Weni : "Pindah kehidupan gimana sih?"
Neyza : "Capek aku jadi kayak raya gini. Ini bukan hasil kerja kerasku. Tapi imbas negatif selalu aja datang. Bete aku ah."
Weni : "Mau kamu apa sih, Ney?"
Neyza : "Hmm.. Gak tahu juga sih. Nanti lah. Kalo ada hidayah ide. Aku pasti cerita.", Neyza menyerahkan Ling kepada Weni.
Weni : "Kamu gak kepikiran bikin sesuatu yang hila lagi kan, Ney?"
Neyza menggeleng sambil tersenyum. Ia tahu sahabatnya itu sedang mencoba membaca pikirannya.
Sebuah pesan masuk ke telepon genggam Neyza. Ia membacanya lalu berlalu meninggalkan Weni dengan Ling.
Neyza mengendarai mobil mewahnya ke sebuah restoran. Ia duduk di sebuah meja di sudut restoran.
Ia melihat jam tangannya. Pesan tadi datang dari dosennya. Yang pernah menawarkan beberapa pekerjaan sampingan seperti menjadi asisten dosen. Proyek magang juga akan dibantu oleh Bu Mei untuk semester depan. Ia beruntung. Banyak dosen yang membantunya karena Neyza adalah mahasiswa yang rajin dan pintar.
Seorang pelayan datang membawa dua piring cemilan dan secangkir kopi Americano.
"Mbak Neyza? Bu Mei memesan meja ini untuk pertemuannya dengan Mbak Neyza ini pesanan dari Bu Mei sambil menunggu. Mungkin sebentar lagi Bu Mei datang." Neyza yang mendengar informasi itu langsung meneguk beberapa tegukan kopi dan memakan beberapa kue dari piring saji.
Sepuluh menit berlalu, Bu Mei tak kunjung datang. Neyza mencoba menghubungi tapi tak diangkat. Ia kembali menjelajah media sosial sebagai pengganti rasa bosan untuk menunggu. Namun kali ini tak lama. Kepalanya berat. Matanya mulai kabur. Ia seperti ingin pergi ke kamar dan tidur. Rasa kantuk ini berat. Samar-samar, ia melihat sesi bayangan mendekatinya. Warnanya masih jelas. Bukan baju pelayan. Ia sepertinya seorang lelaki. Matanya perlahan mulai tertutup. Ia sempat mendengar orang tersebut berbicara. "Tidurlah, Neyza ".
Neyza pun tertidur pulas. Ia tak tahu apa yang terjadi. Apakah ia mungkin ditemukan oleh pelayan tadi atau Bu Mei yang terkejut melihat Neyza terkulai lemas di kursi tersebut.
************
Rion masuk ke dalam mobilnya. Ia hendak pulang. Tiba-tiba seseorang mengetuk jendela mobilnya.
Rion membuka jendelanya.
Rion : "Lha, ini dicariin daritadi. Kemana aja lu?"
"Maaf ye. Tadi ujian gak kelar-kelar. Mana yang jaga satpam kampus lagi." Bili, sahabat Rion yang lain.
Rion : "Hahahahha... Lha ngapain satpam jagain orang ujian?"
Bili : "Itu dia. Mana dia bawa tongkat segede terong di kampung emak gua. Ah.. udah. Bete. Cabut ayuk."
Bili masuk ke dalam mobil Rion.
[Di dalam mobil]
Bili : "Jadi, bung Rion. Berapa ciwi-ciwi yang deketein lu hari ini?"
Rion : "Gak hitung. Sepuluh ada kayaknya. Uda kayak artis aja gue. Duh. Ketenaran yang gak bisa gue pungkiri."
Bili : "Gue nanya ya kenapa lu jadi malah ngelunjak sumbungnya, bre?"
Rion tertawa.
Rion : "Abis lu lucu ah. Eh, Bil. Lu kan tinggal di Kampung nih. Ceritain gue kehidupan lu?"
Bili : "Kenapa tiba-tiba lu tanya gitu sih? Kayak gak ada tema lain aja?"
Rion : "Lha gue anak Ekonomi. Skripsi gue gak jauh-jauh dari kehidupan manusia. Gue kan gak pernah hidup di kampung. Penting ini. Puyeng juga lama-lama di kampus."
Bili : "Halah paling jawaban lu. Pusing karena ciwi-ciwi pada kejar gue. Iiiih... tabiat lu gue faham bin hapal."
Rion kembali tertawa. Sahabatku ini bukan seorang yang kaya raya. Namun ketulusan hatinya membuat Rion ingin dekat dengannya.
Bili : "Kalo lu pingin tahu, lu bisa coba hidup kayak gue, bre. Jadi lu benar-benar tahu aslinnya kehidupan di kampung kayak gimana."
Rion : "Hmmm.."
Bili : "Lu gak bisa !!." Bili langsung memberikan keputusan kepada Rion.
Rion : "Bukannya gue gak bisa. Tapi gue belum mampu kalo hidup sendiri. Apa-apa semua sendiri. Semua dikerjain sendiri."
Bili : "Heloooo... Bre lu cowok. Bukan ciwi. Gak usah centil dan manjah. Yang boleh manjah cuma Princess Syahrainih."
Rion kembali dibuat geli dengan jawaban Bili.
Rion : "Oke. Gue stay di kampung buat skripsi gue nanti."
Bili : "Emang lu uda tahu judulnya apa?"
Rion : "Biar gini-gini gue tuh pemikir, Bil. Dari semester kemarin gue uda konsul malah sama Pak Ardi. Dia oke kok sama bakal judul skripsi gue. Dia juga nyaranin kalo mampu ya gue tinggal lah di kampung 5-6 bulan gitu."
Bili : "Ck... Maha dahsyat Paman lu itu. Pantesan."
Rion : "Ya kan belum tentu dia jadi pembimbing gue. Tapi dia oke kok dukung pemikiran gue tadi. Nha... Udah ya konfirmasinya. Sekarang lu ajak gue ke kampung lu kita cari kontrakan. Rumah agak gedean dengan 2 kamar. Satu kamar ada kamar mandi dalam. Tamannya gak usah lebar-lebar. "
Bili : "Ish anak orang kaya ini. Oi, rumah gue kampung ya bukan perumahan. Lagian kagak ada kamar mandi jadi satu sama kamar. Emang hotel?"
Rion : "Gak ada ya? Yaudah gampang. Yuk cabut cari kontrakan dulu."
Rion dan Bili akhirnya pergi ke kampung Bili untuk melihat situasi yang ada.
**************
Neyza membuka mata. Pelan-pelan ia menatap langit-langit kamar berwarna putih. Lampu kamar dan sebagian perabotan lainnya. Ini bukan kamarnya. Ia terbangun. Ia merasakan badannya pegal. Tidurnya sangat pulas. Ia terkejut bukan main. Ia bangun dengan baju yang terbuka. Kasurnya berantakan. Sepatunya tercecer di lantai.
"Astaga. Kenapa aku?"
Ia berusaha nampak tenang. Ia merapikan bajunya. Mencoba berpikir dari awal hingga yang terjadi saat ini. Ia menghela napas.
"Dasar jahat." Ia tahu sebuah kejahatan yang datang dari orang-orang yang tak suka padanya akhirnya datang juga.
"Pasti aku dapatin kamu." Ucapnya geram.
Ia mengambil ponselnya. Sengaja dimatikan. Ia menghubungi seseorang.
Sore harinya. Ia tengah duduk dengan seorang lelaki di ruang tamunya.
"Mbak Neyza mungkin harus menenangkan diri. Saya harap kasus ini bisa segera diusut.", Pak Daniel. Pengacara keluarga yang menangani banyak kasus. Pengacara yang sedang naik daun.
Weni memegang tangan Neyza.
Neyza : "Aku gak apa-apa, Wen. Yakin deh mereka memang uda sengaja merancang ini semua."
Pak Daniel segera pamit untuk menyelesaikan semuanya.
Weni : "Harusnya tadi kamu ajak aku, Ney. Kan gak jadi kayak gini." Weni menangis di sebelah Neyza.
Neyza : "Aku juga shock. Siapapun dia. Ah yang pasti ini bukan satu orang. Pasti ketangkap juga."
Weni : "Terus tadi kenapa gak konfirmasi ke dosen yang lain?"
Neyza : "Setelah bangun tadi sempat telepon Bu Tari. Ternyata tadi itu bukan nomor Bu Mei. Orang ini tahu kehidupan dan jadwal kampusku kayak gimana. Truely haters."
Weni tak bisa berkata-kata. Ia yakin sebuah pencerahan akan datang.
[+62874679***] : Tadi itu menyenangkan, ya?
Pesan itu membuat mata Neyza semakin membesar. Segera ia screenshot pesan itu dan mengirimnya kepada Pak Daniel.
"Tunggu aja, penjahat." Ucap Neyza geram.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
maura shi
ney d kerjain kali ya
2020-10-13
1
Firchim04
Hai author, aku datang membawa like dan rate5 😊
Jangan lupa mampir juga di karyaku ya
"Dosenku Sahabatku"
"Suamiku Adik Kelasku"
2020-09-13
1
Bundanya Naz
apakah neyza di lecehka
2020-08-06
2