Tak terasa perbincangan kami berlangsung cukup lama.
Hingga tiba- tiba terdengar menderu suara gemuruh dari kejauhan, aku mencari dan mengamati kearah dimana suara gemuruh itu berasal yang tiba-tiba nampaklah gelombang air bah bergulung-gulung.
Kami hanyut terbawa air bah karena tak sempat untuk melarikan diri, namun aku sempat berpegangan pada sebuah akar pohon besar yang ada dipinggir sungai itu. Aku melirik kesana kemari, ku lihat Nanda tak ada didekatku. Aku berusaha untuk mencarinya.
"Mungkinkah Nanda ikut hanyut bersama air bah tadi, ya?" gerutuku cemas. Semoga dia baik-baik saja.
"Nandaaa, Naannn. kamu dimana?" Aku berteriak dan berjalan menyusuri sungai.
Namun ... Sebelum berhasil menemukan Nanda, badanku terasa bergetar. Dengan sayup aku juga mendengar suara,
dertt, derrrtt, pelan-pelan aku membuka kedua mataku hingga aku tau asal suara dan getaran itu, ternyata adalah alarm yang berasal dari sebuah ponsel yang terletak tepat disampingku.
"Hemm, mimpi toh ternyata, Huuuh." gumamku sembari menggaruk kapala dan tersenyum-senyum sendiri.
Aku pun segera bangkit dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.
Aku harus buru-buru karena masih harus melanjutkan perlahan, tapi sebelumnya aku mau ngopi juga sarapan dulu, kulihat diseberang jalan sana ada sebuah warung kopi.
Aku berjalan menuju tempat itu dan memesan sebuah kopi hitam dengan sedikit gula dan mengambil beberapa roti yang sudah tersedia diatas meja.
Sengaja aku duduk didekat jendela agar bisa sambil menikmati pemandangan diluar.
Terlihat dari kejauhan nampak gadis yang wajahnya mirip dengan wanita tadi malam yang aku temui di warung makan juga mimpiku, aku bangkit dari tempat duduk dan berniat ingin keluar menemui gadis itu, namun begitu aku kembali menatap keluar, sosok gadis itu sudah menghilang.
Aku mengucek-ngucek mata berharap dia masih ada disitu, namun tetap saja gadis itu sudah tidak ada disana.
"Ahhh, mungkin cuma khayalan ku saja." kataku dalam hati.
Setelah selesai ngopi pagi, aku pun langsung memutuskan untuk kembali ke penginapan untuk bersiap dan melanjutkan perjalananku ke desa dan meninggalkan penginapan tersebut.
****
Aku mulai memasuki wilayah yang mana penghuninya terlihat sedikit oleh penduduk.
Mobil terus kupacu hingga tibalah aku disebuah jalan yang mana nantinya jalan itu akan langsung sampai ketempat desa yang aku tuju.
Sebelumnya aku mampir dulu kesebuah kios kecil yang letaknya tepat disimpangan jalan, aku membeli beberapa minuman juga beberapa snack dan 2 slop rokok kesukaan teman ayahku itu sebagai hadiah buat beliau.
Aku juga membeli rokok buat diri sendiri untuk persediaan selama aku di desa kelak, karena yang aku tahu disana susah mencari rokok kesukaanku.
Sebenarnya sih aku merokok tidak terlalu candu, karena merokok bagiku hanya sebagai pelepas rasa bosan saja kala aku sendirian. Bahkan dalam satu hari pun aku kadang tidak merokok.
Setelah selesai dan basa-basi dengan sipenjual, aku pun meneruskan perjalanan lagi.
Sampai akhirnya memasuki jalan yang belum beraspal dan kiri kanannya dipenuhi oleh pohon besar serta semak belukar.
Entah kenapa, tiba-tiba bulu kudukku mulai merinding, seakan kurasa ada sosok lain ikut dalam mobil yang aku kendarai. Aku menengok ke arah belakang, namun tak ada siapa pun. Akhirnya aku memutuskan untuk cuek dan fokus pada tujuanku saja.
Aku terus menyusuri jalanan tanpa aspal itu, meski jalannya tak semulus jalan perkotaan, namun aku tetap menikmatinya, kerena sepanjang jalan aku merasakan udara yang sangat sejuk. Pemandangannya juga sangat menyehatkan mataku, contohnya pepohonan, beberapa pegunungan dan juga air terjun yang terlihat dari kejauhan, sungguh suasana desa yang masih sangat asri.
Tak terasa, aku sudah tiba disebuah desa tempat tujuanku, yakni desa derang hayang. Tepatnya rumah teman ayahku, Mang Yanto.
Kebetulan mang Yanto ini adalah seorang sesepuh didaerah sini, beliau orangnya sangat baik, sehingga warga pun sangatlah menghormati beliau.
Tepat pukul 14:30 aku tiba ditempat mang Yanto, beliau sering aku sebut dengan panggilan Abah, aku disambut oleh beliau dengan senyum serta kegembiraan laksana menyambut anak beliau sendiri.
Mang Yanto mempunyai empat orang anak. Tiga wanita dan satu laki-laki.
Dua anak beliau yang wanita sudah memilik keuarga masing-masing, mereka ikut dengan suaminya. Sedangkan wanita yang satu lagi masih duduk dibangku sekolah SMA dan yang laki-laki masih kecil.
Aku memarkirkan mobil tepat didepan rumah mang Yanto. Kulihat mang Yanto sedang bersantai sembari ngopi di kursi depan rumahnya.
"Assalamualaikum, Bah." sapaku sembari turun dari mobil dan melangkah kearahnya sambil membawa sekantong plastik yang akan kuberikan untuk mang Yanto. Tak lupa aku mengulurkan tangan untuk bersalaman kepada beliau.
"Waalaikumsalam, Nak Jayadi. Alhamdulillah akhirnya sampai juga." Sahut mang Yanto sambil berdiri dan menyambut uluran tanganku.
"Alhamdulillah, Bah. Sampai dengan selamat, hehehe." Kataku sambil tertawa kecil.
"Mari masuk, Nak. Kami sudah menunggu sedari tadi." Ajak mang Yanto sambil merangkul bahuku.
"Iya, Bah. Ayoo. " sahutku.
Beliau menunjukkan kamar yang akan aku tempati selama menginap beberapa hari disini.
Aku pamit masuk sebentar kedalam kamar untuk menaruh tas yang berisi beberapa pakaian dan barang yang lainnya, aku juga minta izin sama Abah untuk sholat ashar.
Setelah selesai, segera aku keluar. Kulihat Abah tengah bersantai diteras dan ditemani anak laki-laki juga istri.
"Eh, Nak Jayadi. Sudah selesai, Nak? Mari kesini!" tegur Abah ketika melihatku tengah asyik mengawasi mereka sambil tersenyum.
"Iya, Bah. Sudah!" Jawabku tersenyum dan berjalan mendatangi mereka.
****
Sore itu Abah sengaja mengajakku keliling kampung sekaligus mendatangi gudang/lumbung penyimpanan pesanan kami.
Beliau juga menceritakan bahwa pesanan kami sebagian sudah dimuat kedalam perahu dan siap dikirim guna nantinya akan dipacking dalam container untuk keperluan eksport.
Tak terasa hari sudah mulai senja, kami pun bergegas untuk segera kembali kerumah.
Entah kenapa, malam itu susah sekali bagiku untuk menekankan mata ini. Sampai tengah malam pun tiba, mataku belum juga dapat dipejamkan. Pikiranku melayang, memikirkan gadis cantik yang aku temui di warung makan itu.
Entahlah, yang jelas aku merindukannya. Ingin rasanya aku menemuinya lagi, tapi dimana? rumahnya saja aku tidak tau!
Waktu berlalu sangat cepat, kulihat jam sudah menunjukan pukul 03 mlam namun mataku masih enggan untuk terpejam.
Aku terus mencoba memejamkan mata ini dan akhirnya berhasil juga, aku terlelap bersama dengan khayalan tentang gadis itu.
Alarm diponselku berdering dan membangunkan aku dari tidurku yang kurang lelap, aku sengaja memasang alarm subuh agar sholat subuhku tak terlewat. Mesjid di desa letaknya sangat jauh, wajar saja suara adzan disini tidak terdengar.
Aku segera beranjak dari tempat tidurku dan langsung mengambil air wudhu.
Selesai sholat, aku berniat keluar untuk menghirup udara pagi yang segar. Namun, hal itu di cegah Abah.
"Jangan keluar dulu ya, Nak. Karena embunnya belum sirna." kata Mang Yanto.
"Kenapa memangnya, Bah. Bukankah bagus jika pagi-pagi menghirup udara segar!" jawabku sembari mengangkat sebelah alisku karena heran.
"Sudah kebiasaan orang sini, Nak. Tidak boleh turun dulu sebelum embun hilang! karna sangat dikhawatirkan ada orang yang menaruh lapasan lewat perantara embun." jelas Mang Yanto.
"Emm, gitu. Baik, Bah." sahutku sembari mengangguk.
Lapasan adalah sejenis ilmu penyebar racun lewat media embun, lapasan juga bisa dikatakan wisa bagi orang yang sudah terkena sehingga akan menyebabkan orang tersebut sakit-sakitan bahkan meninggal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 21 Episodes
Comments
Wati Simangunsong
bgtu tho
2021-01-14
0
Rika Rostika
semangaaat...
2021-01-12
0
Bundaa Mutiyaa Ajhaa
msih ok
2021-01-05
0