"Pagi tante." Sapa Kiara saat melihat Denada di depan rumah.
"Eh Kiara, pagi, mau ketemu Alea ya? Masuk aja Alea di kamar tuh." Ujar Denada lalu melanjutkan aktifitasnya yaitu berselancar dalam laptopnya.
Kiarapun masuk ke dalam rumah, Kiara terbiasa dirumah Alea, seperti dirumahnya sendiri.
"Eh bi, mau ke kamar Alea ya? Biar aku aja yang bawain" tegur Kiara saat melihat Bi Ida, pembantu dirumah Alea. Bi Ida menoleh.
"Eh Non Kiara, yaudah, Non Kiara mau dibuatin susu sama sandwich juga?" tawar Bi Ida setelah memberikan nampannya pada Kiara.
"Oh ngga usah bi, Kiara udah sarapan di rumah. duluan ya bi."Kiara melangkah menaiki anak tangga, menuju kamar Alea.
Tok..tok..tok..
"Al, ini gue Kiara" Suara Kiara dari balik pintu.
"Masuk aja Ki, ngga dikunci koq." ucap Alea. Kiarapun masuk celingukan mencari sosok Alea, dan ternyata
dia lagi dibalkon. Kiarapun menghampiri Alea.
"Ya ampun Al lucu bangeettt" puji Kiara saat melihat kucing yang ada di pelukan Alea. Aleapun menoleh.
"Ouchhh maaciiih Ki.." ujar Alea dengan nada dibuat buat. Kiara memutar bola matanya jengah.
"Bukan lo, tapi kucing ini. Ngomong ngomong lo ngadopsi kucing dimana? Kapan? Koq gue baru liat." Kiarapun mengambil Ar dari pangkuan Alea.
"Kucing manis, gemesin banget sih kamu tuh." puji Kiara sekali lagi. Alea menatap dan mengelus Ar, lalu beralih menatap Kiara.
"Namanya Ar, gue ngga ngadopsi, kucing ini dateng sendiri semalem." ujar Alea.
"Masa sih? Jadi ini kucing jalanan donk? terus mampir kesini?"Tebak Kiara lalu menatap Alea.
Alea berdiri dan mengambil surat yang semalam ia baca lalu memberikannya pada Kiara. Kiara membaca surat itu, beberapa saat kemudian Kiara senyum senyum sendiri.
"So sweet, R? Siapa sih R? Care banget sama lo. Pacar lo Al? Koq lo ngga pernah bilang sih kalo lo punya pacar, jahat ih." tanya Kiara membuat Alea jengah.
"Gue jawab yang dari mana dulu nih?" ujar Alea menatap datar sahabatnya itu. Kiara terkekeh karena telah bertanya tanpa henti.
"R itu siapa?"ulang Kiara.
"Oke, R itu Revan. Menurut gue sih, soalnya gue liat Revan semalem kesini, pas gue samperin udah ngga ada, terus Revan bukan pacar gue, gue aja baru kenal." jawab Alea namun Kiara masih bingung dengan jawaban Alea ini.
"Kalo lo baru kenal, koq dia bisa tau lo kabur dari rumah?" tanya Kiara dengan ekspresi bingungnya.
Oh iya Alea lupa belum menjelaskan siapa itu Revan dan gimana mereka bertemu, Alea menghela nafas lalu mulai menceritakan perkenalan Alea sama Revan malam itu.
"Koq dia care banget sama lo Al? Padahal dia kan baru kenal sama lo." ujar Kiara menimbang-nimbang.
"Gue juga ngga tau Ki, heran aja gue." Alea memandang kosong ke arah Ar.
"AR, Alea Revan? Cie.." ledek Kiara lalu menimpuk Kiara dengan bantal disampingnya. Alea dan Kiara kini berada di dalam kamar, sudah tidak di balkon lagi.
"Apaan sih Ki. Ngaco deh." Alea memalingkan wajahnya.
"Revan ya? Kek ngga asing deh di telinga gue, lo pernah ngga denger nama itu?" tanya Kiara masih memikirkan hal itu.
"Udah ah ngga usah bahas dia." Alea menggelengkan, dia seperti mengingat nama itu. Tapi dimana?
"Aiisshh iya iya, tapi Al, gue berfikir kalo dia itu lagi deketin lo, terus lo kan jutek tuh sama cowok,-"
"Hmmm iya terus? Lo mau nyeritain kehidupan gue kek di novel novel gitu? Udah deh ngayal lo terlalu tinggi Ki." potong Alea sebelum Kiara menghayal terlalu tinggi.
"Ya kali Al, gue kan pengen liat lo punya cowok." celetuk Kiara.
Alea melotot ke arah Kiara, sungguh itu sebuah ejekan, pasalnya ia tidak pernah mau pacaran, entah ia yang tak mau atau memang ngga ada yang mau karena ia terlalu cuek. Alea mendengus.
"Ngapain punya cowok kalo ujungnya gue diduain." Celetuk Alea.
"Yaudah putusin aja kalo gitu nyari yang lain, cowok kan banyak Al. Kalo ngga, balas aja selingkuhin dia emang dia aja yang bisa duain kita?" ujar Kiara, Alea melotot tak percaya mendengar ucapan Kiara.
"Kenapa lo ngga mutusin Bobby kalo gitu? Dia kan playboy, koq lo betah sama dia?" cibir Alea, sebenarnya Alea ingin memberitahu semuanya, namun ia bingung harus memulai dari mana.
"Kenapa gue harus mutusin Bobby? Dia tuh udah janji sama gue kalo dia ngga bakal jadi playboy lagi." ujar Kiara meyakinkan Alea.
"Lo yakin?" ujar Alea, Alea tak tahan sebenarnya. Apa Kiara harus melihatnya sendiri?
"Yakin donk, emang kenapa sih? Lo ngga suka gue pacaran sama Bobby?"
"Engga, Bobby udah selingkuhin lo, mana bisa gue rela kalo lo disakitin sama Bobby" Alea berteriak dalam hatinya. Alea tak berani mengungkapkannya, hati Kiara sangat rentan untuk sakit. Alea takut akan melukai hati sahabatnya.
"Al, koq diem." tegur Kiara.
"Eh ke mall yuk," ajak Alea mengalihkan pembicaraan. Alea memasukkan Ar ke kandangnya. Alea berharap Kiara tak menanyakan hal itu lagi.
"Yuk." Kiara mengangguk antusias.
Alea menghela nafas lega. Setelah bersiap Alea dan Kiara berpamitan pada mama Alea, merekapun berangkat diantar oleh Pak Kus, supir Alea. Karena Pak Budi telah pulang.
***
"Gimana kalo kita main di timezone aja Al? Seru tuh keknya." Ajak Kiara.
Setelah mengiyakan permintaan Kiara, merekapun berjalan ke arah timezone, tinggal beberapa langkah lagi, Alea menghentikan langkahnya. Saat ia melihat dua insan yang ia tegur beberapa hari lalu. Bobby dan Della.
"Kenapa Al? koq berhenti?" tanya Kiara bingung. Alea tak tau harus kasih alasan apa sekarang.
"Eum, itu rame banget Ki, ke tempat lain aja yuk." pinta Alea. Lalu menarik tangan Kiara meninggalkan tempat itu.
"Nggapapa Al, kan bisa ngantri." Ujar Kiara yang mengikuti langkah Alea.
"Iya , gue pengen ke,- toilet, yah toilet, udah ngga tahan nih, yuk buruan." Alea tampak gugup.
Kiara memandang sahabatnya, kenapa aneh banget sih? pikir Kiara. Namun Kiara tetap mengikuti Alea ke toilet. Sampai di toilet Alea meninggalkan Kiara di depan. Kini ia bingung harus apa, pasalnya Alea cuma beralasan ingin ke toilet agar Kiara tidak melihat pacarnya yang sedang asik bermain dengan cewek lain.
"******! Kalo Kiara liat mereka lewat gimana?" gumam Alea menepuk jidatnya sendiri.
Akhirnya Aleapun bergegas keluar untuk mengajak Kiara cepat-cepat pergi dari sini. Belum sempat ia melangkah ia melihat Della yang melewatinya akan masuk ke salah satu bilik toilet.
"Tunggu!" tegur Alea, Della menoleh.
"Sorry, negur gue?" Della terkejut melihat Alea, namun ia menutupi keterkejutannya.
"Iya lo, siapa lagi? cuma ada kita disini." ujar Alea datar.
"Lo bukannya temen Bobby?" tanya Della.
"Ya, ingatan lo tajam juga." Alea menatap Della dengan pandangan tak suka, sedangkan Della memasang senyumnya yang sedikit terpaksa.
"Gue ngga yakin lo sama Bobby saudara. Lo ada hubungan apa sama Bobby?" tanya Alea tanpa basa basi.
Tak diduga Della terkekeh, membuat Alea menatapnya bingung.
"Kenapa lo ketawa? Ada yang salah dengan pertanyaan gue?" tanya Alea datar.
"Ternyata lo itu pinter juga ya, gue emang ada hubungan sama Bobby, dia cowok gue." ujar Della menyandarkan punggungnya di dinding toilet.
"Apa lo ngga tau kalo Bobby itu udah punya pacar?" tanya Alea masih datar.
"Kiara? Gue tau." Della memainkan kuku jarinya.
"Kalo tau kenapa lo mau jadi ceweknya Bobby, lo mau jadi pengrusak,-" ucapan Alea terpotong.
"Pengrusak? Kiara yang ngerusak hubungan gue sama Bobby. Dan asal lo tau, gue pacaran sama Bobby jauh sebelum Bobby pacaran sama Kiara. Oke gue emang udah putus sama Bobby, tapi tiba-tiba Bobby dateng lagi minta gue balikan saat Bobby udah pacaran sama Kiara."jelas Della panjang lebar.
"Kiaranya aja yang cupu ngga mau cari tau latar belakang Bobby." cibir Della.
"Berapa lama lo kenal Kiara? sampe lo berani bilang Kiara itu cupu?" tanya Alea tak terima. Della tampak terkekeh.
"Perlu lo tau satu hal. Gue kenal Kiara tuh udah lama, dia sahabat gue dari kecil." ujar
"Bahkan lo sahabatan sama Kiara? Dan lo berani ngerusak kebahagiaan dia? Gue ngga bisa ngebiarin lo nyakitin sahabat gue!" ujar Alea tak habis pikir.
"Apa yang mau lo lakuin? Lo mau bilang kalo Bobby itu pacaran sama gue? Percuma, dia ngga akan percaya sama lo."ujar Della enteng.
Dengan dongkol Alea meninggalkan Della di sana.
"Liat aja, gue bakal kasih perhitungan sama lo karena udah mau ngerusak rencana gue." gumam Della tersenyum saat Alea sudah pergi.
"Lama banget sih Al, abis boker lo yaa?" selidik Kiara membuat Alea kesal.
"Enak aja, ngantri tadi di dalem." ujar Alea sekenanya.
"Jadi ke timezone ngga?" Tanya Alea pada Kiara, mengusir rasa canggungnya.
Kiarapun mengangguk.
gimana caranya gue ngasih tau lo Ki, batin Alea.
Setelah berpuas main di timezone, Alea dan Kiara makan siang, berhubung perut mereka yang sudah keroncongan minta diisi.
"Kiara? Hai!" tegur seseorang dari samping Alea. Aleapun menoleh, menatap jengah ke arah cewek itu.
"Della." Kiara berdiri menyambut Della, lalu memeluknya.
"Apa kabar? Lama ya kita ngga ketemu?" ujar Della, ia menoleh ke arah Alea.
"Dia siapa Ki? koq ngga dikenalin sama gue?" tanya Della, namun menatap Alea dengan senyum yang membuat Alea jengah.
"Eh iya kenalin dia Alea, Al ini Della temen kecil gue." Kiara tersenyum melihat keduanya, Della mengulurkan tangannya. Dengan enggan Aleapun menyambutnya.
"Della" ujar Della memperkenalkan diri.
"Alea"sambut Alea.
Della berbisik pada Kiara, bukan berbisik si soalnya suaranya bisa Alea dengar.
"Temen lo emang gitu ya? Jutek?" tanya Della pada Kiara, Kiara tersenyum menanggapinya.
"Dia emang gitu Del kalo baru kenal sama seseorang, aslinya baik koq. Eh lo mau makan siang bareng ngga?" tawar Kiara, Alea terkejut, memandang Della tak suka. Della yang melihat itu justru tersenyum mengejek. Lalu menatap Kiara lagi.
"Ngga deh Ki, lain kali aja kita kumpul, bareng bareng lagi sama Bobby kek dulu." ujar Della lalu berpamitan pada mereka. Kiarapun mengangguk mengiyakan dengan tersenyum.
Ck, dasar serigala berbulu domba. batin Alea
"Pulang yuk Ki." pinta Alea.
"Yah koq pulang?" Kiara tampak belum puas jalan-jalannya.
"Kasian Ar sendirian." Ujar Alea datar, mau tidak mau Kiara menurutinya dan pulang.
"Eh bentar deh Al." ujar Kiara menghentikan langkahnya. Aleapun ikut berhenti.
"Kenapa? ada yang ketinggalan?" Tanya Alea.
"Itu kek Bobby deh, tapi bareng sama cewek." Kiara menunjuk ke arah lain, pandangan Alea mengikuti arahan telunjuk Kiara. Benar saja itu Bobby sama Della.
"Mana sih? Salah liat kali, udah yuk pulang." Alea bergegas masuk ke dalam taxi, berhubung tadi mereka menyuruh Pak Kus untuk pulang duluan.
"Apa iya ya? Mungkin mirip doang" ujar Kiara lalu ikut masuk kedalam taxi.
Dalam perjalanan pulang Alea melamun, entah apa yang ada dipikirannya sekarang.
"Al lo ngga papa?" tanya Kiara khawatir.
"Gue cuma kangen sama bokap gue. Boleh kan kita ke makam bokap gue?" Alea memandang sedu ke arah Kiara. Kiarapun mengangguk lalu menyuruh supir untuk ke makam Papanya Alea.
Sampai di makam Papanya Alea meminta Kiara untuk pulang duluan.
"Lo yakin ngga mau gue temenin?" Tanya Kiara, Aleapun mengangguk pasrah. Lalu tersenyum
"Yaudah lo ati-ati pulangnya ya, gue pulang duluan.Bye Al." Mereka saling melambai hingga taxi itu menjauh dari pandangan Alea.
Alea mendekati makan Papanya.
"Pa, Alea kangen sama papa. Mama mau nikah lagi,meskipun Om Rio itu baik, tapi tetep aja dia bukan papa kandung Alea. Alea maunya papa yang disamping mama, bukan orang lain. Kenapa sih? Papa harus ninggalin kita. Alea ingin kita kumpul kek dulu, tanpa ada orang lain." Alea menatap sedu ke arah nisan di hadapannya."
Tanpa Alea sadari, seseorang mengawasinya dari jauh.
"Maafin gue Al." ujar orang itu lalu pergi.
Alea beranjak dari makam ayahnya dan berniat pulang. Hari masih sore namun meski begitu, taxi jarang ada yang lewat. Alea memutuskan untuk mencari tempat untuk berteduh, ia melihat halte yang tak jauh dari tempatnya berdiri.
***
"Bi," panggil Denada saat ia sedang berada dikamar Alea. Bi Idapun bergegas menemui Denada.
"Iya bu?" Ujar Bi Ida.
"Ini kucing siapa? Alea?" tanya Denada.
"Iya Bu, itu kucingnya Non Alea." ujar Bi Ida membenarkan.
"Ya sudah bi," ujar Denada singkat.
"Permisi bu." pamit Bi Ida dari hadapan Denada, Denada menghela nafasnya. Sejak kapan Alea punya kucing? pikirnya.
"Loh bibi ngapain dari kamar aku?" Tanya Alea saat berpapasan dengan Bi Ida di depan pintu kamar Alea.
"Itu non, ibu,-" belum sempat Bi Ida menyelesaikan ucapannya, Alea meninggalkan Bi Ida. ****** gue!! batin Alea.
"Mama?" Tegur Alea sedikit takut.
"Al? Sejak kapan kamu punya kucing?" Tanya Denada datar menatap putrinya.
"Sejak,- emm, ma, boleh yaa Alea jaga kucing ini, pliss, Alea janji bakal jaga baik-baik, ngga akan biarin kucing ini bikin ulah dirumah ini, pliss ma." pinta Alea, Alea sangat takut karena mamanya tidak menyukai kucing, bukan tidak suka tapi geli melihatnya.
Denada tersenyum mengangguk, "Boleh koq, asal kamu bisa pegang janji kamu."
"Yang bener ma?" tanya Alea bersemangat lalu memeluk mamanya.
"Iya kan mama udah janji bakal ngelakuin apapun supaya kamu ngga ninggalin mama lagi." Alea tersenyum senang mendengarnya.
"Kamu belum jawab pertanyaan mama loh." Ujar mamanya menuntut jawabannya.
"Eum, itu waktu Alea pamit keluar malam-malam ma." Ujar Alea sedikit malu.
"Emang kamu kemana? Masa cuma beberapa menit bisa nemuin kucing ini." Tanya Denada
"Ini dikasih sama temen ma." Alea mencoba menutupi kegugupannya. Namun gagal. Denada menatapnya seperti akan mengintrogasi.
"Temen apa temen?" selidik Denada.
"Temen koq ma, tanya aja sama Pak Kus. Udah ah ma, Alea mau mandi." Alea melenggang ke kamar mandi, menghindari pertanyaan lain yang mungkin akan mamanya tanyakan lagi.
Denada menggeleng dan tersenyum. Tak sengaja menemukan amplop berwarna pink di meja belajar Alea, Denada mengambilnya lalu membacanya.
Denada tersenyum membaca surat itu, benarkah cuma teman? koq cuma pake inisial? batin Denada. Denada meletakkan amplop itu ke tempat semula lalu meninggalkan kamar Alea.
***
Naya duduk di kursi tunggu menunggu seseorang, siapa lagi kalo bukan dokternya
"Udah Van?" Tanya Naya pada dokter Arvian. Ya, orang yang Naya tunggu itu Arvian.
"Udah yuk." Ajak Arvian, merekapun bergegas menuju mobil Arvian.
Setelah melewati perjalanan yang lumayan panjang. Arvian menghentikan mobilnya. Naya menoleh Arvian sudah tidak ada ditempatnya. Pintu mobil disebelahnya terbuka, Naya menoleh mendapati Arvian disana membukakan pintu untuknya. Nayapun turun.
"Van, kita kemana sih?" Tanya Naya saat mereka berjalan meninggalkan mobil Arvian.
"Aku laper Nay, emang kamu ngga laper apa?" tanya Arvian tersenyum. Nayapun mengangguk, ia memang lapar sekarang.
Bukan di cafe maupun Restauran, namun hanya tempat makan biasa dipinggir jalan. Arvian memesan nasi goreng. Dan air putih. Naya menatap Arvian heran.
"Kenapa Nay? Kamu heran ya aku suka makan ditempat kek gini?" Arvian menatap Naya lalu terkekeh, tanpa menunggu jawaban Naya Arvian melanjutkan.
"Aku juga manusia biasa Nay, Dokter cuma status bagiku. Lagipula masakan disini ngga kalah sama masakan di rumah koq. Tenang, kamu aku ijinin makan ini, ngga berbahaya koq buat kesehatan kamu." Lanjut Arvian. Naya hanya terkekeh mendengarnya.
"Aku kira, seorang dokter makan itu harus bener-bener dijaga, tapi kamu beda Van." Naya tersenyum samar. Makananpun datang. Mereka menyantapnya dengan lahap.
Selesai menghabiskan nasi goreng itu, Arvian mengajak Naya berkeliling lagi, namun ia takut Naya akan kelelahan, akhirnya mereka berkeliling menggunakan mobil.
"Nay, mau sampai kapan si? Kamu nyembunyiin penyakit kamu dari orangtua kamu?" Tanya Arvian tiba-tiba. Naya menoleh,
"Aku ngga tau Van, aku ngga mau membuat papa khawatir sama keadaan aku." gumam Naya.
"Tapi kamu butuh penyemangat Nay, kamu harus ada yang jagain." ujar Arvian yang masih fokus menghadap ke jalan.
"Aku nggapapa koq, aku baik-baik aja, lagipula ada Alea yang jagain aku. Aku ngerasa bersalah dia mengetahui semuanya." Naya menunduk.
"Alea adik kamu?" Tanya Arvian.
"Iya, lebih tepatnya calon adik." Arvian menoleh sejenak menatap bingung ke arah Naya.
"Calon adik?" tanya Arvian.
"Iya, mamanya Alea akan menikah sama papaku." Ujar Naya menjelaskan. Arvian mengangguk paham.
"Dia bukan adik kandung kamu, tapi dia khawatir banget sama keadaan kamu Nay, dulu waktu kamu pingsan, Alea nangis terus, khawatir sama kamu, maaf waktu itu aku ngasih tau tentang penyakit kamu, soalnya dia bilang kalo dia saudara kamu." ujar Arvian panjang lebar.
"Nggapapa koq. Iya Van, Alea emang baik, baik banget aku sebenernya ngga tega sama dia, dia berkorban untuk kebahagiaan mamanya." Naya menghela nafas berat.
"Sebelum pertemuan antara keluarga aku dan keluarga Alea. Alea curhat sama aku, kalo dia belum siap punya papa baru. Alea kabur dari rumah sebagai tanda protes sama mamanya. tapi setelah itu dia bilang kalo dia menyetujui pernikahan mamanya sama papa aku. Aku jadi ngga tega sama dia Van." Lanjut Naya.
"Iya, dia emang anak yang baik, mungkin suatu saat dia bakal dapat hadiah yang baik. Udah jangan dipikirin, pasti dia udah mengambil keputusan yang benar." Arvian mengelus lengan Naya. lalu tersenyum membuat Naya salah tingkah.
Mereka sampai di rumah Naya. Arvian menepikan mobilnya di depan gerbang.
"Kamu ngga boleh banyak pikiran, aku ngga mau kamu tambah sakit. Aku yakin Alea udah ikhlas koq menerima semua ini." Lagi lagi Arvian tersenyum menatap mata Naya.
Ya ampun udahan donk natap gue kek gitu.teriak Naya dalam hatinya.
Naya mengangguk gugup. Hatinya sedang mempermainkannya sekarang. Hanya dengan menatap mata Arvian seperti ini, Naya merasa ada sesuatu dalam dirinya. Naya menepis itu, dengan gugup Naya membuka pintu mobil itu, namun ia melupakan sesuatu.
"Aku,- aku duluan ya, makasih buat makan malamnya." ujar Naya lalu keluar dari mobil Arvian.
Arvian terkekeh melihat tingkah Naya seperti itu.
Apa dia gugup? pikir Arvian.
Naya melambaikan tangannya saat sudah berdiri di depan gerbang, begitu juga Arvian di dalam mobilnya. Naya memasuki rumahnya tampak tersenyum. Dia senang hari ini.
Gue kenapa? Apa gue beneran suka sama Arvan??
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
Reni Ardiana
💪💪naya,,smoga kedepannya bahagia,,smoga km berjodoh dgn dokter arvan😘
2022-10-20
0
Arthur
Aku udah like nih. Yuk saling dukung 😍 mampir, baca, like and comment "Mei Memories" yaa ❤
2020-05-14
1