Chapter 5 - LANGKAH AWAL

Melangkah yang tidak ada lelahnya,

Sabar yag tidak ada bencinya,

Memangnya ada?

Spectrum biru muda dengan semburat oranye tipis yang malu, menemani pagi Stella yang sepi. Keluarganya sudah terbang malam tadi, bahkan dia sempat mengantar mereka hingga last minutes boarding.

Kesepian sudah terasa ketika Stella kembali ke Apartmentnya, selepas dari Bandara. Ketika langkahnya kembali memasuki apartment barunya, perasaan yang sama seperti awal pertama kali dia pindah ke Ausie.

Everyday Beverage terletak di kota yang berbeda dengan kantor pusat dan juga tempat tinggal Stella, sehingga dia harus mencari tempat tinggal selama dia bekerja di sana. Papa dan Mamanya akhirnya membelikannya sebuah apartment mewah yang sudah lengkap dengan segala perabotannya.

Pagi ini adalah hari yang baru. Hari untuk Stella mulai menapakkan langkah awalnya di dunia kerja. Itu adalah yang orang-orang asumsikan padanya. Kenyataanya, dia hanya ingin memulai balas dendamnya.

***

Semua mata tidak berhenti menyoroti Stella. Datang ke kantor dengan menggunakan mobil sedan yang harganya tidak murah. Juga barang-barang dari brand terkenal yang lain melekat hampir di seluruh bagian tubuhnya. Mulai dari ujung kepala, hingga ujung kaki. Orang-orang yang mengenalnya pasti sudah tahu jika Stella bukanlah orang sembarangan. Anak dari pemilik perusahaan.

Hanya segelintir orang yang tahu identitas asli Stella, yaitu Direktur Operasional, Manager HRD, dan Sekretaris perusahaan. Stella sengaja menyembunyikan identitasnya agar orang-orang tidak mulai berlomba-lomba ingin mendekatinya, lalu mulai dengan puja-puji manis.

Stella ditempatkan di dalam department PPIC (Product Planning & Inventory Control), yaitu bagian dalam perusahaan manufaktur yang mengurusi perencanaan dan mengendalikan rangkaian proses produksi agar berjalan sesuai dengan rencana yang sudah ditetapkan. Divisi PPIC diisi oleh beberapa orang dan empat orang member inti, yaitu satu Admin, satu Staff, satu Asst.manager, dan yang terakhir Manager.

Posisi Sarah berada satu tingkat diatas Stella, dia menduduki jabatan Asst.manager PPIC. Stella tidak akan mendebat apapun. Jika Sarah berada di posisi itu, sudah sewajarnya dia berkompeten.

“Kamu nyalon tiap hari ya?” tanya Sarah ketika melihat Stella masuk ke ruang department PPIC.

“Hanya saat weekend saja kok, Bu.”Jawab Stella berusaha untuk ramah meskipun sebenarnya dia kesal melihat Sarah.

Sarah hanya mengangguk sekali kemudian menatap Stella lagi, “Meja kamu di sana ya.” Dia menunjuk ke meja yang ada di susut ruangan. “Kebetulan Pak Jimmy sedang dinas di kantor pusat, minggu depan baru balik.” lanjutnya, kini mulai mengacuhkan Stella dan kembali menekuni apa yang dia kerjakan sebelumnya.

“Baik, Bu.” Jawab Stella singkat.

Tanpa banyak bertanya lagi, Stella menuju ke mejanya yang berjarak tidak jauh dari meja Sarah. Meja yang sepertinya sudah sangat lama sekali tidak dihuni. Dia mengelap sisa-sisa debu yang menempel di meja menggunakan tisu. Kemudian dia mulai mengeluarkan laptopnya, meletakkannya di atas meja, lalu mulai berusaha terlihat sibuk, meskipun dia belum melakukan apapun.

“Nanti selesai makan siang, tolong kamu cek gudang material. Kita akan mulai membandingkan forecast kita dengan milik customer siang nanti. Jadi, tolong siapkan datanya sebaik mungkin.” Perintah Sarah tanpa melirik ke arah Stella sedikit pun.

Stella menoleh ke arah Sarah. Dia diam saja ketika atasannya itu menyuruhnya melakukan sesuatu tanpa mengajarinya terlebih dahulu.

Stella sangat paham tentang dunia kerja, terutapa tentang pengelolaan perusahaan. Dia mulai diperkenalkan dengan lingkungan bisnis sejak lulus SMA. Tumbuh dalam keluarga yang memiliki banyak sekali bisnis diberbagai fektor, membuatnya harus bisa belajar lebih cepat.

Sarah sedang mengobrol dengan karyawan yang lain, sementara Stella mengeluarkan laptopnya. Butuh beberapa saat sampai latopnya benar-benar siap untuk digunakan. Stella mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Dia merasakan atmosfer yang berbeda.

Perusahaan manufakturing dan corporate tempat biasanya dia belajar tentang bisnis bersama Daniel, sama sekali berbeda. Kantor pusat tidak memproduksi langsung barang yang akan dijual, melainkan memantau dan memberikan support dari banyak sisi. Corporate memegang kendali atas semua bisanis yang dijalankan.

Ketika laptop Stella sudah siap untuk digunakan, dia dengan santai melihat lagi dokumen-dokumen karyawan yang diberikan oleh Daniel. Stella berencana melakukan bacground check mandiri, termasuk untuk Sarah.

Stella memang membenci Sarah, namun jika Sarah memiliki kinerja yang baik, Stella tidak akan mencoba mengusik apapun di tempat kerja. Dia akan berusaha seobjektif mungkin di kantor, meskipun sepertinya itu adalah hal yang sulit ketika ia menemukan tahun kelahiran Sarah. Angka yang menunjukkan bahwa Sarah dua tahun lebih tua dariya yang berarti, Ayahnya telah selingkuh jauh sebelum Stella lahir. Lebih buruknya lagi, perselingkuhan mungkin bisa saja terjadi ketika Ayah dan Ibunya masih belum menikah.

Pertanyaan-pertanyaan baru muncul di kepala Stella. Dia juga tidak habis pikir kenapa Ayahnya tega melakukan itu kepada pasangannya sendiri. Mengancani seseorang sejak awal, sudah sewajarnya dimulai dengan komitmen untuk hidup bersama. Dia tidak habis pikir apa yang Ayah dan Ibunya inginkan ketika mereka memutuskan untuk menikah?

Tidak ada yang aneh dari pernikahan Ayah dan Ibunya sejauh yang Stella tahu. Satu-satunya badai yang akhirnya membunuh cinta dan raga Ibunya itu adalah perselingkuhan Ayahnya.

Tekad Stella semakin bulat. Dia hanya ingin Ayah, pelakor, dan juga anak mereka merasakan kepedihan yang sama besarnya dengan Stella.

***

Waktu makan siang adalah hal yang tidak disukai oleh Stella. Itu akan membuatnya harus menjawab banyak pertanyaan ingin tahu dari orang-orang. Dia ingin meminimalisir terbongkarnya status dirinya sebagai anak pemilik perusahaan ini.

“Stella nggak makan?” tanya Medina, Admin PPIC yang baru saja kembali dari ruang makan.

“Aku bawa sandwich pagi tadi, belum aku makan,” jawab Stella bohong. Dia telah mempersiapkan segalanya sebaik mungkin, termasuk menyiapkan bekal untuk dirinya sendiri di pagi hari.

“Kamu bisa makan di ruang makan juga kok.” Ucap Medina lagi.

“Aku disini aja nggak papa. Lagian ini kecil kok, jadi cepat habisnya.” Stella menimpali sembari mengangkat sandwich ukuran besar yang ada digenggamannya.

Medina tidak buta. Tentu saja dia menyadari bahwa sandwich itu lumayan besar dan tidak akan habis dalam sekali hap. Namun Medina hanya merespon dengan anggukan. Dia berpikir Stella yang merupakan anak baru di kantor itu, malu untuk makan bersama yang lain.

Stella mulai membuka plastik tipis penutup sandwich-nya. Dia bersyukur Medina tidak bertanya lebih lanjut tentang dirinya. Dia hanya ingin menikmati roti lapis isi ayam dan sayur itu dengan tenang. Ditemani musik pelan dari earphone yang menyumbat kedua lubang telinganya sejak jam istirahat.

Bagi beberapa orang jam istirahat ingin dihabiskan untuk mengobrol, namun Stella lebih nyaman menikmatinya sendiri. Setengah harinya menguras setengah energinya. Jalan ke sana, kemari. Melakukan hampir semuanya sendiri. Tidak mudah memang memulai sesuatu. Namun Tuhan sudah berjanji, bahwa ada akhir disetiap awal yang dimulai. Stella selalu mempercayai itu.

***

Hi! Jangan lupa up vote kalo kalian suka ceritaku ya. kritik dan saran juga sangat membantu. Thank u.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!