Malam ini adalah malam pertama untuk Sadiyah dan Kagendra tinggal hanya berdua saja di bawah atap yang sama.
Kagendra sudah bersiap untuk tidur. Ia memakai kaos oblong warna putih dan celana training bahan kain. Kagendra tidak suka memakai piyama. Jika ia tidur sendiri, seringnya ia akan tidur dengan bertelanjang dada saja. Karena sekarang ia akan tidur bersama Sadiyah di atas kasur yang sama, ia berpikir jika istrinya tidak akan nyaman jika ia tidur bertelanjang dada.
Sadiyah sudah mengganti pakaiannya dengan piyawa motif kartun yang lucu. Karena malam ini ia akan tidur bersama dengan Kagendra, ia tidak memakai daster kesukaannya yang memang berukuran sebatas betis dengan tangan pendek lebar sebatas lengan atas. Sadiyah khawatir jika memakai daster, dasternya itu tersingkap tak sengaja karena gaya tidurnya yang sedikit barbar.
Sadiyah masih mengenakan jilbab ketika akan tidur. Melihat itu, Kagendra merasa sedikit kesal karena istrinya masih saja memakai jilbab ketika sedang berdua saja dengannya.
“Buka jilbab kamu?” perintah Kagendra.
“Eh…” Sadiyah kaget dengan perintah Kagendra yang tiba-tiba.
“Kamu sudah halal buat saya. Tidak berdosa jika kamu membuka dan memperlihatkan aurat kamu di hadapan suami kamu. Saya yakin kamu lebih paham tentang hal tersebut,” sindir Kagendra.
“Baik, A.” sahut Sadiyah lirih.
Sadiyah mulai melepaskan jilbab instannya dengan perlahan. Setelah jilbabnya terlepas, ia melipat jilbab itu dengan rapi dan menyimpannya di atas nakas.
“Simpan jilbab kamu itu di keranjang cucian. Sekali lagi saya tegaskan kalau saya mau kamu tidak memakai jilbab jika sedang bersama saya. Paham?” perintah Kagendra tegas.
“Baik, A.” Sadiyah menganggukan kepala dan berlalu menuju kamar mandi untuk menyimpan jilbabnya yang masih bersih itu di keranjang cucian.
Setelah Sadiyah berlalu dari hadapannya, Kagendra menyunggingkan bibir dan tersenyum puas.
“Huh, dasar neat freak. Ini kan jilbab masih baru, tapi seenaknya saja dia main perintah, menyuruh menyimpannya di keranjang cucian. Pemborosan air dan detergen saja,” gerutu Sadiyah di dalam kamar mandi.
“Ah bodo amat deh, yang beli detergen dan bayar air kan pakai uang dia.” Sadiyah berusaha untuk mengontrol emosinya.
Sadiyah keluar dari kamar mandi dengan rambut yang tergerai hingga melewati bahu. Rambutnya tebal dan lurus jatuh berwarna gelap agak kecoklatan. Kulit lehernya berwarna cerah dan bersih sama dengan wajahnya yang cerah tetapi terkadang muncul jerawat kecil jika ia sedang mendapatkan siklus menstruasinya.
Kagendra terpaku hingga lupa mengedipkan mata menatap wajah gadis yang berdiri di hadapannya. Ini pertama kalinya ia melihat Sadiyah tampil tanpa menggunakan jilbabnya.
“Sangat cantik,” puji Kagendra dalam hatinya. Matanya masih belum lepas menatap Sadiyah yang berjalan sambil sedikit menunduk.
Seperti menangkap radar dari tatapan Kagendra, Sadiyah menatap Kagendra dan dengan seketika pula Kagendra memalingkan wajahnya. Jantungnya berdebar lebih cepat, tidak seperti biasanya.
“Cepat tidur!” bentak Kagendra untuk menutupi debaran jantungnya.
“Iya, A.” Sadiyah segera berjalan menuju tempat tidur.
“Jadi kamu tidak akan tidur di lantai?” sindir Kagendra untuk menggoda Sadiyah yang tadi sempat menawarkan diri untuk tidur di lantai menggunakan kasur lipat.
“Aa mau saya tidur di lantai?” tanya Sadiyah kesal.
“Saya cuma bercanda. Cepat tidur!” perintah Kagendra. Ia mematikan saklar lampu kamar dan menyalakan lampu tidur.
“Kamu bisa tidur dalam gelap, kan?” tanya Kagendra.
“Iya, A. Biasanya saya juga tidur dengan lampu yang padam,” sahut Sadiyah.
“Bagus.” Kagendra mematikan lampu tidurnya dan seketika kegelapan menyelimuti mereka. Hanya ada cahaya lampu dari balkon.
Tengah malam Kagendra terbangun dari tidurnya. Ia melihat jam weker di atas nakas yang menunjukkan jam satu malam. Kagendra adalah tipe orang yang mudah terbangun dengan suara atau gerakan sekecil apapun. Ia terbangun karena merasakan gerakan gerakan kecil yang ditimbulkan oleh Sadiyah.
Kagendra menyalakan lampu tidur dan menatap wajah Sadiyah yang sedang tertidur lelap. Kagendra melihat gerakan tubuh Sadiyah yang naik turun karena bernafas dengan konstan dan lambat. Ia yakin jika Sadiyah tidur dengan nyaman.
Tangan Kagendra terangkat menyentuh wajah Sadiyah lalu mengelus pelan wajah Sadiyah dan menyampirkan anak rambut Sadiyah ke belakang telinga.
“Kamu baik dan cantik. Andai saja belum ada seseorang yang mendiami ruang hatiku, mungkin kamu yang akan mengisinya.”
Kagendra mendekatkan wajahnya pada wajah Sadiyah dan mencium kening Sadiyah dengan lembut.
“Maafkan aku jika hatiku belum bisa menerima keberadaan kamu. Aku harap kamu bersabar denganku.”
Kagendra memadamkan lampu tidur dan kembali tertidur hingga waktu subuh.
Ketika Kagendra terbangun, ia melihat Sadiyah yang sedang mengaji al-qur’an.
“Sudah subuh?” tanya Kagendra pada Sadiyah.
“Belum, A. sebentar lagi,” jawab Sadiyah.
Kagendra segera bangun dari tempat tidur dan berjalan memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri dan berwudu.
“Kita salat subuh berjamaah!” ajak Kagendra ketika ia keluar dari kamar mandi.
“Baik, A.”
Sadiyah menampilkan senyumnya yang manis ketika mendengar ajakan salat berjamaah dari Kagendra.
Kagendra memalingkan wajah. Wajahnya sedikit menghangat melihat senyum manis yang tercetak dari bibir indah Sadiyah.
Setelah selesai mengerjakan salat subuh, Sadiyah bersegera keluar dari kamar mengerjakan beberapa pekerjaan rumah seperti mencuci, menyapu dan mengepel. Sedangkan Kagendra keluar dari unit apartemen untuk berlari pagi.
Pulang dari berlari pagi, Kagendra melihat Sadiyah yang sedang berkutat di dapur menyiapkan sarapan. Aroma harum masakah yang sudah matang menyapa hidung Kagendra.
“Kamu masak apa?” tanya Kagendra.
“Masak nasi goreng, dadar telur dan oseng oseng sayur. Apakah cukup menu sarapan seperti ini?” tanya Sadiyah.
“Hmm….” jawab Kagendra sambil berlalu masuk ke kamar.
“Sadiyah…kemari kamu!” panggil Kagendra dari kamar
“Iya, A!” teriak Sadiyah menyahut dan segera berlari kecil menuju kamar tidur mereka.
“Jangan teriak-teriak!” tegur Kagendra ketika Sadiyah sudah sampai di hadapannya.
“Iya, A. Maaf.”
“Perasaan tadi juga dia teriak teriak manggil aku,” gerutu Sadiyah dalam hatinya.
“Mulai pagi ini dan pagi seterusnya, kamu harus menyiapkan pakaian kerja saya. Mengerti?” perintah Kagendra.
“Mengerti, A.” jawab Sadiyah.
“Cepat kerjakan!” bentak Kagendra karena melihat Sadiyah yang masih terpaku di hadapannya.
Sadiyah bergegas membuka lemari pakaian Kagendra dan menyiapkan kameja, celana panjang, dasi dan jas kerja Kagendra.
“Kamu juga harus menyiapkan pakaian dalam saya. Saya memakai kaos oblong putih untuk dalaman kameja saja.” jelas Kagendra.
“Eh…ba - baju dalam juga?” tanya Sadiyah sedikit terbata.
“Ya iyalah. Masa saya langsung pakai celana panjang dan kameja tanpa dalaman?”
“Tapi kan kalau dalaman bisa Aa siapkan sendiri. Saya kan masih risih jika harus menyiapkan pakaian dalam Aa juga,” protes Sadiyah.
“Biasakan. Nanti lama-lama juga tidak akan risih lagi,” ucap Kagendra cuek.
“Tapi kan….” Sadiyah hendak memprotes lagi.
“Pagi ini akan saya siapkan sendiri. Besok-besok kamu yang harus membiasakan diri untuk menyiapkannya. Kamu bisa menyiapkan pakaian saya saat saya sedang lari pagi,” ujar Kagendra masih dalam nada memerintah.
“Baik, A.” Sadiyah mengangguk dengan pasrah.
“Keluar! Saya mau ganti pakaian. Atau kamu mau melihat saya berganti pakaian?”
“Eng - enggak, A.” Sadiyah ngacir keluar dari kamar.
********
to be continued...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 176 Episodes
Comments