Willi mengalihkan pandangannya, dan mencari sumber suara. Semua karyawan tidak ada yang berani melihat ke arah nya.
"Siapa yang bersuara tadi..? " tanya Willi sambil mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya dimeja.
Semua orang yang berada di hadapannya masing-masing menyingkir. Dan menyisakan seorang wanita dengan penampilan sederhana dan wajah lembut.
Willi mengacungkan telunjuknya "Kau..! Apakah kau yang bersuara barusan? " tanya nya.
Vivian melihat ke kiri dan kenan "Anda bicara dengan saya? " tanya wanita itu sambil menunjuk wajahnya.
"Tidak..! Saya bicara dengan angin! " jawab Willi.
"Nona Vivian, tuan Willi bicara pada anda! " pungkas Roby.
Roby mengisyaratkan pada Vivian untuk mendekat dengan tangannya.
Vivian mulai merasa takut, entah apa yang akan di lakukan oleh pemilik perusahaan itu. Dia berjalan perlahan, dan melirik ke kiri dan kenan. Semua orang yang ada disana. Hanya menundukkan pandangannya. Takut mereka akan terbawa masalah, andai mereka ikut bersuara.
Vivian sudah berada di depan Willi , dengan jarak hampir 1 meter.Dia hanya menundukkan pandangannya.
"Angkat kepala , dan lihat kesini..! " ucap Willi dengan suara sedikit berat.
Vivian masih menundukkan pandangannya tanpa menjawab.
"Apa kamu tuli..? " tanya Willi semakin keras.
Vivian masih tetap menunduk "Nona Vivian jawablah pertanyaan tuan Willi!" ucap Roby.
"A-aku takut tuan..! " jawab Vivian gemetar.
"Tadi anda berani bersuara..! Kenapa sekarang anda merasa takut? " tanya Willi dengan wajah datar.
"Ka-kalau saya bersuara lagi, saya takut tuan akan memecat saya..! " jawab Vivian terbata-bata.
"Huffff..! " Willi membuang nafas dengan berat.
"Aku hanya ingin anda melihat sendiri! Apakah meja ini betul-betul bersih seperti yang anda ucapkan tadi.! " ujar Willi.
"Angkat kepala mu dan lihat sendiri..!" Willi menyerahkan tisu yang dia gunakan sebelumnya ketangan Vivian.
Vivian dengan rasa takut, berjalan mendekati meja. Dia menggosokkan tisu tersebut. Dan terbukti, bahwa meja itu sedikit berdebu. Dia pun merasa heran "Tapi sebelumnya saya sudah bersihkan meja ini tuan..! " jawab Vivian.
Dengan pandangan malas, Willi pergi begitu saja meninggalkan Vivian dan semua karyawan nya yang masih dalam keadaan tertekan.
Roby pun tak lupa untuk ikut menyusul tuannya dari belakang.
Setelah Willi menghilang dari pandangan mereka. Para karyawan itu mendekat ke arah Vivian.
"Kenapa tadi kamu tidak diam saja. Apa kamu tidak takut, jika tuan Willi marah dan memecat kamu akhirnya? " tanya teman Vivian.
"Aku harus bagaimana, dan emang benarkan.Meja itu sudah aku bersihkan sebelumnya. ! " tutur Vivian membela diri.
"Tadi tuan Willi terlihat kesal saat pergi. Bersiap-siap saja andai ada berita yang tak mengenakkan! " ucap Berta dengan nada mengejek dan pandangan sinis sambil berjalan menuju meja kerjanya.
Jantung Vivian semakin berdebar-debar, tatkala mendengar ucapan Berta barusan. Sekujur tubuhnya sudah mulai terasa panas dingin. Ada rasa takut yang membuncah. Takut dia akan dipecat dari pekerjaan nya.
Dengan tubuh yang terasa lunglai dia berjalan menuju meja kerja nya. Dia merasa tak bertenaga untuk memulai pekerjaan nya.
Sementara di ruang CEO
Seorang lelaki duduk di kursi kebesaran nya "Siapa wanita itu? " tanya Willi.
"Namanya Vivian tuan..! " jawab Roby singkat.
"Berani sekali dia membantah ucapanku " Willi terlihat kesal.
"Jadi bagaimana tuan, apakah perlu saya memecatnya..? " tanya Roby.
"Hhuuuffff..! " Willi menghempaskan nafasnya.
Roby masih menunggu jawaban dari tuannya.
Willi membuka laptop nya dan mulai berkutat dengan pekerjaan nya.
Roby yang masih setia berdiri di samping Willi, merasa sedikit jengkel. Karena dia tidak menerima jawaban atas pertanyaan nya.
"Kenapa sih ni orang ga peka amat. Apa dia fikir aku patung pancoran? " batin Roby.
Sudah satu jam, Willi berkutat dengan laptopnya. Sesekali dia membolak balik beberapa berkas yang ada di atas meja nya.
Willi melihat kesekeliling, dia tidak menemukan Roby. "Kemana pergi nya si Roby.? " gumam Willi tapi masih terdengar.
"Aku disini tuan..! " jawab sebuah suara.
Reflek, Willi seperti orang yang lagi kaget "Apa yang kau lakukan dibelakang ku? " tanya Willi.
"Aku menunggu perintah tuan..! " jawab Roby ringkas.
"Apa yang harus aku perintahkan? " tanya Willi tak mengerti.
"Ya tuhan, orang ini bego atau pura-pura pikun sih? " batin Roby.
"Masalah Vivian tadi..! " jawab Roby.
"Hahahahah.....! Jadi kamu berdiri selama 1 jam hanya untuk menunggu keputusan ku?" ucap Willi sambil tertawa.
Robby menaikkan sebelah alisnya tak mengerti "Maksud tuan? " tanya Robby.
"Maksud ku, untuk apa kamu menunggu di samping ku. Kamu bisa duduk di sofa itu. " tutur Willi dengan wajah masih menyunggingkan senyuman dan menunjuk sofa yang ada di depan meja kerja nya.
Robby tertunduk lemas, karena dia takut jika pekerjaannya akan salah dimata bos besarnya tersebut.
Sambil berjalan malas, dia menuju sofa dan duduk.
"Jadi bagaimana tuan, apa yang harus saya lakukan dengan wanita itu? " tanya Robby sedikit memelas.
"Ahh... Sudah lah. Kenapa kamu terlalu memikirkan masalah itu. Hanya masalah kecil..! " jawab Willi.
"Baiklah tuan, kalau begitu apa boleh saya permisi mau keluar? " tanya Robby.
"Pergilah..! " jawab Willi sambil berputar di kursi kebesarannya.
Robby bangkit dan menarik gagang pintu "Eiitt.. Tunggu dulu..! " sela Willi sebelum Robby menghilang.
"Apakah aku ada jadwal hari ini? " tanya Willi lagi.
"Hari ini jam 12 , tuan ada janji dengan klaen dari PT. ABADI SENTOSA..! " jawab Robby.
"Baiklah, kamu boleh pergi..! "ucap Willi sambil mengisyaratkan tangannya.
Robby pun pergi dengan hati kesal "Gara-gara si bos aku menahan lapar, karena belum sarapan..!" gerutu Robby.
Di lantai 3 perusahaan, Vivian duduk dengan gelisah. Nafasnya tidak teratur, menunggu keputusan yang akan dia terima nantinya.
Laila mendekat "Jangan terlalu gusar, semoga saja apa yang kamu takutkan tidak terjadi..! " ujarnya menghibur.
"Tingg..! " suara lift berhenti di lantai tiga.
Seketika semua orang menatap ke arah suara berasal. Dan keluarlah Robby sendiri berjalan menuju meja kerja Vivian.
Vivian yang melihat itu semakin di dera rasa takut. Karena baginya, perusahaan itulah satu-satu nya tempatnya menggantungkan hidup.
"Tak.. tak.. tak..! " suara langkah sepatu Robby mendekati meja kerja Vivian.
Wanita itu hanya menundukkan kepala nya, sehingga pandangan nya teralihkan.
"Tuk.. tuk.. tuk...! " Robby mengetukkan jari telunjuk nya ke meja Vivian.
Perlahan, Vivian mengangkat kepalanya, sementara wajahnya sudah hampir menangis.
Robby hampir tertawa melihat wajah Vivian, seperti anak kecil yang baru saja di marahi orang tua nya.
"Kenapa dengan wajahmu? " tanya Robby sedikit acuh.
"Tuan,saya tahu saya salah. Tapi saya mohon jangan pecat saya tuan. Saya berharap besar pada pekerjaan ini..! " jelas Vivian mulai menitikkan air mata.
"Apa yang kau fikirkan, aku tidak ada wewenang untuk memecat mu. Semua keputusan ada pada tuan Willi..! " sanggah Robby dan melangkah kembali kedalam lift.
Sekilas dia melihat wajah Vivian yang lemas dan memelas. Setelah berada di dalam lift, Robby melepaskan tawanya yang dia tahan dari tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 115 Episodes
Comments