Bertemu

"Apa yang kau sembunyikan dariku?"

"Apa? Gak ada apa apa mas!" jawab Siska mengelak. Aku mengambil dan membuka ponsel Siska. aku harus tau apa yang dia lakukan sehingga tidak ada waktu selain bermain ponsel.

"Mas apa apaan sih, sini hp nya!" teriak Siska merebut dan menyembunyikan hp

"Oh kamu ternyata bermain serong di belakang aku ya Sis?"

"Enak aja, mas jangan asal tuduh dong."

"Kalau begitu bawa sini hp nya!"

"Gak mau, mas tau gak ini PRI-VA-SI."

"Oh begitu, ok fine." aku meninggalkan Siska di dalam kamar. Hari sudah semakin larut, aku memutuskan untuk tidur di kamar Boy.

"Ayah kok tidur disini?" tanya putra ku curiga

"Iya, soalnya di kamar panas siapa tahu di kamar Boy gak panas lagi." jawabku memberi alasan. satu detik, dua detik hingga beberapa lama mata ini belum juga terlelap. Pikiran ini terus tertuju pada sikap Siska yang keterlaluan. Terlebih lagi setelah aku tinggalkan, bukannya ia mencariku dan meminta maaf padaku tapi yang terjadi ia tetap kekeuh dengan pendiriannya dan tidak berusaha mengejarku.

'Ok baiklah, itu privasimu. Aku tidak akan mengusik dirimu lagi, begitu kamu, jangan pernah mengusik hidupku!' gumamku dalam hati

Beberapa kali aku memejamkan mata akhirnya mimpi membawaku ke alam bawah sadar. Aku tak tahu kapan aku tertidur yang jelas malam ini akan menjadi mal yang sangat panjang bagiku.

...****************...

Koko ayam di pagi hari tak juga membuatku terbangun dari mimpi. Hingga dering ponsel berbunyi dan membangunkanku. Alisku berkerut, terlihat panggilan dari nomor yang tak tersimpan dalam kontakku, hendak aku abaikan takut memang ada yang penting, akhirnya aku putuskan untuk menjawab. Belum sampai tombol jawab aku tekan, panggilan itu sudah berakhir. Ku tunggu panggilan berikutnya namun tak kunjung datang. Akhirnya aku menaruh kembali ponsel itu di atas nakas. Beruntung hari ini hari minggu, aku tidak perlu ke kantor dan bertemu dengan Siska. Aku akan diam di kamar Boy sampai merasa lebih baik.

Kulangkahkan kaki ingin keluar dari kamar, bagaimanapun akan sangat bosan jika seharian di dalam kamar, namun aku masih malas untuk bertemu Siska. Ku urungkan lagi niatku aku kembali bersandar di ranjang Boy. Tanganku meraih ponsel di atas nakas

'Baru pukul 9' gumamku, namun semakin lama aku menunggu, membuat cacing cacing diperut kian meronta. Mereka sudah tak bisa menunggu untuk makan sesuatu. Akhirnya ku langkahkan kaki ke dapur mencari makanan. Betapa terkejutnya aku melihat kondisi dapur. Begitu bersih dan rapi, tanpa ada makanan apapun yang tersaji. Aku semakin kesal dibuatnya. Aku memutuskan untuk mencari makan diluar, saat aku melintasi kamarku dan Siska terdengar ia sedang tertawa - tawa kecil di dalam sana. Aku semakin geram dan merasa marah. Ku langkahkan kaki dengan cepat, terlihat Boy dan ayah di teras rumah.

'pasti mereka juga belum makan, akan aku bungkuskan nanti untuk mereka'

"Ayah mau kemana?"

"Mau keluar sebentar, kamu tunggu disini dengan eyang kakung ya?"

Boy hanya mengangguk dan melanjutkan bermain

"Belilah makanan! Di dapur tidak ada apa apa. Kasian Boy belum makan." seru ayah setelah aku naik diatas motorku

"Iya."

Motor melaju menuju warung makan lalapan. Hanya berjarak 1 kilometer dari rumah. Aku memesan 3 bungkus nasi lalapan dan segera kembali kerumah.

Sesampai dirumah aku langsung memberikan bungkusan itu kepada ayah dan Boy. Sedangkan aku memilih makan di dapur. Saat hendak ke dapur, tepatnya di depan kamar aku melangkah bersamaan Siska keluar dan sudah bersiap dengan menenteng tas di pundaknya hendak keluar. Akupun terus berjalan ke dapur dan tidak menyapa ataupun bertanya kepadanya, begitupun sebaliknya.

Terdengar ia menyapa Boy dan ketika Boy merengek ingin ikut bukannya turut mengajaknya ia malah menolak dengan alasan ia akan bekerja. Akhirnya Boy dapat menerima alasan itu hingga ia todak merengek lagi. Deru mesin motor semakin lama semakin menghilang, ya Siska sudah berangkat.

Daripada aku hanya berdiam diri dirumah semakin membuatku lebih suntuk akupun pergi meninggalkan rumah. Biarlah Boy bersama ayah yerlebih dahulu, toh ia sudah lebih besar sehingga tidak terlalu merepotkan ayah. Dan juga ibunya saja tidak mau memgajaknya.

Aku menyalakan motor dan bergegas pergi. Ku telusuri jalanan kota karena akupun tak memiliki arah tujuan, setelah berputar untuk yang kesekian kali aku putuskan berhenti di cafe dekat alon alon. Aku memesan kopi untuk menemaniku duduk di cafe. Setelah pesanan datang terlihat sekumpulan wanita datang dengan riuhnya duduk di hadapanku.

'Itu kan?' gumamku sambil menunjuk ke arah salah satu wanita yang kemungkingkan aku kenal. Ia pun melihat ke arahku dan berjalan mendekatiku. Ia menggeser bangku di depanku.

"Hai Gas, sudah lama gak ketuma ya?" serunya mengulurkan tangan

"Eh i-iya Vir." aku pun menyambut uluran tangan Virna. Iya, dialah Virna seseorang yang pernah dekat denganku begitu pula Siska. Sebelum menikahi Siska aku sempat menaruh hati kepadanya. Virna yang merupakan teman sekelas Siska merupakan primadona di sekolah. Aku ingin mendekatinya dengan bantuan Siska. Namun bukannya ia yang ku dapat melainkan Siska lah yang menjadi istriku.

"Bagaimana kabarmu Gas?

"A-aku baik kok Vir. Kalau kamu?"

"Aku juga baik, gimana kabar Siska?"

"Mm, sudahlah gak perlu bahas Siska." jawabku kesal jika mengingat nama Siska

"Kok gitu sih?" tanya Virna bingung

"Lagi ada masalah ya?" sambung Virna

"Mm" aku bingung menjawabnya. Memang kondisi ku dengan Siska saat ini sedang bermasalah

"Suamimu bagaimana kabarnya?" akupun melontarkan pertanyaan yang sama agar ia berhenti menanyakan Siska

"Aku sudah bercerai dengan Damar." ucap Virna dengan tersenyum tanpa merasa canggung ataupun bersedih atas perceraiannya

"Kok bisa?" tanyaku ingin tahu

"Vir...."teriak seseorang teman Virna dengan lambaian tangannya

"Aku pergi dulu ya, lain kali kita ngobrol lagi boleh minta nomormu?" ucap Virna sambil mengambil ponselnya di dalam tas. Akupun menyebutkan nomor ponselku dan Virna mencatatnya. Virna melambaikan tangan dan kembali beekumpul bersama temannya. Saat Virna baru saja meninggalkan tempat duduknya datang lagi seorang wanita yang sangat aku kenal. Dengan wajah masamnya ia duduk di hadapanku. Aku mendengus kesal melihat wajahnya hingga kupalingkam wajahku dan melihat kesisi yang lainnya.

"Apa yang kamu lakukan mas?" tanya Siska melebarkan matanya

"Jadi kamu selingkuh dengan Virna dibelakang aku?"

ucapan demi ucapan dikatakan Siska dan tak ada satupun yang perlu aku dengar dan aku jawab, karena semua perkataan Siska tidak ada yang benar.

Aku mengunci rapat bibir ini, karena malas bertemu Siska, apalagi di tempat ramai seperti ini

"Mas?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!