Pertemuan ku dengan Andika benar-benar seperti pertemuan yang terakhir. Aku benar-benar melepaskan Andika. Aku mengganti nomor ponsel lama ku dan mencoba untuk tidak sama sekali menghubungi Andika meskipun aku harus berperang dengan pikiran ku. Semua akses komunikasi yang menghubungkan aku dan Andika telah aku batasi. Sebenarnya sangat berat, bahkan aku kerap kali menangis dan uring-uringan karena harus melawan rasa yang tak bisa aku jelaskan dengan kata-kata. Hari ini adalah hari ulang tahun Andika, rasanya ingin sekali aku bisa memberikan ucapan ulang tahun kepadanya seperti dulu. Aku merindukannya.
Ddrrrttt... Ddrrttt...
"Sial... Siapa sih pagi-pagi gini telpon!" Kesal ku sambil meraih ponsel ku yang ada di meja sebelah kasur ku.
"Hallo...."
Terdengar suara laki-laki di seberang sana, tapi sepertinya suara ini tidak asing di telingaku. Aku memastikan nomor siapa yang menelpon ku pagi-pagi gini. Tapi saat aku lihat di layar nama kontak tidak ada.
"Iya... Siapa?" Jawab ku ketus.
"Kamu masih tidur?"
"Ini siapa ya?" Jawab ku lagi semakin ketus karena kesal.
"Aku. Andika."
Aku langsung bangun dari rebahan ku. Ternyata pemilik suara ini beneran, Andika. Dia dapat nomor baru ku dari siapa? Aku menata posisi duduk ku untuk menjawab telponnya. Padahal juga kami hanya bertelepon gak ngaruh juga mau posisi yang seperti apa. Sepertinya ini gara-gara efek jantung ku yang mulai tidak baik-baik saja.
"Andika! Kamu?"
"Kamu apa kabar? Sehat kan!"
"Selamat ulang tahun, Andika Perkasa." Ucapku tiba-tiba yang membuat suara laki-laki yang sedang bertelepon dengan ku ini terdiam sejenak.
"Makasih. Ternyata kamu masih ingat ulang tahun ku."
"Mana mungkin aku lupa semua tentang mu." Batinku.
"I Miss you."
Kenapa Andika harus mengucapkan kata-kata itu sih. Rasanya hati ku sekarang sedang teriris-iris, sakit sekali. Dada ku terasa sesak. Aku bingung aku harus jawab apa.
"Iya."
"Kamu tidak merindukan ku?"
"Kamu gak sekolah, nanti kamu terlambat sudah jam setengah tuju. Aku matikan telfonnya ya."
Aku mengakhiri telpon dari Andika tanpa menunggu persetujuannya. Aku tidak mau larut dalam perasaan ku lagi. Sebenarnya aku sangat merindukannya. Sangat merindukan semua tentangnya. Aku bukan siapa-siapa yang harus dia rindukan, bahkan aku pun takut meskipun hanya sebatas bermimpi untuk memiliki hatinya. Cukup aku simpan saja sendiri rasa ini dan biarkan saja kita sebatas sebagai sahabat.
Aku juga sudah memiliki hati yang lain. Dia sangat menyayangi ku, bahkan sangat dewasa menghadapi ku yang super labil. Aku masih bertahan menjalin hubungan dengan kak Arya. Kak Arya adalah kakak kelas ku waktu SMA dulu. Kak Arya selalu menyempatkan diri menemui ku saat weekend karena kami kuliah di kota yang berbeda . Kami menjalani hubungan LDR. Meskipun begitu kak Arya tak pernah mengeluhkan tentang jarak pada hubungan kami.
"Kak, makan dulu ya. Lapar nih."
Pintaku manja ke Kak Arya. Kak Arya selalu bisa membuat ku ingin bermanja kepadanya. Sosok kak Arya yang dewasa, kalem, dan lembut membuatku sangat nyaman berada di dekatnya. Tutur kata kak Arya selalu lembut dan meneduhkan jiwa. Tapi yang tidak aku suka dari kak Arya, dia terkadang terlalu pendiam dan monoton. Jadi ketika kita jalan, ya kita hanya jalan, makan, dan bicara seperlunya. Kadang aku juga merasakan bosan dengan kak Arya yang monoton. Beda dengan Andika yang random bahkan terlalu random hingga seperti anak balita yang hiperaktif. Eh... kenapa kok Andika lagi Andika lagi. Bukannya aku sudah memutuskan untuk menjauhi dia. Kenapa dia gak bisa lepas dari pikiranku. Aku sedang bersama kak Arya, kenapa malah Andika yang ada di otak ku.
"Boleh. Kita makan di warung nasi pecel kesukaan kita aja yuk."
"Siap... Berangkat." Kata ku bersemangat.
Kak Arya tersenyum renyah melihat tingkah pola ku. Sebenarnya warung pecel itu tidak hanya tempat kesukaan ku dan kak Arya, tapi rumah makan itu juga sering dikunjungi Andika. Kita juga sering makan di warung ini saat masih belum diserang oleh kerajaan api, hehehe. Kenapa kok warung ini jadi favorit kami, karena selain makanannya enak, harganya juga pas di kantong pelajar.
Kak Arya memarkirkan mobilnya. Kami makan dengan lahapnya. Selama makan Kami tidak pernah saling mengobrol. Karena kak Arya memang tipe orang yang gak bisa bercerita ke sana kemari. Kak Arya lebih banyak mendengarkan ku bicara ketimbang dia yang harus bicara. Dia selalu memberiku ruang lebih untuk bercerita. Tapi ketika aku bersama kak Arya, aku selalu membatasi diri dengan tidak banyak tingkah. Aku seperti tidak menjadi diriku sendiri saat bersama kak Arya. Aku mencoba menjadi perfect women di depan kak Arya.
"Sudah selesai kan makannya?" Tanya kak Arya sambil membereskan piring dan gelas di meja kami.
"Sudah kak."
"Tak antar pulang ya. Sudah mulai malam."
"Iya, kak."
Kami berjalan menuju tempat parkir yang tak jauh dari warung makan. Aku melihat ada seseorang yang sangat aku kenal. Bahkan aku sangat mengenalnya. Iya, ternyata benar Andika. Iya itu Andika. Dia berjalan mendekat ke arah ku dan Kak Arya. Gawat. Kenapa harus bertemu sekarang sih.
"Hai, Sil." Andika menyapaku dengan tersenyum kecil.
"Hai, Dik." Sapa ku balik dengan sedikit canggung.
"Siapa, Sil?" Tanya kak Arya yang tersenyum kecil ke arah Andika dan sesekali melihat ke arah ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments