Diam bukan berarti tidak merasakan apapun.
Menganggukpun belum tentu jawabannya, iya.
Hati manusia menyimpan lebih banyak dari yang terucap.
Belum genap sebulan setelah kepulangannya dari Australia, Stella sudah disibukkan dengan berbagai kegiatan acara amal yang diadakan oleh perusahaan milik orang tuanya. Empat tahun sudah Stella meninggalkan Indonesia untuk menempuh studinya. Bumi seolah berputar lebih cepat dari yang bisa Stella bayangkan, meskipun sebenarnya tidak.
Tok!Tok!
Suara ketukan pintu mengalihkan fokus Stela. Dia buru-buru membukan pintu di belakangnya dan mempersilahkan Daniel masuk.
“Stell, kamu kenapa sih?” tanya kakaknya dengan nada kesal.
Ah! Pasti Mama dan Papa telah memberitahu Daniel bahwa aku menolak posisi Direktur di corporate support planning. Stella mengambil posisi duduk di atas kasur sambil bersandar pada bantalan tempat tidurnya.
“Aku ingin belajar dari bawah.” Jawab Stella bohong. Alasan yang membuatnya menolak posisi strategis yang ditawarkan orang tuanya adalah, dia ingin menyelesaikan permasalahan masa lalu yang masih mengganjal di hatinya hingga saat ini.
“Kamu sudah lebih dari mumpuni, Stel.” Ujar kakaknya lagi, sembari merengsek duduk di samping Stella.
“Data pegawai yang aku minta kapan lalu, sudah ada?” Stella berusaha mengalihkan pembicaraan.
Daniel mendengus kesal. “Sekretarisku bilang, dia sudah kirim semua datanya ke email-mu, kemarin.”
“Aww! Thank you, kak.” Ucap stella seraya memeluk tubuh kakaknya untuk sepersekian detik.
“Aku juga sudah atur agar hanya orang-orang tertentu yang mengetahui bahwa kamu adalah Stella Vokash.”
Stella sigap memeluk tubuh kakaknya lagi, “Thank you banget, kak.”
“Tapi...” Daniel menatap lurus langsung ke mata adiknya itu.
Stella menunggu kata selanjutnya dengan cemas.
“Aku berhasil ngobrol sama Papa, tapi sepertinya Mama tetap tidak setuju. Sepertinya kamu harus persuasi Mama lagi.” Jelas Daniel.
Tidak mudah memang menjadi anak dari pasangan pengusaha sukses. Tuntutan menjadi penerus kerajaan bisnis mereka dan memilih pasangan ideal yang sesuai dengan kemauan orang tua mereka. Daniel sudah menduduki posisi penting di dalam kerajaan bisnis orang tuanya. Hanya tinggal menunggu waktu sampai dia mengambil tahta tertinggi sebagai pemilik utama sekaligus Direktur group.
Stella sudah membayangkannya sejak diangkat menjadi anak dari pasangan Prakash dan Vony Wijaya. Berada dalam lingkaran strategis bisnis orang tuanya membuat Stella mati-matian menjadi yang terbaik sejak saat itu. Beasiswa untuk sekolah management dan bisnis di luar negeri, Stella mendapatkannya secara penuh tanpa bantuan dari Mama dan Papanya.
Aktualisasi diri sangat penting bagi Stella, dia tidak ingin berakhir seperti Ibu kandungnya dulu. Ditinggalkan karena ada wanita lain. Dia akan membuat pelakor yang telah merusak keluarganya dulu, merasakan kepedihan yang sama seperti yang pernah dialaminya.
Mudah bagi Stella untuk membayar informan-informan terpercaya untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya informasi yang dia inginkan tentang pelakor yang dulu membuat hidupnya sengsara. Informasi yang menarik untuk Stella saat ini adalah Sarah. Anak perempuan satu-satunya hasil pernikahan Ayah kandung Stella dengan si pelakor.
“Kak Daniel nanti bantuin Stella ngobrol sama Mama, ya?” Ucap Stella setengah merengek.
Sejak mereka bersama, bagi Daniel, Stella adalah prioritas utamanya. Dia rela melakukan apa saja demi kebahagiaan adiknya itu. Apapaun yang Stella minta, jarang sekali tidak bisa diwujudkan oleh Daniel.
“Iya, nanti kakak bantu.” Ujar Daniel menimpali.
***
Malam baru saja menutup siang dengan munculnya bintang di langit kota yang temaram. Stella dan Daniel duduk tegang sejak dua puluh menit yang lalu melingkar di meja makan. Tidak ada yang berani berbicara. Bahkan Prakash pura-pura sibuk dengan daging di piringnya. Istrinya sedang memberikan petuah-petuah untuk anak-anak mereka yang sebenarnya sudah cukup dewasa untuk mengambil keputusan sendiri.
“Mama cuma pengen kamu nggak kesulitan, sayang. Kerja di kantor pusat aja ya, nanti kamu berangkat bareng Daniel.” kata Vony berusaha persuasif terhadi putrinya itu.
“Nanti Stella bakalan tetep ke CSP kok, Ma...” Ujar Stella lirih. “Stella pengen belajar banyak hal lain juga sebelum duduk di kursi itu,” lanjutnya.
“Memangnya kursi di CSP kenapa, Stel?” Tanya Papanya bercanda.
Vony yang melihat suaminya yang iseng, mengarahkan tatapan tajam.
“Udahlah Ma, biarin aja kenapa sih Stella kerja dulu di Everyday Beverage. Toh Mama juga bisa dateng ke sana kapan pun Mama mau.” Daniel kembali mempersuasi Mamanya.
Daniel dan Stella benar-benar di ambang putus asa. Tidak mudah mempengaruhi Mamanya.
“Oke, tapi kamu jangan lupa pulang setiap akhir pekan ya.” Ujar Mamanya sembari menyendok nasi di depannya.
Daniel dan Stella tidak bergeming. Mereka berdua masih mencerna apa yang di ucapkan Mamanya. Tidak lama kemudian, mereka sigap bangkit dari kursi dan mencium pipi Mamanya.
Vony meletakkan sendok dan garpunya kemudian mengelus pipi kedua anak kesayangannya itu.
“Papa gimana?”
Daniel dan Stella saling pandang.
“Papa nggak kita ajak.” Ucap Stella sembari kembali memeluk Mamanya.
Dewi fortuna benar-benar sedang berpihak pada Stella. Jalannya untuk bisa membalaskan dendam masa lalunya dipermudah dari banyak sisi.
***
Tidak mudah memiliki adik perempuan. Daniel tidak pernah bisa menolak permintaan adiknya, termasuk untuk ikut ke acara ulang tahun salah satu teman dekatnya. Meskipun sebenarnya Stella tidak benar-benar tertarik untuk datang ke pesta itu. Satu-satunya yang membuat dia ingin ikut adalah, mencari seluas-luasnya informasi dan apapun yang bisa dia gunakan untuk membalas dendam.
Mobil sedan Daniel memasuki lobi hotel. Beberapa orang berpakaian jas hitam langsung mendekatinya. Daniel meminta adiknya itu untuk turun ketika salah seorang pegawai hotel berpakaian hitam membukakan pinttu untuknya. Daniel mengikuti tidak lama setelah itu.
Langkah kaki mereka bergerak menuju lobi utama hotel. Di sana sudah ada pegawai yang dipersiapkan untuk menyambut tamu-tamu yang akan menuju ke ballroom hotel.
“Selamat malam, sir.” Sapa sang pegawai perempuan dengan ramah.
Daniel hanya mengangguk. Kemudian menggandeng tangan adiknya yang hampir bergerak ke arah yang berlawanan. “Acara Noah Colin Finlay.” Ucapnya singkat.
“Sebelah sini, sir.” Pegawai hotel menuntun Daniel dan Stella berjalan di lorong hotel menuju ke arah Ballroom.
Tidak sampai lima menit, mereka sampai di pintu utama Ballroom. Pegawai lain yang berdiri di pintu masuk membukakan pintu untuk mereka. Daniel tidak lupa mengucapkan terimakasih sebelum akhirnya masuk ke dalam Ballroom dengan tetap menggandeng tangan adiknya.
Stella yang sejak tadi tangannya terus digenggam oleh kakaknya terlihat pasrah. Orang tuanya memang cukup protektif pada Stella. Bahkan dia tidak pernah meminum alkohol, meskipum itu hanya wine. Pasangan Prakash dan Voni wijaya tidak akan membiarkan anak perempuan mereka pergi ke acara-acara malam tanpa pengawasan. Jika Daniel tidak bisa menemani, Prakash akan terjun langsung untuk menemani putri kesayanganya itu.
“Noah yang mana?” tanya Stella sembari mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
“Sepertinya dia sedang menyapa tamu dengan orang tuanya. Kita cari tempat duduk kita dan menunggunya menghampiri kita saja.”Jelas Daniel seraya menggandeng tangan Stella menuju ke salah satu meja bundar yang telah bertuliskan nama ‘Daniel Vokash Wijaya’. Stella tidak mendebat kakaknya dan terus saja mengekor ke mana dia dituntun.
Seisi Ballroom telah dipenuhi oleh sekitar dua ratus orang. Meja-meja bundar yang sudah dihias dengan taplak putih dan bunga segar ditata rapi . Meja-meja itu juga sudah diberi nama agar memudahkan tamu undangan untuk menentukan tempat di mana mereka harus duduk. Acara ulang tahun yang benar-benar mewah.
Stella tidak bisa berhenti berdecak kagum, meskipun dia juga pernah mendapatkan pesta yang semeriah ini di ulang tahunnya yang ke-17. Dia senang melihat bunga-bunga segar memenuhi Ballroom.
“Kita di sini.” Ujar Daniel seraya menarik kursi agar Stella bisa duduk.
Stella masih sibuk mengedarkan pandangannya ke sekeliling hingga dia menangkap sosok tidak asing yang sangat menancap dalam ingatannya. Sosok perempuan yang berdiri sambil menggantungkan tangannya di lengan Noah.
Sekarang aku tahu, aku harus mulai dari mana. Stella terus memperhatikan gerak-gerik perempuan yang bergelanyut mesra pada Noah.
***
>Jangan lupa vote ceritaku ya.. tinggalkan komentar dan kritik kalian juga. Thank You.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments