Malam hari, Xylia sudah bersiap-siap untuk keluar dengan Lion. Meski kakinya sedikit sakit, tapi ia bisa menahannya walaupun jalan dengan perlahan.
Pertama-tama, ia mengecek keadaan halaman rumah. Ia melihat-lihat sekeliling, takutnya orang rumah sedang mengobrol di luar.
“Sudah aman! Ayo!” Xylia menarik tangan Lion dan berjalan membungkuk agar tidak ketahuan. Setelah lama berjalan mengendap-endap, akhirnya mereka telah sedikit menjauh dari pekarangan rumah Xylia.
“Rumah besar itu milik mu?” tanya Lion yang berjalan di samping Xylia saat ini.
“Itu rumah orang tuaku,” jawab Xylia.
“Kenapa kau tidak tinggal di sana? Kau anak orang kaya tapi masih kerja? Kau ingin jadi mandiri?” pertanyaan beruntun diberikan Lion. Menurut Xylia, Lion merasa sedikit mengejeknya.
“Memang kenapa kalau aku ingin jadi mandiri? Kenapa kau terlalu mengurusi hidup orang!” kesal Xylia.
“Menurut ku, ingin menjadi mandiri itu tidak mudah. Kau harus berusaha sendiri tanpa ada seseorang yang membantu mu. Tidak akan ada kasih sayang dari keluarga mu. Tidak ada yang memedulikan mu di saat kau susah.” Wajah Lion tiba-tiba berubah sendu.
‘Kenapa dia seperti menghayati perkataannya sendiri? Apakah dia pernah mengalami hal itu? Bukankah berarti ingatan Lion mulai pulih?’ pikir Xylia.
Xylia tiba-tiba menarik tangan Lion. “S-sudahlah! Jangan di pikirkan! Ayo cepat kita ke pusat perbelanjaan! Keburu tutup nanti!”
Lion tersenyum tipis melihat Xylia.
Di pusat perbelanjaan.
“Kira-kira, apa yang cocok untuk mu?” Xylia menatap Lion dari atas ke bawah.
‘Sepertinya orang ini cocok memakai apa saja. Haruskah aku mencoba semuanya?’ batin Xylia.
“Mbak, tolong berikan beberapa baju yang cocok untuknya,” ucap Xylia pada mbak pegawai.
“Baik mbak, mari silahkan, mas.” Pegawai itu menyuruh Lion untuk mengikuti nya ke dalam. Sementara Xylia duduk di kursi, Lion sudah di pilihkan beberapa pakaian oleh pegawai itu.
“Ternyata begini ya santai seperti orang kaya sebenarnya.” Xylia memejamkan matanya dan bersantai sejenak.
“Bagaimana?” Suara Lion sudah terdengar, pertanda jika dia sudah keluar dari ruang ganti.
Xylia membuka sebelah matanya. Sontak ia terbelalak melihat Lion saat ini.
Hoodie yang dipadukan dengan celana jeans juga sepatu putih yang dikenakannya membuat dia bertambah tampan.
“Emm.. bagus,” ucap Xylia sembari menoleh ke samping, untuk menutupi wajahnya yang memerah.
“Cobalah yang lain,” suruh Xylia.
Lion mengagguk dan kembali ke dalam.
‘Bisa-bisanya dia begitu tampan! Kenapa akhir-akhir ini aku selalu bertemu pria tampan?’ Jiwa muda nya meronta-ronta. Selama 23 tahun ini, Xylia belum pernah bertemu lelaki setampan Lion, kecuali kakak nya.
Walaupun kakaknya terkesan dingin, tapi ketampanannya tidak pernah luntur dari wajahnya.
Malam ini, Xylia dibuat terpesona oleh ketampanan Lion beberapa kali. Setelah selesai mencoba pakaian, akhirnya mereka pergi dari tempat itu.
“Kenapa wajah mu dari tadi memerah? Apakah di dalam terlalu panas?” tanya Lion.
‘Ini semua gara-gara kau tau!’ batin Xylia.
“Lupakan saja!” Xylia berjalan lebih dulu meninggalkan Lion. Karena kakinya belum terlalu sembuh, ia malah tak sengaja menabrak orang.
“Maaf!” Xylia langsung meminta maaaf pada orang itu. Melihat Xylia yang tertabrak seseorang membuatnya langsung menarik Xylia agar sedikit menajauh.
“Maafkan dia,” ucap Lion.
Xylia mendongak, ia melihat lelaki yang di tabrak nya tadi.
“Tuan Dylan?” ucap Xylia.
“Kenapa kau di sini?” Dylan menatap Xylia lalu melirik Lion sekilas. Ia terlihat terkejut melihat Lion yang ada di samping Xylia.
“Emm.. saya sedang belanja dengan ... kakak saya! Iya, kakak saya!” Xylia menatap Lion dengan yakin, berharap Lion tau maksudnya. Xylia tentu saja tidak bisa memberi tau kalau dia sama sekali tidak kenal dengan Lion. Kalau orang lain tau, bisa saja Lion dalam bahaya.
“Kakak?” Dylan menatap Lion dengan senyuman yang tak dapat diartikan. Tatapan yang diberikan Dylan malah membuat kepala Lion sedikit sakit.
“Kau ... eh, kakak kenapa?” tanya Xylia khawatir.
“Kepala ku sakit,” rintih Lion yang memegangi kepalanya yang sedikit sakit.
“Aku bantu kalian ke rumah sakit, bagaimana?” tawar Dylan.
“Tidak perlu,” ucap Lion lirih.
“Kalau boleh, bisakah antar kami ke rumah saja?” tanya Xylia.
“Tentu, aku siapkan mobil dulu.” Dylan berjalan menuju parkiran.
“Ayo masuk,” suruh Dylan dari dalam mobil.
Xylia membuka pintu mobil dan perlahan membawa masuk Lion yang sudah pucat dan lemas.
‘Ada apa dengan mu?’ Xylia memeluk Lion yang ada di sampingnya.
“Sepertinya hubungan kalian dekat, ya?” Senyum tipis Dylan terlihat di kaca spion.
“I-iya seperti itulah,” Xylia mulai was-was. Jangan-jangan Dylan tau kalau Xylia berbohong.
Beberapa menit kemudian, mereka sampai di rumah.
“Ini rumah mu?” tanya Dylan.
“Iya tuan, terimakasih atas bantuannya. Kalau begitu saya permisi,” Xylia langsung membawa Lion masuk dan dengan cepat sampai di dalam rumah.
“Kalian cukup pintar untuk berpura dihadapan ku.” Dylan tersenyum lalu kembali masuk ke dalam mobil.
****
“Lion, kau kenapa?” tanya Xylia yang sudah membaringkan Lion di kasur nya.
Lion tidak menjawab dan masih memegang kepalanya. Xylia duduk samping Lion dan memutuskan untuk menyentuh dahi Lion. Suhu badan Lion tiba-tiba naik.
Xylia bergegas mengambil handuk dan juga air hangat. Setelah mencelupkan handuk itu ke dalam air hangat, ia menempelkan handuk itu ke dahi Lion.
“Cepatlah sembuh.” Xylia menggenggam erat tangan Lion.
“Kau butuh istirahat. Kalau begitu aku keluar dulu. Jika kau butuh apa-apa, panggil saja aku,” Xylia ingin berdiri, tapi tangannya tiba-tiba ditarik Lion.
“Xylia, aku membutuhkan mu,” ucap Lion lirih. Melihat Lion yang sangat lemah, membuat Xylia kasihan. Ia pun kembali duduk menemani Lion.
“Aku akan tetap di sini.” Xylia menggenggam tangan Lion dengan lembut.
Sebenarnya apa yang terjadi dengan Lion? Saat Lion menatap Dylan, Lion merasakan sesuatu. Apakah Lion dan Dylan memiliki hubungan yang belum di ketahui Xylia? Atau sebenarnya Lion dan Dylan saling mengenal?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments