"Cantiknya mama Alea." Puji Alea di ambang pintu kamar Denada.Denadapun menoleh. Alea mendekatinya.
"Bisa aja kamu." Denada merentangkan tangannya, Alea memeluk Denada.
Hari ini adalah hari pernikahan Denada dan Rio. bertempat di kediaman Alea, tamu yang diundang hanya kerabat dekat keluarga Alea dan keluarga Rio.
Alea duduk disamping mamanya, memegang tangan mamanya, tatapan matanya kosong. Pasalnya sudah satu minggu berlalu, Kiara yang setiap hari nempel Alea, kini menjauh darinya. Di sekolah, setiap Alea menegurnya Kiara mengabaikannya. Sebaliknya hubungan Kiara dan Bobby justru semakin baik.
"Kenapa sayang?" tanya Denada khawatir. Denada tau, ini pasti ada hubungannya dengan Kiara, namun Alea hanya menggeleng.
"Yaudah yuk kita turun, acaranya akan dimulai." ujar Denada. Mereka bersisian dengan Alea menggenggam tangan mamanya.
Alea duduk bersisian dengan Naya. Acarapun dimulai, hingga semua orang berseru SAH, dan mengucapkan selamat pada kedua mempelai.
Alea tersenyum dengan air mata yang ia tahan. Alea memeluk Naya. Keramaian di sini tak mampu membuatnya tersenyum bahagia, hatinya sepi sekarang, orang yang ia cari tak ada, Kiara. Kiara berjanji akan datang saat mamanya menikah, namun dia tak ada disini.
Usai berfoto dengan kerabatnya, Denada mendekati Naya dan Alea. Alea memeluk mamanya.
"Kamu butuh istirahat Al," ujar Denada lalu melepaskan pelukannya.
"Biar Kak Naya nemenin kamu ya." Denada memeluk Naya sejenak dan Nayapun mengantar Alea ke kamarnya.
Alea membuka kamarnya, mendapati seseorang berdiri di depan balkon kamarnya.
"Kiaraa!" seru Alea saat gadis itu menoleh dan tersenyum padanya. Alea tersenyum lalu mendekati Kiara dan memeluknya. Air mata yang ia tahanpun sekarang terjatuh dipipinya.
"Maafin gu,-"
"Sssttt, lo ngga salah Al, ngga perlu minta maaf, gue yang harusnya minta maaf sama lo. Gue gagal jadi sahabat lo. Gue lebih percaya sama mereka." potong Kiara. Kiara melepaskan pelukannya dan menatap Naya.
"Gue udah tau semuanya berkat Kak Naya. Makasih kak" ujar Kiara. Nayapun tersenyum. Alea mengangkat alisnya bingung.
Flashback on
"Ngapain Kak Naya kesini? Mau belain calon adek kakak lagi?" cibir Kiara saat Naya menemuinya di rumah Kiara.
"Aku ngga akan belain Alea, aku cuma mau ngebuka mata kamu. Sekarang kamu ikut kakak." Tanpa aba-aba Naya menarik lengan Kiara menuju taxi di depan rumah Kiara yang tadi Naya tumpangi ke sini.
"Kita mau kemana kak?" tanya Kiara saat mobil itu meninggalkan rumah Kiara.
"Nanti kamu juga tau." ujar Naya.
Merekapun sampai ditempat yang Naya maksud. Naya membawa Kiara ke tempat dimana ada mobil hitam terparkir.
"Gimana Van?" tanya Naya pada Arvian. Ya, Arvian ikut ambil bagian dalam rencana ini.
"Semuanya ada disini. Sekarang kita masuk dulu ke mobil untuk rencana kedua." Arvian memberikan ponselnya pada Naya. mereka masuk mobil.
Orang yang mereka maksud keluar dari cafe bergandengan tangan. Bobby dan Della. Kiara terkejut melihatnya. Ternyata Arvian telah mengikuti kemana Bobby dan Della pergi.
"Apa aku udah keren?" tanya Arvian membenarkan kacamatanya. Naya gagal fokus, memandang Arvian yang sangat tampan menurutnya,
"Udah keren banget kak." ujar Kiara mengangkat kedua jempolnya membuat Naya tersadar dari lamunannya. Nayapun mengangguk setuju.
Arvian keluar dari mobil, berjalan ke arah Della dan Bobby, dengan sengaja menyenggol lengan Della.
"Ati-ati dong kalo jalan. Punya mata ngga sih lo?" cibir Bobby.
"Kamu ngga papa kan sayang?" tanya Bobby pada Della. Della meringis karena ditabrak begitu keras tadi.
"Maaf saya ngga sengaja." Ujar Arvian lalu membuka kacamatanya. Della menatap ke Arvian, terpesona melihatnya.
"Maaf maaf! Makanya kalo jalan tuh liat liat!" Bobby tersulut emosi.
"Udah udah, kan dia udah bilang maaf sayang. Maaf ya mas." ujar Della menenangkan Bobby lalu meminta maaf pada Arvian.
"Tapi sayang." bantah Bobby.
Suara deheman membuat mereka menoleh ke belakang Bobby.
"Kiara!" seru Bobby dan Della.
"Sayang ya? Berapa lama kalian pacaran?" Tanya Kiara tanpa basa basi. Lalu menunjukkan ponselnya.
"Gue,-"
"jadi kapan kamu akan mutusin Kiara. Aku tuh capek backstreet terus sayang."
"iya nanti, tunggu bokap Kiara mau menandatangani kontrak kerjasama sama papa aku. baru deh aku putusin dia. Sabar ya sayang."
Suara Bobby tercekat saat rekaman itu diputar. Itu suara Bobby dan Della.
"Ki, itu,-" Bobby hendak memegang tangan Kiara, namun Kiara mengangkat tangannya. Kiara justru menatap Della yang juga gelagapan ditempatnya.
"Lo ngga perlu nunggu lama, karena mulai detik ini, Gue sama Bobby putus. Lanjutin hubungan kalian." cetus Kiara.
"Dan lo." tunjuk Kiara pada Bobby.
"Ngga ada kerjasama antara bokap gue sama bokap lo karena sekarang kita udah ngga ada hubungan apa-apa lagi." Bobby terkejut.
"Tapi Ki,-" Kiara mengangkat tangannya.
"Lo bukan cuma manfaatin gue, tapi lo juga udah ngancurin persahabatan gue sama Alea. Pergi dari hadapan gue." Kiara menatap tajam pada Bobby. Dengan menghela nafas kasar Bobby pun mengajak Della pergi dari sana.
Flashback off
Alea memeluk kakaknya. "Kak Naya? Aku sayang sama kakak." ujarnya. Naya membalas pelukan Alea.
"Aku juga sayang sama Kak Naya." Ujar Kiara lalu ikut memeluk Naya. Naya tersenyum mendengarnya.
"Sekarang kakak punya dua adik nih." ujar Naya membuat mereka tertawa.
***
Satu bulan berlalu setelah pernikahan Denada dan Rio, Rio memboyong Denada ke rumahnya. Alea menolak ikut bersama mereka. Alea tidak mau meninggalkan rumah ini. Banyak kenangan disini. Kenangan bersama Papanya.
Dan sekarang mereka sedang berlibur ke Eropa. Bulan madu. Ck. Dan mungkin akan kembali satu minggu lagi.
Alea sungguh sangat bosan, ia mengganti channel televisinya berkali kali. Namun tak ada yang bagus menurutnya.
Aleapun menuju kamarnya. Menjatuhkan dirinya di kasurnya. Ar yang berada tak jauh dari Alea membuat Alea terduduk dan membawa Ar ke pangkuannya.
"Revan. Lo kemana sih? Ngga pernah muncul lagi dihadapan gue." gumam Alea. saat memandang kucing itu. Rindu, mungkin itu yang sedang Alea rasakan. Alea berdecak menepis perasaan itu.
"Maaf Non, ada yang pengen ketemu sama Non Alea." ujar Bi Ida di balik pintu kamarnya, Aleapun membuka pintu dan mendapati Bi Ida berdiri disana.
"Siapa bi?" Tanya Alea.
"Ngga tau non, tapi cowok." ujar Bi Ida lalu tersenyum. Alea mengangkat alisnya bingung menatap Bi Ida.
Aleapun beranjak dari sana dan bergegas menemui orang itu. Alea membawa Ar keluar bersamanya.
"Cari Alea?" tanya Alea saat menemui cowok itu.
"Revan?" tegur Alea saat cowok itu menoleh. Revan tersenyum lalu mendekati Alea. Alea gugup.
"Ar." Ujar Revan lalu mengambil Ar dari gendongan Alea. Alea menghela nafas lega.
"Ngapain lo kesini?" tanya Alea dingin.
"Ketemu Ar." ujar Revan tanpa menoleh ke arah Alea.
Alea mendengus. Dasar ngga peka! gerutu Alea dalam hati.
"Becanda, gue mau ngajakin lo pergi, pasti lo bosen di rumah kan?" tanya Revan menoleh ke arahnya.
"Sok tau." cetus Alea.
"Keliatan dari muka lo tuh." cibir Revan.
Alea tersenyum malu.
"Udah sana siap-siap. Nih bawa Ar juga." perintah Revan lalu memberikan Ar ke Alea.
Aleapun mengambil Ar lalu menuju ke dalam rumah bersiap siap. Selang beberapa saat merekapun berangkat.
"Kita mau kemana sih?" tanya Alea penasaran, sebab dari tadi Revan tidak mengajaknya bicara. Dan sekarangpun Revan tidak menjawabnya.
Hingga motor Revan berhenti ditempat yang tidak asing baginya. Pantai. Ngapain coba bawa ke pantai? pikir Alea.
Revan menggenggam tangan Alea menuju ke pantai lalu menghadapkan Alea padanya. Alea gugup sekarang, Revan mengeluarkan sesuatu dari balik sakunya.
"Apa lo ingat benda ini?" tunjuk Revan pada kalung berbandul kunci itu. Alea mengamati kalung itu, ia tersenyum samar.
"Vano?" ujar Alea, Revanpun tersenyum.
Flashback on
Gadis kecil berusia sepuluh tahun dengan rambut dikepang itu sedang asyik membuat istana pasir, tak sengaja melihat seorang anak laki-laki yang usianya sudah limabelas tahun sedang asyik berselancar. Ia memandang kagum ke arah cowok itu. Hingga ia tak sadar cowok itu sudah di depannya.
"Apa tadi sungguh keren? Sampai kamu ngga mau mengedipkan mata kamu sekalipun?" ujar cowok itu.
"Ah iya, itu sangat keren kak." ujar Alea.
"Aku Vano, kamu siapa?" Cowok yang bernama Vano itu mengulurkan tangannya.
"Alea." sambut Alea tersenyum. Vano juga ikut tersenyum.
"Apa itu istana buatan kamu?" tunjuk Vano pada Istana pasir didepannya. Aleapun mengangguk, Vano berjongkok dan membuatkan istana pasir yang lain. Sangat sederhana namun lebih baik dari istana pasir milik Alea. Vanopun berdiri.
"Waah, itu sangat indah kak." puji Alea, matanya Berbinar.
"Bisakah kamu berhenti memujiku Lia?" pinta Vano mengendus. Dia tidak suka di puji seperti itu. Alea menatap Vano bingung.
"Lia? Kenapa kamu panggil aku Lia?" protes Alea.
"Biar ngga susah aja manggilnya." ujar Vano enteng. Aleapun mengangguk setuju.
"Sekarang kita teman." Ujar Alea pada Vano, Vanopun mengangguk. Mereka tersenyum.
Flashback off
Reihan Alvano Widiantoro. Teman masa kecil Alea saat Alea pertama kali ke pantai ini. Cowok yang membuat Alea kagum sekaligus membuatnya jomblo hingga sekarang.
Kalung itu adalah janji mereka. Kalung yang ada di leher Alea berbandul gembok. Hanya Revan yang bisa membuka gembok itu, karena kuncinya ada di Revan. Artinya Alea tidak boleh membuka hatinya untuk siapapun karena ia telah terkunci oleh satu orang yaitu Vano.
Lama mereka tidak bertemu membuat Alea lupa, bagaimana rupa Vano yang dulu. Mana tau Alea kalo Revan itu Vano.
Alea tersenyum ke arah Revan, tak menyangka orang yang selama ini membuatnya tersenyum adalah orang yang sama. Namun seketika senyumnya hilang.
"Kenapa lo ninggalin gue? Kenapa lo ngilang dari hidup gue? Kenapa lo ngga ada saat bokap ninggalin gue? Kenapa lo baru muncul sekarang? Kenap,-" Ucapannya terhenti saat Revan menariknya dalam pelukan Revan. Air mata Alea meluruh.
"Gue kangen sama lo Lia." ujar Revan memeluk Alea erat.
"Maafin gue ngga ada di samping lo. Gue janji ngga akan ninggalin lo lagi." ujar Revan. Alea melepaskan pelukannya.
"Kenapa lo sembunyi dibalik nama Revan? Kenapa lo ngga ngasih tau dari awal." Alea menatap datar ke arah Revan.
"Apa lo ngenalin gue? Lo ngehindar saat gue deketin lo Lia." Ujar Revan, Alea merutuki kebodohannya. Lalu terdiam. Alea tersenyum malu memalingkan wajahnya.
"Ya, mana gue tau kalo itu lo." Ujar Alea masih memalingkan wajahnya. Revan mendengus.
"Al, gue,-" ucapannya terhenti saat ponsel Alea berbunyi.
Alea menatap layar ponsel. Tanpa menunggu lama Alea langsung mengangkat telfonnya.
"Hallo ? Apa? Aku ke sana sekarang." Ujar Alea mengakhiri sambungan telfon panik.
"Kenapa Al?" Tanya Revan.
"Kakak, masuk rumah sakit. Dan gue harus ke sana sekarang." Ujar Alea.
"Biar gue anter lo." pinta Revan.
Merekapun langsung menuju ke rumah sakit. Alea dengan tergesa menuju ruangan Naya.
"Kak Naya, bangun kak." Ujar Alea di samping Naya.
Arvian datang ke ruangan Naya. Menangkap sosok asing di depannya.
Siapa cowok ini? pikir Arvian.
Revan yang risih ditatap seperti itupun mengulurkan tangannya.
"Revan." ujar Revan mengenalkan dirinya.
"Arvian." sambut Arvian. Arvian mengalihkan pandangannya ke Alea.
"Apa Om sama Tante belum tau juga soal ini?" Alea menggeleng tanpa menatap Dr. Arvian.
"Mereka harus tau keadaan Naya secepatnya Al." ujar Arvian .
Alea tersentak, baru kali ini ia mendengar Arvian menyebutkan namanya. Alea buru-buru menepis perasaan aneh itu.
Alea tampak lelah hingga ia tertidur, Revan telah pulang dari beberapa jam yang lalu karena Alea menyuruhnya untuk pulang, meski enggan meninggalkan Alea namun Revan tetap pulang karena Alea memaksanya. Alea tidak ingin merepotkan Revan.
Arvian memasuki ruangan Naya untuk mengecek keadaan Naya. Pandangannya teralihkan saat melihat Alea tertidur di sofa ruangan itu. Alea terlihat sangat pulas tertidur. Tangannya tergerak untuk mengelus kepala gadis itu. Namun pergerakan tubuh Alea membuat Arvian mengangkat tangannya kembali.
Alea terbangun saat seseorang mengusik ketenangan tidurnya.
"Dok?" Setengah terkejut saat Alea melihat Arvian ada di sebelahnya.
"Ah maaf mengusik tidur kamu. Saya hanya ingin bangunin kamu, tapi kamu keliatan pules banget jadi ngga tega banguninnya." Ujar Arvian salah tingkah.
"Oh ya ampun jam berapa sekarang dok?" Ujar Alea.
"Jam setengah delapan. Sebaiknya kamu pulang, besok kamu ke sini lagi." Ujar Arvian.
"Tapi Kak Naya?" Alea enggan meninggalkan Naya.
"Ada suster yang jagain Naya. Besok kamu sekolah kan? " Tanya Arvian, Aleapun mengangguk.
"Yaudah, yuk biar sekalian sama saya." Ujar Arvian langsung pergi meninggalkan Alea.
"Eh?" Alea terkejut, namun ia tetap mengikuti Arvian.
Alea menatap keluar kaca mobil, canggung dalam mobil. Hingga mobil yang mereka tumpangi berhenti di sebuah rumah makan.
"Koq kesini dok?" tanya Alea bingung.
"Kamu belum makan kan?" tanya Arvian menoleh ke arah Alea.
"Tapi aku masih keny,-" Suara perutnya membuat ia menggigit bibirnya menahan malu iapun menoleh ke arah lain. Arvian terkekeh.
"Udah yuk." Arvian menggenggam tangan Alea. Alea tersentak. Jantungnya berdebar seakan lari mengelilingi lapangan bola.
Fokus Al fokuus. batin Alea.
Setelah makan malam, Arvian mengantar Alea pulang.
"Makasih dok, udah nganterin aku pulang."
"Sama-sama.Apa perlu besok saya jemput untuk ke rumah sakit?" tanya Arvian. Alea menggeleng cepat.
"Eh ngga usah dok, biar sendiri aja. Jagain Kak Naya ya dok. sekali lagi makasih." Ujar Alea tersenyum. Lalu turun dari mobil Arvian.
Arvian tanpa sadar tersenyum melihat tingkah Alea yang gugup. Ia meninggalkan rumah Alea.
***
Pulang sekolah Alea izin pada Kiara untuk pulang sendiri. Alea menuju rumah sakit tanpa mengganti pakaiannya. Alea memasuki ruangan Naya. Naya masih tertidur. Bukan, tapi belum sadarkan diri.
"Kak, kapan bangun si?" Ujar Alea di samping Naya.
Alea terduduk di sofa ruangan itu mengeluarkan bukunya. Alea membawa camilan juga di tasnya. Sambil mengerjakan tugas Alea terus memakan camilannya.
"Apa kamu belum pulang ke rumah?" Suara itu mengagetkan Alea. Alea menoleh mendapati Arvian meletakkan sesuatu di meja.
"Belum, lagian aku mau nungguin Kak Naya sampe Kak Naya sadar." Ujar Alea lalu fokus mengerjakan tugasnya lagi.
"Sudah, tutup dulu bukunya, makan ini dulu. Kamu belum makan siang kan?" pinta Arvian. Lalu berjalan ke arah Naya untuk memeriksa keadaannya.
Dengan semangat Alea membuka bungkusan itu.
"Dari mana pak, eh mas, eh,-" Arvian terkekeh mendengarnya.
"Panggil aja Kak Arvan." Arvian menoleh ke Alea yang memegang sumpit di bibirnya.
"Heheh, dari mana Kak Arvan tau kalo aku suka mie ayam?" tanya Alea lalu mulai menyumpit mie ayam itu.
"Ohya? Itu mie ayam favorit saya, makanya saya membelinya. Siapa tau aja kamu suka." Ujar Arvian tersenyum.
Alea mengangguk lalu melanjutkan makanannya. Memang patut ini dijadiin mie ayam favorit, karena memang ini enak banget.
Alea menghabiskan makan siangnya lalu mengerjakan tugasnya lagi. Arvian tersenyum senang melihat Alea menghabiskan makan siang darinya.
Dari luar Revan menatap Alea yang sedang makan dengan lahapnya. Revan mengurungkan niatnya masuk ke ruangan itu, apalagi ia telah melihat ada Arvian di sana.
Revan mengangkat tangannya yang membawa makan siang untuk Alea. Dengan berat hati Revanpun pergi meninggalkan rumah sakit itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Reni Ardiana
ehm,,ada bau"cinta segitiga nih💪💪😘thor
2022-10-20
0
🍫Ziahyni™ 🌠
Hallo Kasmini! Aku sudah mampir nih dinovel mu dengan membawa 5 like semoga kmu juga bisa mampir kenovel ku yang berjudul "My Destiny" juga membawa like serta komen.. Terimakasih
2020-07-11
1
Arthur
Semangat thorr
Fur Therese sudah up lagi, yuk baca ❤❤
Klik favorite biar ga ketinggalan yaah
2020-05-16
1