Rion sudah akan bersiap-siap untuk pergi ke rumah kontrakan yang baru. Ia sengaja menyewa pick up untuk mengangkut beberapa barang. Bili sudah menunggu di rumahnya untuk mengantar Rion ke rumah barunya.
Sejam kemudian ia sudah bersama Bili dan mereka menuju ke kontrakan Rion. Setelah menurunkan barang-barang, Bili membantu Rion merapikan dan membersihkan rumah.
Rion mengatur beberapa keperluan. Ia tak punya banyak ide untuk hidup secara mandiri. Ia meminta Bili untuk menjenguknya setiap hari untuk memberi tahu apa saja yang ia butuhkan.
Mereka duduk di ruang tamu kecil.
Bili : "Tiap pagi jangan lupa buka jendela biar gak pengap udaranya. Tuh gak butuh kompor apa kulkas gt?"
Rion : "Lha kan gue gak bisa masak, Bil. Pesen aja lah."
Bili : "Lu yuh ye. Mentang-mentang banyak duit gak mikirin kesehatan. Bisa sakit pulang dari kontrakan. Udah, katering aja ama emak gue. Entar lu bisa rikues makanan apa gitu. Tapi inget. Ini makanan rumah. Bukan makanan mewah restoran."
Rion : "Gak masalah gue sama makanan. Wah. Boljug itu, Bil. Pinter lu."
Bili pamit untuk pulang. Rion sedang melihat rumah barunya. Mengatur beberapa perabot. Merapikan karpet ruang tamu. Belum sampai beberapa menit, ia melihat kaca yang tergeletak di lantai. Ia berniat untuk mengantungnya di dinding.
Ia hanya butuh paku dan palu. Ia ingat ada dua paku saat membersihkan dapur bersama Bili. Kini, ia tinggal mencari alat pengganti palu. Ia keluar dan menemukan semua batu. Kini, sebuah masalah muncul lagi.
Rion tak bisa memaku.
Keahlian para pria yang belum pernah ia lakukan seumur hidupnya. Ia mengambil ponsel dan mengetik cara untuk memaku. Sebuah video tutorial ia putar. Ia mengangguk. Sebuah pencerahan telah ia terima. Kini ia bersiap menjadi 'seorang laki-laki'. Paku di tangan kiri, batu di tangan kanan. Rion mengambil napas dalam-dalam. Hitungan telah ia siapkan.
Satu...
Dua...
Tiga...
Dok.
"Aaaaaaaaaaaw....."
Sebuah suara kencang keluar dari rumah kontrakan Rion. Seseorang masuk ke dalam rumah kontrakan Rion yang kebetulan tidak dikunci.
"Kenapaaa?"
Seorang perempuan cantik berada di depan Rion yang sedang kesakitan.
"Uuuugh, sakit nih tangan gue. Makasih uda nolongin gue. Uuugh.", Ucap Rion sambil menahan sakit.
"Mas, saya ke sini bukan buat nolongin. Cuma mau ingetin. Berisik mas. Saya kebangun gara-gara palu sama teriakan mas. Lagi ngapain sih?"
Rion : "Ya elah, mbak. Gak punya hati nurani. Ini sakit beneran. Mau masang kaca gak ada palu. Uuuugh..."
"Mau masang apa gak punya skill sih?"
Perempuan itu mengambil paku dan batu yang tergeletak di lantai. Ia memasang paku itu dengan lima kali ketukan. Kaca pun sudah terpasang di dinding lorong rumah Rion.
"Masa gini aja susah, pake teriak? Yaudah saya lanjut tidur. Lain kali jangan berisik ya, mas. Kedengaran jelas."
Rion : "Lho, mbak....", Belum sampai selesai ia berbicara perempuan tadi meninggalkannya.
"Cantik-cantik kayak singa.", Bisik Rion.
Di kamar, Neyza kembali mencoba tidur karena terganggu oleh tetangga barunya itu. Ia mencoba menutup mata untuk tidur siang. Namun pikirannya melayang pada satu nama. Makanan. Ia rupanya belum makan siang. Makanan yang ia pesan masih ada di kulkas. Ia memanaskan kembali makanan itu, sesuai ajaran Weni. Seminggu di kontrakan, ia mulai terbiasa untuk hidup mandiri. Sesekali ia menelepon Weni atau salah satu asisten rumah tangga yang ada di rumahnya. Walau masih sangat kaku. Ia tetap saja mau melakukan pekerjaan rumah.
Tok tok tok...
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. Ia mencoba tak menjawab. Ini masih jam tidur siang. Ia tutup kepalanya dengan bantal. Suara ketukan pintu masih ia dengar. Ia bangun dengan muka kesal.
"Siapa sih, ah?", Umpatnya kesal.
Ia membuka pintu. Muka tetangga sebelah dengan senyum lebar.
Neyza : "Ha? Kenapa?", Tanya Neyza kesal.
"Nih. Ucapan terima kasih. Gue Rion. Tetangga baru. Maaf tadi berisik." Sambil memberikan segelas minuman boba.
Neyza : "Ah... Ya. Makasih.", Neyza mencoba masuk ke rumah.
Rion : "Eeee... Tunggu tunggu. Bilang sama-sama, kek. Jutek amat, mbak. Nama situ sapa?"
Neyza menoleh sambil menyeruput minumannya.
"Neyza.", Neyza masuk dan menutup pintu.
Rion : "Oooh. Oke, nek. Makasih ya, nek."
Neyza buru-buru keluar rumah.
Neyza : "Apa? Nek? Nenek? Gak denger tadi aku bilang Neyza?"
Rion : "Iya kayak Nenek². Jutek.", Rion berlalu membalas Neyza.
Kedua pintu teruytup bersamaan karena keduanya mulai jengkel satu sama lain.
Perkenalan yang tak mengenakkan.
Neyza menyeruput habis minuman boba dari Rion. Sedangkan Rion setiap melewati kaca di dinding lorong rumahnya, memperlihatkan muka jengkel.
********
Malam harinya, seperti biasa, para pedagang berada di jalan kontrakan. Ada dua pedagang yang sedang masuk ke kawasan kontrakan. Pedagang bakso dan penjual sate. Rion keluar rumah sambil melihat situasi kontrakan malam itu. Beberapa orang dan anak-anak bermain di depan rumah masing-masing. Ia melihat penjual sate. Ia menatap rumah Neyza. Ia pun memanggil penjual sate agar segera ke depan rumahnya.
Tak berapa lama, penjual sate pun pergi ke depan rumah Rion. "Mang, pingin nyoba kipasin sate mas. Gue bantuin, ya?" Tawar Rion ke penjual sate dan disambung dengan anggukan penjual. Rion mendorong gerobak sate ke depan rumah Neyza. Ia pun mulai mengipas sate yang sudah ada di perapian. Asap yang mengepul mulai keluar dan masuk kedalam jendela rumah Neyza.
Tak lama kemudian, Neyza keluar rumah.
Muka Neyza berubah ketika Rion yang sedang memegang kipas penjual sate tersebut.
Neyza : "Riooon. Kamu ngapain disitu? Ganggu, tahu?"
Rion : "Eh, nenek. Iya nih. Lagi beli sate. Abangnya capek. Jadi gue gantiin. Hehehe..."
Neyza : "Pindah, gak?"
Rion menggelengkan kepala sambil tersenyum. Neyza masuk ke dalam rumah dan keluar membawa segayung air.
Neyza : "Mau ditambahin kuah, gak?"
Rion terkejut. Ia tak tahu kalau Neyza akan melakukan hal itu.
Rion : "Iye udah. Ini pindah. Dasar nenek", Karena takut Neyza menyiram air ke rombong penjual sate. Rion memindahkannya ke depan rumahnya. Neyza kembali masuk ke rumahnya.
Rion : "Mang. Cewek ini pernah beli sate mamang, gak?"
Sang penjual menggeleng.
Rion : "Hati-hati, bang. Serem orangnya."
Si penjual sate tersenyum.
"Aku dengar ya, Rion.", Neyza berteriak dari dalam rumah. Rion dengan cepat menutup mulutnya.
"Cantik tapi galak. Hii..", bisik Rion pada pedagang sate.
Neyza ke kamar untuk menenangkan diri. Kipas angin menyala ke arah luar rumah agar asap sate tadi cepat hilang.
Tut tut... Ponsel yang di silent Neyza nampaknya menandakan sebuah pesan.
[+6289754679***] : "Mau coba kabur?"
Neyza menghela napas dalam-dalam. Kemana pun ia pergi, semua tak lepas dari pembenci.
Tapi, bagaimana harus melawan?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments