Dimas sempat tertegun sebentar saat temannya bertanya. Namun, dia berusaha agar wajahnya terlihat sedikit kecewa.
"Aku sudah memberikan separuh. Tapi, seperti apa yang sudah aku katakan tadi ... dia menginginkan semuanya."
Mendengar serta menyaksikan wajah Dimas yang tampak pasrah, membuat tiga lainnya merasa iba.
Serentak mereka bersyukur. Meski meski ketiganya memiliki istri yang banyak menuntut. Tapi tidak ada satupun yang meminta semua uang yang mereka punya, untuk dirinya sendiri.
"Dim, sebaiknya kamu mengajari istrimu sedikit lebih keras. Wanita sekarang, melihat kita lembut, mereka akan ngelunjak ... "
Dimas tidak mengangguk ataupun menggelengkan kepalanya untuk menanggapinya. Namun, saat itu juga ponselnya kembali bergetar.
Sempat tidak perduli, namun saat melihat siapa yang sekarang mencoba menghubunginya, wajah Dimas berubah.
Cepat dia berdiri, dan menjauh dari ketiganya. Dimas berdiri di depan warung kopi itu sambil melihat ke kiri dan ke kanan, sebelum akhirnya menjawab.
"Nita? ... "
Terdengar di seberang sana suara seorang wanita yang berbicara. "Dimas, aku sudah follow up CV kamu ke atasanku, sepertinya ini akan berhasil. Tapi ... "
Mendengar itu, mata Dimas melebar dan tampak bersemangat. "Tapi apa Nit? Katakan saja ... "
Wanita itu tidak.langsung menjawab, seolah sedang mempertimbangkan sesuatu. Namun, tak lama suaranya kembali terdengar.
"Kamu tau kan, untuk mengisi posisi kepala gudang itu cukup sulit. Tapi kamu tenang aja. Kalau kamu menambah sepuluh juta lagi, aku rasa dia akan membantumu ... "
Saat itu, wajah Dimas kembali berubah. Dia telah menghabiskan setidaknya tiga puluh juta yang dia berikan pada wanita yang sedang berbicara dengannya ini, untuk membantunya agar bisa menjadi kepala gudang sebuah perusahaan yang memang sedang memiliki lowongan di sana.
"Nit, apa uang yang aku berikan kemarin, tidak cukup? ... Bukankah aku juga sudah menambahkan sepuluh juta lagi untuk dirimu ... "
Dimas mulai sedikit ragu dengan upaya Nita. Jika di total, saat ini dia sudah menghabiskan uang lebih dari empat puluh juta.
"Dimas ... Kamu gimana sih? ... Bukannya, uang itu kamu berikan untukku? Kenapa kamu mengungkitnya? Bukankah kamu bilang tunjanganmu seratus juta. Ini belum separuhnya, bukan?"
Mendengar suara Nita yang meninggi, dan membrondonginya dengan banyak pertanyaan, membuat Dimas sedikit takut. Namun, dia sebenarnya tidak rela uangnya habis begitu saja sedangkan pekerjaan yang dia inginkan itu, tidak berhasil dia dapatkannya.
"Ya, yasudah ... Iya. Jadi ... Nit, katakan kapan aku harus mengirim uangnya?"
Mendengar Dimas langsung menyetujuinya, Nita langsung menjawab. "Kamu tau rekeningku, tinggal kirim saja ... Nanti, setelah pulang kerja, kita akan membicarakannya lagi."
Dimas tau bahwa dia sudah tidak bisa mundur lagi. Penawaran bekerja di tempat yang sama dengan Nita, memang sudah dia idam-idamkan sejak mereka berdua kembali bertemu.
"Baiklah Nit, aku akan mentransfernya ... Aku akan menunggumu pulang kerja."
Setelah sambungan itu terputus, Dimas langsung membuka aplikasi m-banking miliknya. Saat memeriksa saldonya, Di sana hanya tinggal delapan juta saja.
"Sial ... Seharusnya, kemarin aku tidak memberinya sebanyak itu."
Tau bahwa uangnya tidak cukup, Dimas tampak berpikir keras. Lama dia berpikir, akhirnya dia mengangguk.
"Baiklah, tidak apa-apa. Aku rasa dia punya ... "
Tidak kembali kedalam warung kopi itu, Dima langsung menuju motor miliknya, yang terparkir tidak jauh dari dia berdiri tadi. Tanpa pamit, dia meninggalkan tiga temannya di sana, begitu saja.
Dua hari kembali berlalu. Hari ini tiba masanya di mana Resti harus mempresentasikan minuman yang dia buat, pada perusahaan itu.
Sejak pukul delapan pagi, dia sudah siap. Alfa pun sudah dia mandikan, dan kini terlihat sangat tampan dengan sepasang pakaian dan juga sepatu baru.
"Ma-ma-ma ... "
"Ma-ma-ma ... "
Anak itu terlihat begitu senang, dengan sepatunya yang terlihat menyala saat dia menginjakkannya. Akibatnya, anak itu selalu berjalan dan melihat apa lampu-lampu di bawah sana tetap menyala.
"Kamu suka sepatunya sayang? ... "
Meski tidak menjawab, Tapi jelas anaknya begitu menyukainya. Resti merasa senang karena Alfa sudah tidak rewel dan memanggil Dimas lagi.
Lagipula, Resti berniat untuk menghubungi Dimas, setelah urusannya ini selesai.
Melihat bagaimana cara Mila dan Aya melihatnya, tentu saja Resti tau keduanya ingin menanyakan kemana ayah dari anaknya ini pergi, karena selama mereka berdua membantunya dua Minggu terakhir, Dimas sama sekali tidak kelihatan batang hidungnya.
Saat ini, Sesuai Janji, Resti sedang menunggu mobil dari perusahaan itu yang katanya akan menjemput tepat pukul sembilan.
Masih ada sekita lima belas menit lagi, sebelum mobil itu datang. Resti menunggu Aya dan Mila, untuk melanjutkan pekerjaan mereka.
Sebenarnya, dalam dua Minggu terakhir omset penjualan Resti meningkat drastis. Itu karena beberapa varian yang menurut mereka enak, langsung di uji dan dipasarkan. Hasilnya, semua minuman itu bisa habis dalam dua hari, di tempat dimana dia menitipkannya.
Saat ini, sempat terpikir di kepala Resti untuk menambah pekerja. Namun, dia harus menunda.
Sebuah suara motor, membuat Resti berbalik saat mencoba membuat Alfa kembali berdiri setelah terjatuh di teras rumah, akibat berjalan terlalu cepat.
Dua orang wanita, baru saja tiba. Namun itu bukan dua orang yang ditunggunya. Tapi jelas yang membawa motor itu adalah Dita, dan di belakang tentu saja Mirna, ibu mertuanya.
Meski hal itu mengejutkannya, namun gegas Resti berdiri dan membawa Alfa dalam pelukan lalu menggendongnya.
"Ibuk ... Dita ... ?"
Resti langsung menyambut dua wanita yang merupakan keluarga suaminya itu. Namun, saat dia mendekat dan mengulurkan tangan untuk menyalami ibu dari suaminya itu, tangannya di biarkan menggantung di udara.
Merasakan itu, Resti menatap pada mertuanya itu, dan mendapati wanita yang telah melahirkan Dimas suaminya, memasang wajah tidak senang.
"Sudah, jangan berpura-pura baik deh mbak ... Sok-sok'an mau nyalamin segala ... "
Tentu saja kata-kata Dita, mengejutkannya. Dia menatap pada gadis yang masih berkuliah itu dan bertanya.
"Dita, apa maksud kamu ... Aku hanya—"
Resti tidak sempat menyelesaikan kata-katanya, karena saat itu Mirna, mertuanya sudah langsung bersuara dengan nada ketus.
"Berani-beraninya kamu mengusir anakku dari rumahnya sendiri, hanya karena memberikanku ibunya sedikit uang ... Maksud kamu, apa hah?!"
Keduanya datang secara tak di duga, dan mengatakan hal-hal yang tidak di duga lainnya. Tentu saja Resti yang masih tertegun, tidak siap untuk menjawab pertanyaan yang sama sekali tidak di mengertinya itu.
"Ibuk ... Siapa yang mengusir. Aku tidak mengusir mas Dimas. Tapi—"
"Ah, sudah! Jangan mencari alasan. Sekarang, kenapa kamu melarangnya memberikan aku uang dan Dita motor? ... Apa kamu tidak puas, mendapatkan seluruh gaji dan rumah ini? Kamu pikir, anakku itu sapi perah mu, hah?!
Sangat sulit bagi Resti untuk mencerna maksud ibu mertuanya itu. Namun, saat Dita menimpali, wanita yang tengah menggendong anaknya itu semakin kebingungan.
"Sudah dua hari ini mas Dimas tidur di rumah ... Dia datang, tanpa memegang uang sedikitpun. Tega sekali kamu memperlakukan mas ku seperti itu ... Dasar ular kamu mbak ... "
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Raden Dhekok
bisa bgt nih author mancing emosi pembacanya
2023-04-01
0
🥀Acihlicious 🥀
latnnat semua kesel da yakin
2022-12-29
0
vithrey cemplugh
bener2 penuh drama ya,,😏😏
2022-08-30
0