Ya aku tau dan aku mengingat kejadian itu."
Setelah mengatakan hal tersebut Ronald kembali membaca berkas tersebut dan pandangan Ronald langsung berubah menjadi tajam ketika melihat artikel lama yang memuat tentang Bramasta.
"Ada apa mas Ronald?"
Rico yang melihat wajah atasannya menjadi tidak biasa kembali menanyakan hal tersebut.
"Tidak apa - apa Rico, mulai sekarang aku meminta mu bukan hanya mengawasi Bramasta, tapi aku juga meminta mu untuk mengawasi wanita bernama Luisa itu."
Rico sebenarnya ingin menanyakan banyak hal kepada Ronald, namun tiba - tiba saja Rico mengingat apa yang telah dikatakan oleh Ronald bahwa tidak semua urusan atasannya tersebut dia perlu tau.
"Baik mas Ronald, aku akan meminta para pengawal untuk mengawasi mereka."
"Terima kasih Rico."
"Besok sore adwal mas Ronald untuk fisioterapi dengan dokter Katherine, apakah mas Ronald bisa?"
"Tentu saja Rico, aku sudah ingin membuang kursi roda ini dengan secepatnya."
Setelah mengatakan hal tersebut Ronald kembali memandang kaca jendela dari dalam kursi rodanya.
"Pergilah Rico."
"Baik mas Ronald."
Dengan enggan Rico meninggalkan ruang kerja Ronald.
"Sungguh menarik, sangat menarik jika memang benar kau terkait kejadian waktu itu aku tidak akan membiarkan mu pergi begitu saja Bramasta."
Di depan kaca ruang kerja Ronald yang kini memilih untuk sendiri mengatakan hal tersebut dengan ******* - ***** kertas kecil di tangannya sehingga tidak berbentuk lagi.
Keesokan paginya dokter Luisa yang telah kembali ke Jakarta langsung bertemu dengan Bramasta di sebuah restoran.
"Mas Bram."
Begitu Luisa datang, Luisa langsung menghampiri tunangannya tersebut dan memeluk erat.
"Selamat pagi Luisa, ayo duduklah."
Bramasta langsung menarik kursi dan meminta Luisa untuk duduk di sampingnya.
"Ada mas? tumben mas Bramasta mengajak aku untuk sarapan bersama?"
Saat ini Luisa cukup heran dengan apa yang telah Bramasta lakukan, karena tidak seperti biasanya tunangan nya tersebut meminta untuk sarapan pagi bersama.
"Apa tidak boleh aku mengajak tunangan aku untuk makan pagi? apakah ada larangan juga untuk itu?"
Dengan cepat Luisa langsung menggelengkan kepalanya, karena takut membuat Bram marah besar.
"Tentu tidak mas Bram, aku sangat senang ketika mas Bram mengajak aku sarapan pagi bersama dengan seperti ini."
"Ini minumlah, jus buah ini bagus untuk mu."
Bram memberikan jus buah untuk Luisa dan meminta Luisa untuk meminum segera jus buah tersebut.
"Terima kasih mas Bram."
Dan tanpa menaruh rasa curiga apapun Luisa segera meneguk semua jus buah tersebut sampai habis.
Detik demi detik pun berlalu, dan Luisa tiba - tiba saja langsung kehilangan kesadaran nya.
"Bagus, sempurna, obat ini bekerja dengan sangat baik."
Bramasta yang telah melihat tunangan nya pingsan, langsung mengambil tas Luisa dan mematikan semua ponselnya.
"Hari ini kau akan menjadi milik ku seutuhnya Luisa."
Dengan satu tepukan tangan Bramasta memanggil beberapa pengawalnya.
"Bawa wanita ini ke apartemen lantai sebelas sekarang juga."
"Baik pak Bram."
Selesai mengatakan hal tersebut Bramasta langsung beranjak dari tempat duduknya dan langsung berurusan dengan semua pengurus restoran.
"Ini lima puluh juta, untuk kalian, ini lima puluh juga lagi untuk kalian Menganti CCTV restoran ini, aku mau kalian semua merusak semua rekaman CCTV yang ada di sini, dan langsung membeli CCTV baru, apa kalian mengerti?"
Bramasta mengatakan hal tersebut sambil memberikan nada ancaman kepada pengurus restoran yang letaknya di bawah apartemen pribadi milik Bramasta.
"Ya pak Bramasta, kami mengerti."
"Baik, kalian tau jika sampai kalian berani membocorkan kejadian yang kalian lihat hari ini maka, ini yang akan terjadi dengan kalian."
Bramasta mengatakan hal tersebut sambil memperagakan memenggal leher orang.
"Ya pak Bramasta kami mengerti."
"Bagus."
Dan setelah mengatakan hal tersebut Bramasta segera keluar dari dalam restoran dan keluar tanpa beban.
"Bagaimana apakah wanita itu sudah pingsan?"
Sesampainya di apartemen lantai sebelas, Bramasta masuk ke salah satu kamar dan menanyakan hal tersebut kepada salah satu pelayan.
"Sudah pak Bram."
"Bagus sekarang kalian boleh pergi."
"Baik pak Bramasta."
Dan setelah mengatakan hal tersebut beberapa pengawal langsung meninggalkan kamar di lantai sebelas tersebut.
Kini tinggal Bramasta di dalam kamar tersebut dengan keadaan Luisa yang masih pingsan.
"Luisa, maafkan aku karena aku harus melakukan hal ini kepada mu, kau tau aku meminta ini sudah sangat lama, dan kau sama sekali tidak pernah mendengarkan permintaan ku ini."
"Aku berjanji akan melakukan nya dengan pelan - pelan agar kau tidak merasa sakit, aku berjanji akan memberikan kenikmatan untuk mu, dan aku berjanji tidak akan meninggalkan mu."
Bramasta mengatakan hal tersebut sambil membelai pipi Luisa.
Luisa yang mendapatkan sentuhan dari Bram mulai meracau, obat yang di masukan kedalam minuman tersebut pada akhirnya mulai bekerja.
Bramasta dengan perlahan mulai membuka kancing kemeja Luisa.
"mas Bram, jangan mas, jangan mas."
Terdengar suara Luisa dengan sangat pelan ketika Bramasta mulai melucuti semua pakaiannya.
Namun karena Luisa yang berada di bawah pengaruh obat tidak dapat berbuat apa - apa ketika Bramasta pada akhirnya bisa membuka semua pakaiannya.
Dengan cepat Bramasta mencumbu tunangannya tersebut dan melakukan sentuhan demi sentuhan yang membuat Luisa semakin terbang melayang.
Di dalam mimpinya Luisa berusaha untuk bangun dan tidak memperbolehkan semua ini terjadi, namun sentuhan maut Bramasta telah mengalahkan semuanya.
Pada akhirnya Luisa larut di dalam permainan panas Bramasta.
Raut wajah Bramasta seketika berubah ketika setiap permainan panasnya selesai.
Tidak ada ke dua tangan yang mencengkram bahu karena kesaktian.
Tidak ada ke dua tangan yang mencengkram seprei saat semuanya terjadi.
Bramasta kini hanya duduk termenung di samping wanita yang dia cintai.
Wajahnya menahan marahnya, wajahnya begitu kecewa terhadap satu wanita yang kini sudah dibuatnya tidak berdaya di atas tempat tidur.
"Kau sudah tidak perawan! jadi selama ini kau menolak untuk aku tidak menyentuh mu karena kau takut jika aku mengetahui bahwa kau sudah tidak perawan?"
"Dengan siapa kau melakukan hal ini Luisa? kau berselingkuh dari ku? kau bermain api dari ku?"
Di atas tempat tidur Bramasta yang masih bertelanjang dada mengatakan semua hal tersebut secara perlahan terhadap satu wanita yang kini sudah tertidur dengan pulas di balik selimut putih tebalnya.
Dengan hati yang kacau, dengan pikirannya yang bermacam - macam Bramasta pada akhirnya beranjak dari tempat tidur tersebut dan langsung masuk ke dalam kamar mandi untuk menguyur kepalanya dengan air dingin.
Sungguh pagi ini Bramasta mendapatkan satu kejutan luar biasa dari wanita yang dia cintai.
Rasa sayang, rasa cinta yang sangat besar seketika itu juga berubah menjadi rasa benci yang teramat dalam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Asri Angsela Melivina Potabuga
berarti Bram dh main jg,gmna tw kl Lusia gk prawan
2022-09-29
0