Suami, Gen Parasit
"Dek ... Aku top up e-wallet ku ya?!"
Resti yang sedang mandi, tersentak saat mendengar suara suaminya Dimas, berseru di salah satu ruangan di rumah mereka.
"Oh, tidak ... "
Resti yang saat itu masih tengah menyabuni badannya, langsung menggapai handuk dan keluar dari kamar mandi.
Dari suara yang dia dengar tadi, Dimas sepertinya sedang berjalan menuju pintu keluar rumah. Dengan hanya melilitkan handuk pada tubuhnya secara asal, wanita itu berjalan setengah berlari untuk mengejar Dimas yang sudah tidak terlihat di depan.
"Mas, itu uang untuk modal membeli bahan-bahan minuman dan susu Alfa ... "
Dimas yang saat itu sudah berada di atas motornya, langsung menyalakan mesin, sebelum akhirnya menjawab.
"Aku cuma Top Up dua ratus ribu, masih ada sisa ... Aku rasa, itu cukup untuk membeli susu Alfa."
Mata Resti melebar, begitu mendengar berapa jumlah yang di ambil oleh Dimas, untuk mengisi saldo e-wallet nya itu
"Mas, uang itu tidak hanya untuk membeli Susu saja, tapi itu juga modal dagangan ku, mas!"
Tidak begitu peduli, Dimas yang sudah memasukkan gigi perseneling, hanya menjawabnya dengan santai.
"Ah, nanti saat kamu menagih ke warung-warung, kamu bisa belanja pakai uang itu kan? Udah, sana masuk! Kamu gak malu dilihatin orang?"
Setelah mengatakan itu, Dimas memutar gas motornya dan berlalu pergi begitu saja, meninggalkan Resti yang terdiam karena tidak tau lagi harus berkata apa.
Sekarang, sudah lebih dari tiga bulan Dimas dirumahkan oleh perusahaannya. Menurut penjelasan Dimas padanya, Terjadi sebuah masalah di tempat kerjanya, hingga pekerjaannya harus dihentikan sementara.
Akan tetapi, saat bekerja sekalipun, Gaji Dimas juga tidak begitu banyak tersisa. Selain terus membayar hutang bank yang memang sudah ada sejak sebelum mereka menikah, Dimas juga harus membayar cicilan rumah yang sudah sejak setengah tahun yang lalu mereka tempati.
Namun, itu juga tidak cukup. Untuk membayar cicilan rumah, Resti juga terpaksa haru membantunya. Sehingga, sejak keduanya menikah, bisa dikatakan Dimas tidak memberikan apapun pada dirinya.
Untuk terus bertahan menghadapi situasi ekonomi keluarganya, Resti membuka usaha kecil-kecilan, dengan membuat minuman kemasan ekstrak kacang-kacangan yang di titipkan di warung-warung di wilayah tempat tinggal mereka.
Meski tidak bisa dibilang banyak, namun pendapatan Resti mampu menghidupi dia dan keluarganya. Apalagi saat ini, Dimas sama sekali tidak memiliki penghasilan.
"Selalu saja begitu ... "
Meski akhir-akhir ini sikap Dimas sedikit menyebalkan, namun dia Tidak ingin terlalu memikirkannya. Resti masuk ke dalam dan kembali membersihkan dirinya.
Resti begitu mencintai Dimas, begitu juga sebaliknya. Atau setidaknya bagi Resti, dia yakin Dimas juga memiliki perasaan yang sama pada dirinya.
Bagaimanapun, sejak menikah, belum pernah sekalipun mereka bertengkar serius yang membuat keduanya tidak saling sapa lebih dari sehari.
Resti selalu mengalah, karena menurutnya suaminya mungkin lelah, dan banyak beban pikiran karena pendapatannya yang memang kurang dan sekarang, tidak ada sama sekali.
Sehabis mandi, Resti membuatkan susu untuk anaknya, Alfa. Resti melihat dalam kaleng tempat dimana dia menyimpan susu, isinya hanya cukup untuk dua atau tiga botol lagi.
Sementara Alfa sibuk bermain setelah menghabiskan susunya, Resti mengambil ponsel dan memeriksa saldo rekeningnya.
Dia hanya bisa menarik nafas pasrah, saat mendapati angka yang tertera di sana.
Tentu saja uang itu tidak cukup untuk membeli bahan dagangannya, sebanyak seharusnya. karena Dimas hanya hanya menyisakan tujuh puluh ribu saja.
Dimas pasti tidak hanya sekedar mengambil uang di sana hanya untuk Top-Up e-wallet nya saja. Lebih dari itu, Dimas pasti mengambil lebih, untuk pegangannya.
"Ma-ma-ma ... "
"Ma-ma-ma ... "
Resti menoleh pada anak laki-laki nya yang baru berumur empat belas bulan itu, sambil tersenyum.
"Ya sayang? ... kenapa manggil-manggil mama?"
Saat ini, Alfa Baru bisa mengucapkan dua kata saja. Yaitu, papa dan mama.
Malah, Resti harus sedikit iri karena saat anak itu mulai berkata, kata pertama yang diucapkannya adalah kata papa, untuk memanggil Dimas ayahnya, alih-alih mama.
"Ma-ma-ma ... "
"Ma-ma-ma ... "
Resti mengernyitkan dahinya, saat melihat Alfa seolah sedang menunjuk sesuatu.
"Ya, sayang ... Bilang sama mama ... Kamu mau apa?"
"Ma-ma-ma ... "
"Ma-ma-ma ... "
Tangan Alfa terus terangkat dan menunjuk ke satu arah. Dan benar saja, anak itu memang sedang ingin memberi tahu ibunya, bahwa botol susu milikinya sudah menggelinding dan sekarang berada di bawah meja, di mana Dimas menaruh berkas-berkas pekerjaan, saat harus menyelesaikannya di rumah.
Resti tersenyum kembali, kerena menyadari bahwa anaknya sudah mulai bisa berkomunikasi dengannya.
"Oh, itu ... Hmm ... Sebentar ya, mama ambilin dulu ya ... "
Resti langsung berdiri dan berjalan untuk mengambil botol susu yang ada di bawah, di antara meja dan dinding rumah itu.
Resti mencoba menggapai botol itu ternyata tangannya tidak sampai. Dia kemudian berdiri, dan tampak mempertimbangkan sesuatu.
Resti melihat di atas meja ada sebuah printer. karena berniat untuk menggeser meja tersebut, agar memudahkan nya untuk mengambil botol susu Alfa, wanita itu memindahkan printer tersebut terlebih dahulu.
Awalnya dia tidak menyadari, bahwa di bawah printer itu ada sebuah amplop kecil. Dia melihatnya, setelah botol terlebih dahulu ada di tangannya.
"Amplop apa ini?"
Resti membawa amplop itu dan duduk di dekat Alfa, yang kini kembali bermain dengan botol susunya.
Resti yang penasaran, membuka amplop yang terasa sedikit tebal itu. Saat menarik keluar isinya, mata wanita itupun terbelalak.
"Pemutusan Hubungan kerja?!"
Itulah kalimat pertama yang terucap dari mulutnya saat membaca kepala surat yang baru saja dilihat.
Wanita itu segera menarik, dan hatinya merasa sangat cemas. Dimas hanya mengatakan bahwa suaminya itu sedang diistirahatkan saja.
Sempat terbesit bahwa Dimas sudah merahasiakan sesuatu darinya. Namun, Resti langsung menepis rasa kecewa, karena mungkin saja Dimas tidak ingin membuat dirinya cemas.
Namun, pikiran positifnya menguap begitu saja, saat melihat satu lagi kertas yang ada di sana.
Di atas kertas, jelas tertulis bahwa suaminya mendapatkan tunjangan sebagai konsekuensi atas pemutusan hubungan kerja dari perusahaannya itu.
Dan nilainya, tidak tanggung-tanggung. Resti bisa membaca dengan sangat jelas. Dimas Anugrah, suaminya, di beri tunjangan sebesar seratus juta rupiah.
Tangan Resti langsung gemetar. Karena masih ada satu lagi benda di sana. Namun, saat melihatnya, wanita itu sempat ragu untuk membukanya.
Sebuah buku tabungan milik salah satu bank swasta, kini sudah berada di tangannya.
Saat buku itu dia buka, jelas di sana tertulis nama Dimas, dengan Saldo uang senilai seratus juta rupiah.
"Ke-kenapa ... Di-dia ... Menyembunyikan, ini?"
Resti sama sekali tidak mengerti, kenapa Dimas menyembunyikan hal itu darinya.
Saat itu juga, ingatannya melayang pada beberapa waktu sekitar dua bulan yang lalu.
"Mbak Resti, pasti seneng ... Dapat uang banyak dari tunjangan suaminya ... Bentar lagi, gak perlu jual minuman-minuman ini lagi dong, ya ... "
Saat itu, salah seorang tetangganya Lastri, yang terkenal sebagai ratu ghibah di perumahan itu, mencoba mengajaknya membahas tentang hal ini saat keduanya bertemu di salah satu warung di mana Resti menitipkan dagangannya.
Namun, saat itu Resti hanya menganggap Lastri hanya sedang menyindirnya.
"Jadi, ternyata itu benar ... ?!"
Saat ini, Resti sama sekali tidak tau akan merasa senang atau kecewa. Mengetahui bahwa suaminya memiliki uang sebanyak itu, sempat terbesit di kepalanya akan segera menjalani hidup yang sedikit lebih mudah.
Dimas bisa menggunakan uang itu untuk membuka usaha, dan dia bisa fokus membesarkan Alfa, buah hati mereka.
Saat itu, Resti menatap Alfa yang masih sibuk bermain dengan botol susunya. Dia berharap anaknya bisa tumbuh dengan berkecukupan.
Namun, dia kecewa karena Dimas menyembunyikan hal ini dari dirinya. Sebagai seorang istri, Resti benar-benar merasa seperti tidak di anggap.
Bagaimana Dimas tega membiarkannya pontang-panting mencari uang untuk kebutuhan mereka bertiga, semetara suaminya itu memiliki seratus juta di tabungannya.
Resti memejamkan mata dan menarik nafas dalam. Dia mencintai Dimas dan Dimas juga mencintainya. Hal itulah yang ada dipikirannya, sebelum akhirnya dia membuka mata, dan menganggukkan kepala.
"Aku akan menanyakan ini, untuk memastikannya ... "
Ketika ingin berdiri, Ponsel Resti bergetar. Dia melihat sederetan angka asing yang tak dia kenal, sebagai pemanggilnya.
"Selamat siang?"
Resti mengernyitkan dahinya, saat mendengar seorang laki-laki berbicara di sana.
"Siang? ... Maaf, ini siapa ya?"
"Maaf, perkenalkan ... Nama saya Satya ... Apa benar, saat ini saya sedang berbicara dengan Bu Resti?"
Resti sama sekali tidak pernah mengetahui seseorang bernama Satya sebelumnya. Namun, dia mencoba berbaik sangka, dan menanggapinya.
"Ya, benar ... Ada apa ya?"
Resti sempat mendengar Satya sedikit berdeham, sebelum akhirnya menjawab.
"Begini ... Saya ingin mengunjungi tempat usaha anda, saya berminat bekerja sama dan melihat apakah anda memiliki varian rasa lain untuk produk yang sama ... "
Resti mengerjakan matanya beberapa kali, mencoba mencerna maksud dari orang yang berbicara di seberang sana.
Beberapa saat kemudian, meski tau bahwa orang itu tidak melihatnya, Resti menggelengkan kepala.
"Tidak, tidak ada tempat usaha, saya hanya membuatnya di rumah ... Lagipula, saya tidak menerima tamu laki-laki, nanti tetangga bisa salah faham ... "
"Bukan, maksud saya begini ... Saya cuma ingin—"
"Maaf ya pak Satya ... Saya sudah memiliki suami. Jadi, suami saya akan marah jika anda ke sini ... "
Resti yang saat itu sedang dengan pikiran sedikit kacau, tidak ingin menambah beban pikiran dengan laki-laki iseng, langsung memutus sambungan begitu saja.
Resti
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
🥀Acihlicious 🥀
mampir ah baru ngikutin
2022-12-29
0
Siti Lestari
aku hadir kak
2022-09-08
2
Timmy Time
baru ngikutin kah
2022-08-27
1