"Mas?"
"Apa sih Sis? Kok kamu teriak teriak gitu! Malu tu di lihat semua orang." terlihat semua orang menatap kearah kami, tak terkecuali Virna dan teman temannya pun ikut memperhatikan kami
"Soalnya kamu di tanya diam saja dari tadi mas! Coba kalau kamu jawab, pasti gak akan teriak akunya."
"Sis, ayo jadi gak nih?" ucap sesorang pria dengan kacamata hitam yang datang menepuk bahu Siska
"Iya yaudah ayo kita berangkat, mas kita nanti perlu bicara!" ucap Siska dan pergi meninggalkanku
'Apa itu selingkuhan Siska?' berani beraninya ia mengajak pria itu di hadapanku
...****************...
Hari ini akan menjadi hari yang panjang. Aku tak mempunyai keinginan sama sekali untuk pulang ke rumah. Ku lajukan motorku kembali hingga tak terasa sudah sampai perbatasan kota. Aku berhenti di sebuah taman dekat perbatasan, terlihat beberapa muda mudi asyik bersenda gurau disana. Aku memilih duduk di bawah pohon rindang di pojok taman. Aku membuka ponselku dan tanganku mulai menari nari diatasnya. Terdengar bunyi notifikasi namun aku memgabaikannya. Mungkin juga Siska gumamku dalam diam.
Beberapa saat kemudian bunyi notifikasi terdengar kembali. Aku menjadi penasaran apa yang dikirim Siska. Ku buka aplikasi hijau dan mulai melihat nama yang tertera di sana. Alisku berkerut karena tidak menyimpan nomor itu dan juga foto nya pun tak ada. Ku coba membuka pesan itu, apakah ini?
'Haii'
'Balas dong'
'Kamu di mana? Aku akan menyusul'
Virna batinku lirih
aku bimbang harus menjawab pesannya atau tidak
Aku menutup kembali ponselku dan menaruhnya dalam saku, baru beberapa detik ponsel itu berada disana terdengar bunyi telfon berbunyi. Kuambil kembali ponsel itu dan ternyata Virna yang menelfon. Aku mengangkatnya dengan ragu
"Ha-halo"
"Kamu dimana Gas? Aku kirim pesan gak kamu balas."
"Echm aku gak tahu Vir, maaf ya!"
"Kamu dimana sekarang? Aku khawatir denganmu aku susul ya?"
"Gak perlu Vir, aku sudah mau pulang kok ini."
"Ayolah Gas, aku juga mau curhat nih sama kamu."
"Tapi Vir...."
"Kamu sharelok saja nanti aku kesana." panggilam di akhiri sepihak oleh Virna. Aku mengirimkan lokasi terkini kepada Virna.
ting
sebuah pesan masuk
'Oke aku kesana, tunggu ya Gas!' isi pesan itu. aku menutup kembali ponselku dan mecoba memikirkan akar masalah dalam pesoalan rumah tanggaku.
Tak beberapa lama tibalah Virna di lokasi taman dimana aku berada.
"Gas!" teriak Virna melambaikan tangan. Ia berjalan mendekat dan duduk di sampingku.
Hening. Tak ada percakapan di antara kami setalh beberapa menit barulah Virna membuka suara.
"Terimakasih ya Gas."
"Untuk apa?"
"Karena kamu mau bertemu denganku, andaikan dulu aku yang berada disampingmu pasti...."
Seperti sebuah penyesalan yang telah ia buat karena pernah menolakku dahulu. Hingga akhirnya aku merasa nyaman dengan Siska dan memilih menikahinya.
"Sudahlah Vir, itu sudah menjadi masa lalu. Kita harus fokus ke depan." ucapku menyemangati Virna
"Tapi masa depanku sudah suram Gas" terlihat butiran bening di sudut netranya membuatku semakin merasa iba kepadanya
"Jangan pernah bilang seperti itu Vir, ingat ucapan adalah do'a." jawabku mengingatkannya
"Suamiku berselingkuh Gas, aku sudah mencoba mempertahankan semuanya namun ia memilih wanita itu." tangis Virna pecah, air mata yang semula hanya di ujung netranya kini telah membanjiri pipinya.
"Kamu yang sabar ya Vir, aku pun begitu. Kamu juga melihat kan tadi saat di cafe?" Virna mengangguk,aku berusaha tegar dihadapan Virna meski sebenarnya hati ini sangat terluka.
"Apa dia selikuhan Siska?"
"Aku juga tidak tahu Vir, aku lelah."
aku mendongakkan kepala dan mencoba memejamkan mata berharap masalah ini akan terbang bersama angan.
"Kamu juga yang sabar Gas. Apa dari dulu Siska seperti itu?"
"Tidak Vir, sebelumnya tidak pernah seperti itu. Namun akhir akhir ini ia sama sekali tidak aku kenali." jawabku lirih
"Kamu harus mencari tahu Gas, agar kamu juga tidak terluka seperti ini."
"Mungkin memang seharusnya seperti itu Vir, tapi aku belum sanggup melihat kenyataannya. Aku juga memikirkan Boy, putraku Vir"
"Semangat Gas, aku akan selalu mendukung semua keputusanmu. Untunglah aku belum memiliki anak dari suamiku. Setidaknya aku tidak terlalu merasa bersalah saat terjadi perceraian ini. Tapi jika kamu dan Siska memang tidak lagi bisa bersama maka kalian harus memutuskan Gas. Apa kalian mau hidup berdampingan tanpa adanya kasih sayang yang utuh dalam keluarga?"
aku menatap manik mata Virna, memang benar apa yang dikatakan Virna. Untuk apa bertahan jika tidak ada perasaan yang sama.
"Terimakasih Vir, sudah mendengarkan keluh kesahku dan terimakasih berkat dirimu aku bisa lebih berpikir jernih"
"Sama sama Gas, jika perlu bantuan kamu bisa menghubungiku di nomor yang tadi. hehehe"
"Baiklah Vir. Sekali lagi terimakasih"
"Iya sama sama, oh ya Gas kamu gak lapar?"
"Memang kenapa Vir?"
"Ayo kita cari makan, aku lapar soalnya hehehe."
"Boleh, aku juga lapar sebenarnya. Ok karena kamu baik sama aku hari ini aku yang akan traktir kamu."
"Dari dulu aku juga baik kali Gas."
"Dulu kan kamu nolak aku, jadi gak baik deh di mata aku hahahaha."
"Ih kamu nih, oh ya gimana kalau kita boncengan saja Gas? Biar motor aku disini dulu. Masak kita ketempat yang sama tapi pakai motor beda sih!"
"Iya juga ya, hahahaha. Motor kamu taruh sini dulu jangan lupa dikunci ganda. Aku ambil motor aku dulu"
"Ok Gas."
"Ayo Vir!"
Virna memakai helm dan naik di kursi penumpang. Setelah beberapa meter perjalanan tiba tiba sesuatu melingkar dipinggangku membuatku sedikit terkejut.
"Bolehkan aku berpegangan Gas, soalnya aku sedikit takut di bonceng begini." ucap Virna sambil meletakkan dagunya tepat dipundakku. Dadaku berdesir karena perlakuan Virna.
"I-iya Vir, tidak apa apa kok." padahal aku mengendarai motor dengan kecepatan rata rata. Apa mungkin ini hanya modus dari Virna agar bisa memelukku? buktinya ia tidak menjauhkan dagunya dari pundakku. Bahkan ia sangat menempel denganku batinku.
Setelah beberapa lama kami berkendara akhirnya kami memutuskan untuk makan nasi goreng. Aku dan Virna memilih duduk di kursi paling ujung, karena disana terlihat sangat nyaman dan tidak terlalu ramai pengunjung. Aku duduk berhadapan dengan Virna. Sambil menunggu pesanan datang aku mencoba membuka aplikasi hijau berharap ada pesan dari Siska namun semua harapan itu pupus bersamaan tak ada satu pesan pun disana. Virna yang menyadari raut wajahku berubah langsung menggenggam kedua tanganku dan mengambil alih ponselku untuk ia simpan.
"Kenapa ponselku kamu ambil Vir? Sini biar aku simpan sendiri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments