Malam itu Neyza sangat kelaparan. Tak ada satu makanan pun yang ia akan masak. Padahal di rak dapur sudah tersedia mie instant, kulkas dengan isian lengkap seperti telur, sayur-sayuran beberapa ikat, dan freezer kecil yang memuat ayam fillet yang ia beli di supermarket dengan Weni dan Pak Daniel.
Duk duk duk.
Neyza mengintip keluar jendela.
"Waaaaaa.......", Ucapnya kegirangan.
Neyza : "Ada orang jualan makanan." Dengan cepat kilat ia keluar rumah. Pedagang makanan memang berada di lingkungan Kontrakan. Ia berhenti tepat di depan kontrakan Neyza.
Neyza : "Mas. Jual apa?"
Penjual : "Nasi goreng, capcay, mie goreng, mbak. Mau pesan?"
Neyza : "Iya deh. Semua, ya?"
Sang penjual mengangguk. Harum bawang dan bumbu lainnya membuat mata Neyza berbinar. Ia memandang wajan besar dan keahlian penjual nasi goreng tersebut dengan seksama. Seakan-akan ia belum pernah melihat pandangan ini sebelumnya.
Neyza : "Cooking show biasanya ada di restoran. Tapi di sini orang bisa lihat gratis tanpa beli. Istimewa.", Ia berbicara sendiri.
Tiga bungkus makanan sudah siap. Neyza ke dalam rumah dan membuka semua makanannya.
Tiga piring dengan porsi yang besar kini ada di depannya. Ia merasa ingin melahap semua. Ia mengambil nasi goreng, sayur capcay, dan mie dalam satu piring. Ia makan dengan lahap. Sampai akhirnya ia merasa kenyang. Ia berhenti untuk minum cola dingin yang sudah ia siapkan.
Neyza : "Eh... Terus sisanya ditaruh dimana ya? Gak mungkin dibuang, kan?"
Neyza ke luar rumah. Ia kembali masuk lagi. Ia bingung hendak melakukan apa. Akhirnya ia menaruh makanan itu di atas meja.
Keesokan harinya, Neyza bangun pukul 9. Penat rasanya tidur di tempat baru dan sedikit lebih kecil dari kamarnya. Rumah kontrakannya ini seperti seluas kamarnya saja.
Oke, kini ia merasa lapar dan inggi sarapan pagi. Makanan tadi malam rasanya masih bisa dimakan.
Ia duduk untuk memakan makanan itu.
"Aw...", Neyza memegang mulutnya.
Nasi goreng tadi malam mengeras. Ia kembali mencium dua makanan lainnya. Berbau. Neyza tidak berani mengendus dan memakan semua makanan. Ia memasukkan makanan ke dalam tempat sampah. Ia terduduk dengan perasaan kecewa. Ia membayangkan roti sandwich tuna kesukaannya di pagi hari. Ia mulai rindu rumahnya.
Ia melihat isi kulkas. Ada dua buah pir kesukaannya dan susu cair. Tanpa pikir panjang ia langsung mengeksekusi sarapannya itu. Rak di ruang tamu yang hanya berukuran 2x2 itu ada beberapa cemilan import yang tak lupa ia beli. Setelah kenyang melahap semuanya. Kini ia akan mandi dan membersihkan rumah.
Neyza memegang gagang sapu. Ia ingat salah satu asisten rumah tangganya menyapu dengan alat seperti ini. Gerakan kaku Neyza membuat tangannya menjadi sedikit pegal.
"Capek juga ya nyapu.", Ujarnya. Kini ia hanya menyapu seadanya walau beberapa bagian sudut rumah masih terlihat kotor.
Kini ia memikirkan bagaimana caranya ia makan siang. Ia mengeluarkan ponselnya. Ia menelepon Weni.
Weni : "Ney... Gimana tidurnya tadi malam?"
Neyza : "Lumayan. Berisik ternyata ya tetangga-tetangga ini. Panas. Pake kipas angin. Kayaknya aku masuk angin."
Weni : "Tuh kan. Entar. Habis ini aku kesana."
Sesaat kemudian Weni sudah berada di rumah kontrakan Neyza dengan makanan dan obat-obatan.
Weni : "Nih makan sama minum obat. Gimana sih kok bisa sampe sakit gitu?"
Neyza sibuk memakan makanan.
Neyza : "Kemarin habis beli makanan banyak. Gak tahu pagi uda basi."
Weni : "Masukin kulkas, gak?", Neyza menggeleng.
Weni : "Makanan kalo mau dimakan lagi masukin di kulkas. Besoknya dipanasin. Kamu bisa make kompor, gak?"
Neyza : "Bisa. Tapi takut."
Weni : "Lha... Kayaknya kamu tu butuh kursus, deh."
Neyza : "Ada gitu kursus hidup sederhana?"
Weni : "Ya ampun, princess. Ya gak ada. Yang ada tuh adaptasi. Tanya-tanya."
Neyza : "Tetangga? Malu akuu."
Weni : "Emang uda kenalan?"
Neyza : "Belum."
Weni : "Ish. Cuma beberapa rumah aja."
Neyza : "Iya sih. Sebelah ini ada keluarga sama anak kecilnya. Yang sebelah kananku ini kosong. Terus ada dua rumah ujung."
Weni : "Nha itu tahu."
Neyza : "Iya tapi belum kenalan tukeran nama."
Weni : "Biasanya kalo orang pindahan itu kasih sesuatu ke tetangga-tetangga sekalian kasih tahu nama."
Neyza mengangguk dan mengambil ponselnya.
Satu jam berlalu setelah ia menghabiskan sarapan.
Tok tok tok.
Weni membuka pintu. Seorang kurir makanan dengan 4 kardus pizza besar berdiri di depan kontrakan neyza.
Weni : "Ya mas? Cari siapa??"
Neyza : "Aku tuh. Ambil aja. Makasih, ya mas?"
Weni yang masih terdiam mengambil box pizza dari kurir tersebut memberikannya dan pamit untuk pergi. Weni dengan muka tanda tanya ikut bingung dengan pesanan Neyza.
Weni : "Ini bukan makan 4 hari kan, Ney?"
Neyza : "Tadi katanya suruh kasih tetangga. Gimana, sih?"
Weni : "Yaaa.... Ampun. Kenapa pizza juga? Nanti kalo ada yang tahu kamu orang kaya? Kagak jadi hidup sederhana."
Neyza : "Mana aku tahu. Gpp ah yuk temenin."
Neyza dan Weni berjalan ke kontrakan sebelah kontrakan Neyza.
Setelah mengetuk pintu, seorang wanita tengah menggendong anaknya.
"Ya?", Tanyanya.
Neyza : "Maaf, menganggu. Saya baru tinggal di sebelah mbak. Nama saya Neyza. Ini ada makanan buat Mbak dan keluarga. Semoga berkenan."
"Ah, iya. Saya Rima. Ini anak saya Davina. Masih 8 bulan. Mbak Neyza sendiri? Atau sama mbak satunya ini?"
Neyza : "Ah, ndak. Ini sodara saya. "
Rima : "Mbaknya dari Jawa, ya? Jawa mana?"
Neyza : "Oh, iya, mbak. Saya dari Surabaya."
Rima : "Terima kasih, makanannya. Kalo ada apa-apa gedor saja pintu rumah saya, mbak Neyza."
Neyza : "Terima kasih, mbak Rima."
Neyza dan Weni berjalan ke tetangga yang lainnya.
Neyza mengetuk pintu. Tak ada jawaban.
"Sebentar.", Teriakan seorang dari dalam rumah.
Neyza dan Weni menunggu sang tuan rumah. Lalu pintu rumah tersebut terbuka dan seorang lelaki paruh baya mengeluarkan mukanya yang penuh dengan lipstik dan make up dan bedak putih yang hampir merata di seluruh wajahnya.
Neyza : "Astaga...", Ucapnya singkat.
"Eh, maaf, mbak. Lagi main sama anak-anak. Yang kalah di makeup-in. Saya kalah terus.", Jawabnya agar tidak terjadi salah paham.
Neyza : "Aa... Ehehe... Iya, pak. Kenalkan saya Neyza baru nempatin kontrakan kemarin. Ini ada sedikit makanan buat keluarga."
"Oh iya, mbak. Saya pak Kemal. Istri saya sedang keluar. Anak saya dua ini masih SD. Hehehe... Maaf, ya. Kadang muka saya berubah-ubah karena tuntutan anak-anak. Eh, terima kasih lho, mbak Neyza."
Kali ini Neyza tak banyak bicara. Ia segera pamit untuk melanjutkan perkenalannya.
Ia kini mengetuk pintu satunya.
Seorang lelaki dengan kaos oblong, jeans bolong, rambut gondrong, celak hitam di mata.
Neyza agak sedikit terkejut sehingga hampir ia lari. Namun Weni menahannya.
"Kenapa?"
Neyza : "Eh, saya Neyza, mas. Orang baru di sini. Ini ada makanan.", Neyza memberikan satu box pizza kepada lelaki tersebut.
"Ya Allah, pizzaaaa. Wiiiii... Lama gak makaaan. Makasih ya, mbak. Saya Prio.", Prio mengambil pizza dan menutup pintu rumah.
Braaaak....
Neyza dan Weni terkejut. Sayup-sayup terdengar Prio berbicara.
"Owyeaaaaah.... Pizza, baby. Errrrooooooock."
Neyza menepuk jidatnya. Sedangkan Weni terkekeh dengan tetangga-tetangga Neyza.
Tinggal satu rumah lagi yang perlu mereka datangi.
Beberapakali ketukan itu tak dijawab. Sampai hampir 5 menit mereka menunggu. Akhirnya Weni dan Neyza kembali.
Beberapa saat setelah mereka kembali, suara ketukan di pintu rumah Neyza berbunyi. Suara itu lumayan kencang. Weni dan Neyza yang berada di kamar keluar untuk melihat tamu siapa yang datang.
Neyza membuka pintu. Seorang perempuan dan anak lelaki berdiri di depan.
"Halo, mbak. Saya baru datang dari jemput Manji. Lupa kalo kemarin mau ke rumah mbak. Saya Bu Dewi. Rumah saya di ujung. Tadi barusan kok ada sendal. Saya sengaja mampir."
Neyza : "Ooh, iya tadi ke rumah Bu Dewi. Karena ketuk-ketuk gak ada orang saya pulang. Saya Neyza, Buk."
Bu Dewi : "Manji. Ayok salaman sama Kakak Neyza."
"Gak maoooo, Ma. Aku gak suka sama kakak.", Manji menangis.
Neyza masuk ke dalam rumah untuk mengambil sekotak pizza.
Neyza : "Manji. Ini kakak tadi beli Pizza. Ini semua buat Manji sama Mama, ya?"
Bu Dewi menerima pizza itu dan Manji masih tetap bersikeras tak mau menyapa Neyza. Bu Dewi segera pamit dan kembali pulang.
Weni yang melihat kejadian tersebut tersenyum.
Weni : "Gimana menurut kamu?"
Neyza : "Baru pertama ketuk pintu tetangga. Di rumah malah gak pernah. Seru juga."
Weni : "Tetap jaga jarak dan bicara. Rumah dempetan gini juga rentan ngobrolin sana sini kayak di sinetron."
Neyza mengangguk.
bbhzbz
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 116 Episodes
Comments
Rosana Hutagalung
orang kaya belajar jadi orang miskin haahaa
2020-09-08
1
Karina Margaretha Maskan
Mantap euy, keren, thor... penasaran sama lanjutannya.
sehat selalu ya, thor.. salam kenal dari tetangga imut
2020-05-15
1