Alfa selalu menoleh saat mendengar deru suara motor yang melintasi rumah mereka. Sudah beberapa kali itu terjadi, sampai akhirnya anak laki-laki itu terlelap.
Sambil mengusap puncak kepala anaknya yang sudah lelah menunggu kepulangan papanya itu, Resti juga merasakan hal yang sama. Karena Biasanya, dia dan Alfa sudah tertidur saat Dimas pulang.
Sejak berhenti bekerja, suaminya selalu pulang larut malam, dengan alasan menghilangkan bosan dan mencari informasi pekerjaan lain dengan teman-temannya.
Namun, hari ini Resti tidak merasakan kantuk sama sekali, meskipun badannya terasa sangat letih. Mengasuh anak, sambil terus membuat minuman, dan mengantarkan minuman-minuman itu ke warung-warung memang sangat sulit.
Akan tetapi, dia menjalaninya dengan ikhlas
Semua itu dia lakukan demi keluarganya.
Akhirnya, suara motor Dimas terdengar memasuki pekarangan rumah. Gegas Resti berdiri lalu berjalan dan membukakan suaminya itu pintu, untuk menyambutnya.
"Dek, tumben kamu belum tidur ... "
Resti tau bahwa tidak sopan untuk memberondongi suaminya itu dengan banyak pertanyaan, begitu dia datang.
Wanita itu mencoba menahan diri, dan membantu membuka jaket yang di kenakan Dimas, dan meletakkannya pada gantungan di sana.
Tidak menjawab pertanyaan Dimas tadi, Resti balik bertanya. "Kamu mau aku buatkan kopi? ... "
Mendengar tawaran Resti, Dimas tersenyum miring, seolah sudah mengerti sesuatu. Namun, saat itu dia langsung menggelengkan kepalanya.
"Hmm ... Tidak usah. Aku capek, aku mau langsung tidur saja ... "
Melihat Dimas yang akan masuk ke kamar mereka, Resti cepat memanggil untuk menahannya.
"Mas, tunggu dulu ... "
Dia tidak ingin mereka berbicara di kamar, takut suara keduanya bisa membuat Alfa, anak mereka terbangun dan menangis.
Dimas berbalik, dan berkata dengan nada sedikit ketus. "Dek, aku sudah bilang aku lelah ... Aku tidak bisa menemani bermain malam ini. Jadi, besok saja ... "
Saat itu, Resti tersentak. Bahkan dia sampai melupakan ini sebelumnya. Sudah beberapa waktu ini, dia dan Dimas sudah tidak melakukan hubungan suami istri.
Mungkin karena mereka sama-sama terlalu lelah dan langsung tertidur, atau pikiran keduanya terlalu banyak, hingga melupakan hal itu.
Namun, tentu saja bukan itu yang sekarang di inginkan oleh Resti. Dia ingin Dimas segera memberinya penjelasan, agar tidak berburuk sangka pada suaminya itu.
"Mas, bukan itu ... Ada sesuatu yang ingin aku bicarakan."
Dimas mengernyitkan dahinya, karena mendapati tebakannya salah. Namun, dia mengikuti kemauan istrinya dan duduk di sofa rumah mereka.
"Yasudah, kamu mau membicarakan apa?"
Resti tidak menjawab, melainkan mengambil amplop yang tadi dia taruh di atas meja makan dan membawanya ke tempat Dimas.
"Mas, bisa kamu jelaskan kenapa kamu berbohong, dan menyembunyikan ini dariku?"
Melihat amplop itu berada di atas meja, mata Dimas langsung membesar. Resti bisa merasakan suaminya itu bereaksi tidak wajar.
"Ka-kamu ... Su-sudah Melihat ... Isinya?"
Resti menganggukkan kepalanya sekali, dan kembali berkata. "Mas, kenapa kamu menyembunyikan uang itu, dariku?"
Dimas tidak tau harus menjawab apa, karena tiba-tiba saja dirinya merasa panik. Namun, karena Resti terlihat sedang menunggu jawabannya, tak sadar Dimas langsung meninggikan suaranya.
"Lancang sekali kamu ... Kenapa kamu berani sekali membongkar barang-barang milikku?"
Resti tersentak saat mendengar nada bicara Dimas yang terdengar sangat kasar itu.
"Mas,aku tidak membongkarnya. Tapi aku tidak sengaja menemukannya. Lagipula, bukan itu masalahnya sekarang. Aku ingin tau, kenapa kamu tega membiarkan ku membanting tulang, sementara kami memiliki uang sebanyak itu?!"
Tentu saja Resti tidak bisa menahan diri. Karena Dimas terlihat ingin mengalihkan pembahasan dan balik menyalahkan dirinya.
"Itu urusanku, ingin memberi tahu kamu atau tidak. Lagipula, itu uangku ... "
Resti membelalakkan matanya, seolah tidak percaya Dimas tega mengatakan hal itu kepadanya.
"Uang kamu? Kamu, bilang uang kamu? Tapi aku kan istri kamu, mas ... Kamu bahkan tidak pernah memberiku uang lalu membiarkan ku berjualan untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga kita. Sekarang, kamu bilang itu uangmu?"
Tiga tahun mereka menikah, Resti selalu mengalah jika sudah membicarakan segala sesuatu tentang uang.
Dia bersyukur jika Dimas memberinya nafkah, dan bersabar jika suaminya itu mengeluh bahwa gajinya telah habis untuk membayar hutang-hutangnya.
Berjuang bersama demi masa depan yang bahagia, dan membuat Alfa anak mereka bisa tumbuh dengan baik, membuat Resti memutuskan mencari penghasilan lain, untuk membantu suaminya itu menutupi kekurangan biaya hidup mereka.
Sekarang, suaminya yang secara tidak langsung baru mengakui bahwa dia memang memiliki uang tersebut, dan mengatakan bahwa uang itu adalah miliknya. Seolah, Resti merasa menjadi orang asing seketika.
"Tentu saja itu uangku ... Apa kamu pikir, kamu yang bekerja dan mendapatkan tunjangan saat di PHK?"
Resti tidak mengerti bagaimana suaminya bisa bicara seperti itu. Dimas yang dia kenal, cukup pintar. Namun, sekarang di depannya seolah sedang duduk seorang pecundang asing, yang tidak mau menerima kenyataan bahwa dirinya telah melakukan kesalahan.
"Tega, kamu mas! ... Tega kamu ... "
Resti tidak bisa menahan deras air matanya yang meluncur begitu saja. Rasa lelah yang dia rasakan selama tiga tahun terakhir, seolah datang bersamaan di saat itu juga.
Resti mengingat bahkan dia tetap harus membuat minuman-minuman itu, saat dia hamil hingga beberapa waktu sebelum melahirkan.
Tiga bulan terakhir, Resti harus membuat lebih banyak dan mengantarkan minuman itu ketempat yang lebih jauh, agar bisa menambah pendapatan mereka, karena Dimas sudah tak lagi bekerja.
Bahkan, sejak saat itu Dimas sering meminta uang padanya, dengan alasan untuk bensin dan rokok atau sebagainya. Sering, suaminya itu mengambil tanpa seizinnya. Seperti apa yang terjadi pagi ini.
Dimas tidak bisa berkata-kata apapun. Melihat Resti menangis, dia hanya bisa terdiam namun tidak terlihat wajah menyesal dan keinginan untuk menarik kata-katanya atau meminta maaf untuk menenangkan istrinya itu.
"Sekarang, jawab aku ... Sebagai istri, aku ingin tau akan kamu gunakan untuk apa uang itu?"
Dimas yang hanya tertunduk, dan melihat pada amplop coklat di atas meja, menjawab dengan suara rendah.
"Telah aku pakai, untuk modal usaha ibuku ... Dan membelikan Dita Motor untuk pergi kuliah ... "
Tangis Resti langsung menghilang begitu saja. Bagaimana bisa Dimas memberikan uang itu sebagai modal usaha ibunya, bahkan membelikan Dita adik perempuannya itu motor, sementara laki-laki yang merupakan suaminya ini, meminta uang padanya untuk bensin, rokok, pulsa untuk membeli kuota internetnya.
Resti bahkan harus memasak dengan uangnya sendiri, untuk mengisi lambung suaminya itu setiap harinya, agar suaminya itu bisa tetap hidup.
"Sekarang? ... Dimana sisa uang itu? Berikan padaku, mas ... Aku juga butuh uangnya ... Alfa juga perlu pakaian baru. Susunya juga sudah habis ... "
Dimas membuang muka, sambil berkata. "Sudah tidak ada. Aku sudah memakainya untuk keperluanku dan juga teman-teman ku, kami membuka usaha ... "
Mata Resti langsung terbelalak saat mendengar Dimas mengatakan itu.
"Sudah tidak ada, kamu bilang? ... Mas! Kamu ... Kamu ... Memberi ibu modal dan adikmu motor, tapi tidak menyisakan sedikitpun untuk aku, istri bahkan untuk Alfa anakmu, juga tidak?! ... Tega kamu mas ... Tega kamu ... "
Dada Resti begitu sesak, hingga akhirnya kembali menangis. Namun, saat dia ingin menggapai tangan suaminya itu, Dimas langsung menepisnya, lalu berdiri.
"Ibuku tidak memiliki penghasilan dan Dita butuh motor untuk kuliah. Tapi Kamu, kan punya penghasilan sendiri. Jadi, jangan mempermasalahkan kenapa aku memberikan itu pada keluargaku!"
Tangis Resti semakin membesar karena itu. Sambil terisak, dia kembali berkata. "Massss ... Aku berjualan demi keluarga ini ... Aku berkorban untuk kami mas ... Agar kita tetap bertahan ... massss !!"
Melihat Resti meratap, Dimas sama.sekali tidak merasa kasihan. "Jadi, selama ini kamu tidak ikhlas?!"
Resti tidak tau bagaimana Dimas mempertanyakan keikhlasan nya.
"Mass ... Bukan itu ... Maaaaasss ... Ta-ta-tapi ... Massss ... "
"Hah, sudahlah! ... Aku pulang mau istirahat, tapi kamu malah membuatku kesal saja ... ! Lebih baik, aku pergi saja."
Resti hanya bisa semakin terisak, saat mendapatkan perlakuan Dimas itu. Dia seolah baru melihat siapa sosok suaminya yang sebenarnya.
Mungkin, karena mendengar suara keduanya, Alfa bangun dan berjalan keluar kamar.
Saat anak itu melihat ayahnya, dengan langkah yang masih tertatih, karena belum genap dua bulan bisa berjalan, Alfa mencoba mencapainya.
"Pa-pa-paaaaa ... !"
Namun, Dimas yang melihat kedatangan anaknya, malah mengelak. Akhirnya, Alfa yang sedang mencoba memeluk kakinya, jatuh terjerembab.
Sempat terdiam sebentar, akhirnya anak itu langsung mulai mencebik dan akhirnya berteriak menangis.
"Mmamaaaaaaa .... "
Melupakan sakit hati nya, Resti langsung berdiri dan mendekat pada Alfa, lalu membawa anak itu dalam pelukannya.
Alfa menangis semakin kencang, namun Resti tidak. Air matanya berhenti saat melihat apa yang baru saja di lakukan oleh Dimas, pada anaknya ini.
Mata Resti menatap entah kemana, namun ada satu hal yang bisa dilihat di sana. Wanita itu, benar-benar sedang marah.
"Tenang ya sayang ... Ada mama ... Ada mama ... Jagoan mama jangan Nangis ... "
Sambil terus mengusap punggung putranya yang terus menangisi kepergian ayahnya itu, Resti membawa Alfa kembali masuk ke kamar.
...Dimas Anugrah ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
🥀Acihlicious 🥀
aaah dasar suami laknat
2022-12-29
0
vithrey cemplugh
rezeki nya bakal sulit noh udah bikin tangisan istri n anak,,😒😒
2022-08-30
1
GeGe Fani@🦩⃝ᶠ͢ᵌ™
suamiku suka top up juga 🤭✌️
2022-08-18
2