadi gue lihat Natan dari jarak deket," jawab Denok.
"Denathan yang ketemu Natan tiap hari aja, biasa aja tuh," balas Tia yang duduk di sebelah Thalita.
"Ya, kan, Natha udah biasa lihat wajah Natan. Sedangkan gue baru kali ini lihat dari jarak deket," jawab Denok sambil beralih melihat Tia.
"Natan emang ganteng, namanya juga cowok," kata Denathan yang duduk di depan meja Tia dan Thalita.
"Ih, tapi gantengnya itu kayak nggak biasa gitu. Gantengnya kayak unreal, nggak nyata gitu," balas Denok.
"Alay lo!" Tia mengejek Denok.
"Bodoamat!" balas Denok sembari membuang muka ke arah lain.
"Udah deh, lo semua jangan bahas Natan. Bahas yang lain, kenapa," ucap Renita.
Thalita berdiri, membuat teman-temannya menoleh ke arahnya.
"Mau ke mana, Tha?" tanya Renita.
"Gue mau ke toilet, bentar, kok," jawab Thalita.
"Gue ikut. Kebetulan gue juga mau ke toilet," sahut Denathan yang kemudian ikut berdiri.
"Ya udah, ayo deh." Thalita pun menggandeng tangan Denathan.
Kemudian mereka berdua berjalan keluar kelas secara bersamaan. Mereka melewati koridor sekolah yang sepi karena sekarang waktunya jam pelajaran, tapi di kelas mereka belum ada guru yang datang. Kata lainnya jam kosong.
Sesampainya di toilet perempuan, Denathan dan Thalita masuk secara bersamaan.
"Lo toilet sebelah sini, gue di pojok aja," kata Denathan sambil menunjuk toilet yang di pojokan.
"Toilet sebelah sini, kan, kosong. Kenapa lo ke pojokan?" tanya Thalita seraya menunjuk toilet di sebelahnya.
"Udah, lo nggak perlu tau," jawab Denathan yang kemudian melangkah menuju ke toilet yang ada di paling pojok.
"Aneh ih, Denathan," kata Thalita. Dia tidak memedulikan Denathan dan segera masuk toilet di depannya.
Denathan sebenarnya tidak masuk ke toilet, dia sedang berbicara dengan arwah siswi yang mati di sini gara-gara bunuh diri. Jangan heran, selain tomboi dan bersikap layaknya laki-laki, Denathan juga mempunyai indra keenam. Dia bisa melihat, berbicara, dan berkomunikasi dengan makhluk halus. Kemampuannya itu diturunkan oleh neneknya yang sudah meninggal sejak Denathan masih bayi. Sikapnya yang pemberani itu karena ada khodam berwujud perempuan tua yang bersemayam di tubuhnya. Khodamnya itu bernama Nyi Wayan.
Selesai dengan kegiatannya di toilet, Thalita memutuskan untuk segera keluar. Dia tidak ingin berlama-lama di dalam toilet. Thalita heran ketika melihat Denathan seperti berbicara dengan seseorang di pojokan.
"Denathan udah gila kali ya, ngomong sendiri, di pojokan lagi," ucap Thalita.
"DENATHAN!" Thalita memanggil Denathan.
Seketika membuat Denathan terkejut. Cepat-cepat gadis itu menoleh ke arah Thalita.
"Iya, kenapa?" Denathan berjalan mendekati Thalita.
"Lo ngapain ngomong sendiri di sana?" tanya Thalita dengan nada tidak santai sambil menunjuk tempat Denathan tadi.
Denathan melirik sekilas ke arah pojokan. Mampus gue ketauan, batinnya. Dia kemudian menatap Thalita.
"Hmm, gue, gue tadi..." Denathan diam sebentar mencari alasan yang tepat. Akhirnya dia menjawab, "Oh ya, gue tadi, biasa ... chat-an sama Natan."
"Chat-an?" Thalita mengerutkan kening.
"Iya."
"Ya kalau chat-an. Lo, kan, bisa di sini. Ngapain di pojokan sana?"
Denathan tertawa pelan lalu berucap, "Ooh itu, gue tuh tadi cari sinyal. Di sini sinyalnya kurang, eh ternyata di pojokan sana sinyalnya kuat." Kemudian Denathan terkekeh pelan.
"Beneran lo?"
"Ya beneran. Masak gue bohong sih."
"Ya udah deh. Ayo balik ke kelas." Thalita sebenarnya tidak sepenuhnya percaya dengan alasan Denathan. Tapi dia juga tidak ingin memikirkan hal tidak penting itu.
Ah bodoamat, batin Thalita.
❦︎❦︎❦︎
Sekarang sudah waktunya istirahat kedua. Semua siswa mulai dari kelas 10 sampai kelas 12 bersama-sama keluar kelas. Tapi ada juga murid yang masih di dalam kelas. Terutama murid yang membawa bekal makanan sendiri. Contohnya seperti Denok, Renita, dan Tia. Mereka bertiga selalu membawa bekal. Ketiga cewek itu jarang ke kantin. Kalau pun ke kantin, mereka hanya membeli minuman atau makanan ringan. Berbeda dengan Denathan dan Thalita yang tidak membawa bekal.
"Gue laper deh jadinya lihat kalian bawa bekal," kata Thalita saat melihat ketiga temannya memakan bekal masing-masing.
"Oh lo mau, Thal? Sini, makan bareng sama gue," kata Renita sambil menawarkan makanan kepada Thalita.
Denok menyela, "Sama gue aja. Makanan gue lebih banyak."
"Kok lo ikut-ikutan sih!" Renita kesal.
"Biarin. Makanan gue banyak. Jadi bisa dibagi sama Thalita," jawab Denok.
Denathan berinisiatif mengajak Thalita ke kantin. Kebetulan juga perempuan itu sedang lapar.
"Thal, mending ke kantin sama gue aja. Yuk!" Denathan kemudian menggandeng tangan Thalita. Lalu mereka berdua berjalan keluar kelas.
"Thalita. Lo nggak mau makanan gue!?" Denok berteriak kepada Thalita.
Thalita menoleh ke arah Denok. "Nggak. Lo makan aja! Gue ke kantin sama Dena!"
❦︎❦︎❦︎
"Gue boleh duduk di sebelah lo?"
Thalita menoleh ke seorang cowok yang mengajaknya bicara. Thalita membeku ketika melihat wajah cowok itu yang ternyata adalah Natan. Jujur saja, Thalita sudah menyimpan rasa suka kepada Natan sejak mereka masih kelas sepuluh. Tapi sampai sekarang Thalita tak berani mengungkapkan perasannya.
Thalita mengangguk dengan kikuk. "Oh ya boleh." Kemudian cewek itu menyuruh Denathan bergeser. "Natha, lo geser ke sana dikit."
"Iya." Denathan kemudian menggeser posisi duduknya. Dia sekarang duduk mepet tembok. Tempat duduknya jadi sempit dan dia tidak bisa bebas bergerak.
Setelah itu Natan yang membawa semangkok bakso, duduk di sebelah Thalita, tapi sedikit diberi jarak.
Denathan mengajak Natan bicara. "Natan, lo bisa pindah tempat duduk gak sih?"
Natan menoleh ke arah Denathan. "Emang kenapa gue duduk di sini?"
"Tempat duduk gue jadi sempit. Gue nggak bisa gerak bebas gara-gara lo," ucap Denathan.
Natan tertawa pelan ketika menyadari Denathan duduk mepet tembok. Terlihat lucu di mata Natan. Hal itu membuat Thalita ikut tertawa tapi ditahan.
"Malah ketawa lagi lo. Duduk di depan Thalita, kan, bisa." Denathan menunjuk satu kursi kosong yang ada di depan Thalita.
"Iya gue pindah." Kemudian Natan beralih duduk di kursi itu. Dia menarik mangkuk berisi bakso itu ke arahnya. Lalu melanjutkan makan.
"Thalita, lo geser." Denathan menyuruh Thalita bergeser. Setelah itu Denathan berbicara, "Nah kalau gini, kan, enak. Tempat duduk gue jadi longgar."
Thalita tambah kikuk saat melihat Natan duduk tepat di depannya. Meski dibatasi oleh meja, tapi tetap saja Thalita merasa wajah Natan sangat dekat.
Thalita jadi tidak fokus makan mie ayamnya. Dia malah menatap Natan yang sedang menikmati baksonya. Jantung Thalita berdetak tidak karuan, seperti ada sesuatu yang membuatnya berbunga-bunga. Apalagi cowok yang dia sukai, sekarang tepat di depannya.
Natan mendongak saat sadar, Thalita memperhatikannya. "Kenapa lihatin gue terus?"
"Ahh, enggak apa-apa." Thalita pun cepat-cepat menunduk dan segera memakan mie ayamnya.
Thalita membatin dalam hati. Gue malu banget.
❦︎❦︎❦︎
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Nicky Nick
heee nathan pdkt ma talia niih
2024-11-08
0
MrB
wkwk
2023-05-24
0