Anak laki-laki yang merengek itu bernama Daniel. Usianya baru saja menginjak 10 tahun beberapa hari yang lalu. Dia baru saja menodong Papa dan Mamanya untuk memberikan hadiah yang selalu dia inginkan sejak dulu. Seorang saudara yang dapat menemaninya di rumah yang sangat besar dan penuh pelayan ini.
Tentu saja hal itu tidak mungkin bagi Vony Wijaya setelah beberapa tahun lalu harus menjalani operasi pengangkatan rahim. Baik Prakash maupun Vony telah menjelaskan hal itu berulang kali kepada putra mereka satu-satunya itu.
“Ma, Daniel tadi ketemu anak kecil...”
“Kamu juga masih kecil, Daniel.” Ucap Papanya menyela sembari berusaha menyembunyikan tawanya di balik koran yang sedang dia baca.
“Papa, ihh.” Daniel mendengus kesal.
“Yaudah lanjutin.” Ujar Mamanya seraya menambahkan beberapa lauk ke atas piring putranya yang sedang merengek.
“Jadi, kemarin Daniel minta Mang Ujang untuk ambil jalan memutar yang lebih panjang. Terus ya, Mama tahu nggak sih?”
“Mama ngga tahu, Daniel...kan kamu belum selesai cerita.” Sergah Papanya lagi lalu kembali terkekeh.
Daniel menatap ke arah papanya itu dengan kesal, “Papa ya, motong pembicaraan Daniel sama Mama.” Ujarnya seraya menyilangkan kedua tangannya di dada.
Mamanya tersenyum sembari membelai lembut anak-anak rambut putranya itu. Dia berusaha menengahi suaminya yang senang sekali menggoda putra mereka.
“Ceritain ke Mama, Daniel lihat apa, ketemu siapa.” Ucap Mamanya.
“Daniel berhenti di toko jajanan murah, tapi karena Mama nggak kasih Daniel uang saku, Daniel nggak beli apa-apa.” Ucap Daniel melanjutkan kalimatnya yang sempat terpotong.
“Oh, jadi Daniel mau protes ke Mama nih kerena nggak dikasih uang saku?”
Bu Vony langsung mencubit lengan suaminya sambil matanya menatap tajam ke arah suaminya.
“Ayo lanjutin, Nak...” Ujar Mamanya sambil sekali lagi melotot ke arah suaminya yang tidak sanggup menyembunyikan tawanya.
“Terus ada anak kecil, dia kasih setengah jajannya buat Daniel. Dia cantik banget, Ma. Tapi...” Daniel menghentikan kalimatnya sejenak. “Wajahnya pucat dan sedih sekali, Ma...”
Pak Prakash baru akan menyela obrolan anaknya lagi, namun mengurungkan niatnya karena tiba-tiba ekspresi putranya itu berubah menjadi serius.
“Dia anak Panti Asuhan yang jaraknya nggak jauh dari toko jajan, Ma. Ketika dia balik ke Panti lagi, sisa setengah jajannya dia kasih ke anak Panti yang lain.” Jelas Daniel dengan suara pelan nyaris tidak terdengar.
Pasangan suami-istri Prakash dan Vony saling tatap beberapa saat. Setelah mendengar cerita itu, mereka langsung memiliki satu pemikiran yang sama.
***
Daniel dengan sangat senang hati langsung menerima ide dari Papa dan Mamanya. Prakash memutuskan untuk mengadopsi gadis kecil yang ditemui oleh putra mereka saat itu. Butuh waktu bagi mereka untuk benar-benar yakin dengan keputusan untuk mengadopsi anak. Vony juga sangat berhati-hati mengambil langkah. Dia tidak serta-merta langsung memboyong gadis kecil yang akan menjadi adik bagi Daniel. Dia secara rutin seminggu sekali datang ke panti asuhan selama enam bulan penuh sebelum akhirnya mantap mengikuti naluri keibuannya.
Surat-surat legal adopsi telah rampung diurus. Pasangan Wijaya ini tidak ingin suatu saat mereka harus kehilangan hak asuh putri mereka hanya karena keteledoran dokumen. Semua dipersiapkan secara matang. Bahkan Vony yang sangat excited selalu membawa pulang banyak baju anak perempuan di banyak kesempatan. Begitupula Prakash, dia mulai mempelajari banyak buku-buku mengenai psikologi anak.
Hari yang dinanti akhirnya tiba. Prakash dan Vony menjemput putri mereka dari panti asuhan menuju ke kediaman mereka. Daniel yang menunggu di rumah membantu pelayan menyiapkan segala keperluan untuk menyambut adik barunya itu. Dia memerintah para pelayan untuk memanggang kue, lalu menata ulang mainan-mainan yang ada di ruang bermain.
“Daniel sayang!” panggil mamanya dengan suara lantang dari arah pintu depan.
Suara langkah kaki mulai terdengar makin dekat ke ruang tamu. Daniel tak ubahnya mobil yang dipacu kencang lalu mengerem mendadak. Dia telah menantikan momen ini sejak lama.
“Hi, Stella. Selamat datang di rumah.” Ujar Daniel riang.
Gadis yang telah secara resmi mengganti namanya dari Dalia Artanti menjadi Stella Vokash Wijaya, tiba-tiba tidak sanggung membendung air matanya. Dia menangis sejadi-jadinya. Daniel yang panik langsung memeluk adik perempuannya itu.
Vony dan Praksh sadar. Mereka telah mendidik putra mereka dengan baik selama ini. Daniel tumbuh menjadi anak yang penyayang. Mereka yakin, Daniel dan Stella akan tumbuh bersama menjadi kakak-beradik yang rukun.
***
Dua pasang sepatu baru saja mendarat dengan sangat epik di atas genteng gazebo di samping kolam renang. Disusul baju seragam batik yang sengaja diterbangkan ke tengah-tengah kolam renang. Dua remaja beda usia dua tahun, berlarian mengitari tepi-tepi kolam. Hampir setengah jam lebih mereka membuat para pelayan kebingungan.
“Kak Daniel aku bilangin ke Mama, ya...”
“Terserah. Nanti aku juga bakal bilang ke Papa dan Mama kalau kamu pacaran di sekolah.”
Stella berhenti mengejar kakanya itu. Dia mengernyitkan dahi, “Huh? Siapa yang pacaran?” tanyanya kemudian.
“Aku lihat kamu ciuman sama Austin, teman sekelas kakak yang blasteran Australia itu.” Jawab Daniel seraya berhenti berlari ketika melihat Papa dan Mamanya sudah berdiri di belakang Stella.
“Siapa yang ciuman?” tanya Pak Prakash tanpa menyapa terlebih dahulu ke kedua anaknya itu.
Bu Vony mendekati Stella, memegang bahunya kemudian membuatnya berbalik. Kini mereka saling menatap lurus satu sama lain.
“Mama kan udah bilang, nggak ada pacar-pacaran pas SMA!” Ujarnya tegas.
Daniel yang memicu topik ciuman, berdiri di seberang kolam dengan perasaan bersalah.
“Stella nggak pacaran sama siapa-siapa, Ma. Stella juga nggak ciuman sama siapa-siapa.” Ucap Stella menimpali.
“Terus tadi di Sekolah kamu sama Austin ngapain di dekat pintu masuk kantin?” tanya Daniel.
Stella menghela napas panjang, “Itu si Austin nggak sengaja bikin mata aku kelilipan.” Jawab Stella.
“Ah! Pantesan pas tadi Daniel pukul si Austin, dia bingung kayak ngga mau ngaku gitu.” Ujar Daniel lirih.
Tidak hanya Stella, Mama dan Papanya pun ikut kaget mendengar pengakuan Daniel. Belum sempat Papa dan Mamanya mengomel panjang lebar atas perbuatannya, suara ponsel mengalihkan obrolan mereka.
Prakash mengambil ponsel dari dalam saku celana, kemudian melihat nama yang muncul di layar. “KEPALA SEKOLAH UK INTERNATIONAL SCHOOL”. Dia menghela napas panjang sudah bisa menebak apa yang akan didengarnya setelah ini. Tidak berhenti sampai di situ. Ponsel miliki Vony juga berdering. Kini giliran Mamanya yang harus meminta maaf ke Orang Tua Austin.
“Kamu harus bicara sama Papa dan Mama nanti.” Ucap Mamanya sambil menatap tajam ke arah Daniel.
Sementara orang tua mereka sibuk menelepon, Stella menghampiri kakaknya yang berada di seberang kolam. Dia tersenyum sambil menatap kakaknya.
“Overprotective banget sih.” kata Stella, menggoda kakaknya.
Daniel tidak terprovokasi, dia menimpali serius perkataan Stella. “Aku nggak akan ngebiarin siapapun nyakitin kamu, Stell.”
“Memangnya seseorang bisa tersakiti hanya karena pacaran dan ciuman?” tanya Stella bingung.
Tiba-tiba saja Stella teringat tentang Ayahnya. Perselingkuhan Ayahnya terbongkar karena sang Ibu melihat suaminya itu berciuman dengan wanita lain. Setiap memikirkan tentang hubungan romantisme, Stella menjadi emosional dan kesal. Pacar dan ciuman. Rasanya semua itu masih sangat jauh di dasar list hal yang ingin dilakukannya.
“Anyway, thank you, kak.” Ucap Stella tulus.
Daniel tersenyum sembari mengusap-usap pelan rambut adiknya.
“Daniel, Stella, kalian ngapain cengar-cengir di sana?!” Teriak Papanya dari kejauhan. “Kalian berdua ikut Papa.”
“Iya, Pa.” Jawab mereka bersamaan.
***
>Jangan lupa vote ceritaku ya.. tinggalkan komentar dan kritik kalian juga. Thank You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments