Aku

Pov Umi

Pagi ini adalah pagi yang cukup mendebarkan bagiku. Pasalnya kemarin ustadzah Mirna memintaku datang menemuinya.

Tanpa kutahu apa yang akan beliau sampaikan sehingga ingi bertemu denganku secara pribadi, dipagi hari yang cukup cerah ini. Demi rasa hormatku kepadanya, aku datang tanpa bertanya sebab beliau memintaku datang menemuinya. Tanpa fikir panjang pagi-pagi buta aku melangkah menembus hawa dingin yang sangat terasa. menuju masjid kampus tempatku menempuh pendidikan 2,5 tahun ini.

Ya, Aku Umi Lathifatul Fitria biasa di sapa Umi, begitulah semua orang memanggilku. Aku bersuku Jawa tapi aslinya Maluku. Lucu bukan? Begitulah Aku. Tapi jangan salah, Aku lebih fasih berbahasa Jawa daripada bahasa asli Maluku. Ah mungkin banyak yang asing dengan kata Maluku. Maluku adalah salah satu provinsi di timur Indonesia. Kalau ada yang suka traveling ayolah datang ke Maluku dijamin mata kalian akan dimanjakan dengan keindahan alamnya.

Dan disinilah Aku sekarang, salah satu kota besar di Maluku yang menjadi tempatku menuntut ilmu, meniggalkan Ibu dan Kakakku. Jangan Tanya dimana Ayah, atau Aku akan menangis seharian nanti.

Ayah adalah cinta pertamaku, benar adanya jika ada yang bilang sosok Ayah adalah cinta pertama anak perempuannya. Betapa hancurnya Aku ketika cinta pertamaku menghembuskan nafas terakhir di depan mataku sendiri. Setelah hari itu, Aku mersakan sesak yang luar biasa hingga saat ini.

Dia sosok lelaki terhebat dan terbaik untukku dan keluarga. Tak sedikit yang menyayanginya, tak sedikit juga yang membencinya.

Ketika kecil dulu, ada saat beliau memarahiku karena terlalu banyak bermain dan lalai akan salatku. Ayahku bukan orang yang banyak mengerti tentang agama. Tapi ayah selalu mengajarkan agama kepada anak-anaknya dengan baik.

Karena itulah Aku dan kakakku, kami berdua sama-sama merasakan bagaimana hidup dilingkungan pesantren. Lingkungan yang mengajarkan hal-hal baik dalam hidup, dan menjadikan Aku mandiri dan berfikir dewasa seiring berjalannya waktu.

Flashback on.

Sampai disuatu ketika saat masih dalam proses belajar mengajar di sekolah, kala itu Aku duduk di kelas 3 Madrasah Aliyah. Aku melihat seseorang yang kukenal datang kesekolah, kemudian masuk kedalam kantor guru.

Teman sebangku yang kebetulan sahabatku dari kecil bertanya “Mi kenapa Mas Bagus kesini?” tanyanya penasaran. Aku menggeleng, tidak tahu.

Hingga beberapa menit kemudian ustadz Rizal salah satu ustadz di madrasahku datang menghampiriku. Aku menatap beliau dengan tatpan bertanya-tanya ‘ada apa?’ tanyaku.

“umi pulang dulu ya Ayahmu mencarimu,” begitu katanya.

Sekitika Aku terdiam bersamaan dengan itu air mata jatuh membasahi pipi tanpa henti, pikiran buruk menumpuk diotakku tanpa tahu harus berbuat apa sekarang.

Sahabatku memelukku, mencoba untuk menenangkanku. Bukannya tenang rasa sesak menjalar kedadaku.

“ jangan menangis, tidak ada apa-apa” kata ustadz Rizal.

Aku segera bangun dari tempat dudukku dan langsung menghampiri tetanggaku yang datang menjemputku. Saat itu aku sudah tidak berfikir apa-ap akecuali Ayah. ‘tolong ya Allahh, jangan ambil ayah saat ini,’ begitu yang kulafalkan sepanjang perjalanan kerumah.

Beberapa menit kemudian Kami sampai dipekarangan rumah. Jarak antara pesantren dan rumah tidak begitu jauh hanya membutuhkan waktu 15 menit jika menggunakan sepeda motor.

Aku segera turun ketika sampai didepan rumah, mempercepat langkah kaki agar segera sampai pintu masuk. Ketika sampai di ambang pintu, Aku melihat sudab banyak tetangga yang sedang duduk sambil bercengkerama, aku segera masuk dan mengucapkan salam.

“assalamualaikum” ucapku

“waalaikumsalam” jawab mereka serentak.

Aku berjalan menuju ruang tengah ada ayah yang sedang duduk diatas kasur dan sedang disuapi bubur oleh Ibu. Aku bergegas mencium tangan kedua orang tersayang yang tengah memandang heran kearahku.

“kenapa pulang?” begitu pertanyaan yang dilontarkan Ayahku.

Aku hanya diam sambil menelisik tubuh ayah yang berubah drastis, yang dulunya sehat dan berisi kini terlihat kurus tak bertenaga.

Namun satu hal yang tak lepas darinya yaitu kewibawaan yang selalu terpancar dari wajah tampannya.

"tenang nduk, walaupun ayah nggak ada, kamu tetap sekolah” kata ayah dengan air mata berlinang.

Kalimat yang begitu menyakitkan bagi semua orang yang mendenganya. Aku langsung menangis dan berhambur memeluknya.

Tak terdengar obrolan selain suara tangisku dan ayah. Aku tahu kekhawatirnnya. Ayah sangat tahu Aku suka dengan belajar dan sekolah. Terlihat dari beberapa prestasiku selama berada di madrasah, aku selalu mendapat beasiswa setiap semesternya.

Aku hanya menganggukkan kepala tanda mengerti, tanpa mengucap sepatah katapun. Setidaknya aku bersyukur masih melihat ayah dalam keadaan sehat.

“siapa yang jemput?” kali ini Ibu yang bertanya

“mas Bagus “ jawabku

Ibu diam tanpa komentar. Suara obrolan mulai terdengar kembali. Ibu kemudian memintaku untuk berganti pakaian, setelah selesai aku duduk disamping ayah tidak mau beranjak sedikit pun.

Esok paginya aku berangakat sekolah seperti biasa menegendarai motor ayah. Tujuanku ke sekolah adalah meminta izin untuk sementara pulang pergi dari rumah, dengan alasan akan merawat ayah sampai membaik.

Sesampainya disekolah guru dan teman-teman bertanya keadaan ayah bagaimana. Karena memang ayah salah satu ustadz ditempatku menuntut ilmu. Ayah juga salah satu guru yang dituakan disana.

Aku sekolah seperti biasa, kemudian pulang dan beraktifitas selayaknya salat, membantu ayah berwudu, menyuapi makan bahkan mengobrol. Ayah juga berpesan berbagai hal mengenai sekolahku. Aku diam dan mendengarkan beliau.

Ketika tengah malam aku terbangun karena mendengar banyaknya orang berdatangan. Ternyata penyakit ayah kambuh malam itu, dokter menyarankan untuk membawa ayah ke ruamah sakit agar segera diberi pertolongan, karena peralatan yang mudah dijangkau. Ayah menyetujuinya dan subuh itu kami membawa ayah ke rumah sakit.

Sesampainya disana ayah diberi pertolongan pertama untuk asmanya. Hingga pada pukul 9 pagi ayah terlihat lebih tenang. Aku dan ibu duduk ditepi ranjang untuk memijit kaki ayah, tak lama kemudian ayah terbangun dan meminta minum, ibu memberikannya.

Tak berselang lama ayah menghembuskan nafas terakirnya dengan tenang dan damai, sehingga aku dan ibu tidak menyadarinya. Ibu melihat seperti keanehan pada Ayah kala itu, tak ada nafas yang keluar dari hidung ayah, ibu pun segera meminta kakak untuk memanggil dokter.

Ketika ayah diperiksa aku melihat dengan was-was, khawatir akan mendengar kabar buruk.

Hinggak kemudian

“innalillahi wainalaihi rojiun, sabar Bu” kata dokter.

Ayah tiada, itu yang kutangkap. Aku hanya bisa mematung di tempatku. Ibu menghambur memeluk ayah, disusul kakakku. Aku masih mematung ditempatku, hingga sadar bahwa semua ini nyata.

Tes tes tes. Tanpa sadar air mata menetes dan kakiku mulai lemah.

Bruk aku ambruk dibawah kaki ayah, ibu dan kakak segera menghampiriku dan memelukku.

Mereka tahu akulah yang paling hancur saat ini, cita-citaku ingin sekolah tinggi hingga wisuda bisa didampingi ayah, ketika akad nikahku nanti ayahlah yang menjabat tangan calon suamiku, semua sirna dalam hitungan jam. Meski begitu aku iklhas, karena sudah cukup ayah merasakan sakit selama 2 bulan ini. Allah lebih menyayanginya dari siapapun.

Flashback off

Terlalu panjang fikiranu berkelana jika menyangkut cinta pertamaku. Dan sekarang disinilah Aku melanjutkan amanah terakhir ayah untuk tetap melanjutkan pendidikan meski tanpanya.

Dengan didampingi ibu dengan segnap cintanya kepadaku, ibu berusah menjadi ibu dan ayah secara bersamaan. ‘terima kasih ibu’

Aku sengaja duduk di teras masjid, setelah pertemuanku dengan ustadzah mirna tadi. Bukan hanya ustadzah mirna ternyata, ada satu orang lagi yang menghadiri pertemuan pagiku tadi. Bunda Fatimah, begitu beliau memintaku memanggilnya.

Pertemuan yang mengejutkan, hingga membuatku tak berkutik dan memilih untuk menenangkan diri diteras masjid. Hanyut dalam pikiranku dan terus memandang lurus kedepan. Sekilas aku melihat sosok laki-laki sedang memperhatikanku sedari tadi. Entah siapa, aku tidak begitu terganggu dengan kehadirannya.

Tak berselang lama datanglah temanku. Aku menyuruhnya menghampiriku tadi, jika akan berangkat kuliah.

“sudah selesai Mbak”tanyanya. Aku mengangguk dan memintanya duduk disampingku.

Winda begitu aku memanggilnya. Dia teman sekaligus sahabat di kota rantau ini.

“kenapa mba” tanyanya penasaran.

“kamu pasti kaget” ujarku sambil melempar tatapan kearahnya.

“emang ada apa” telisiknya

“ada yang ngajak nikah” kataku kemudian.

“hah” ujarnya dengan tatapan kaget mendengar kata-kataku.

“siapa?sampean kenal?orang mana?” cecarnya menyerangku.

“satu-satu to” jawabku “namanya Ilham, itu yang aku tahu tadi, kalau kenal nggak, baru aja denger namanya” kataku kemudian.

“sampean mau?” tanyanya

“belum tak jawab, aku cuman ketemu Bundanya tadi, lihat mukanya saja belum, tadi ceritanya Bundanya cuman mau lihat aku, sama kenalan nanti kalau anaknya srek, baru tinggal ke akunya gimana gitu kata Bundanya terus…

“sampean mau?” todongnya.

“sabar dong ceritaku belum selesai juga” jelasku.

“terus-terus” katanya tak sabar.

“ya aku bilang belum tahu, tapi kalau memang mau sama aku ya aku banyak kekurangan, terus kata bundanya manusia nggak ada yang sempurna” jelasku. Winda diam tanpa komentar.

“terus?”

“aku bilang in syaa Allah” jawabku sambil nyengir.

“hah mba sampean gila apa?” komentarnya

”kamu tahu kan win, aku memang nggak pingin pacar-pacaran,” .

Winda terdiam, aku tahu dia tak sependapat denganku, tapi dia juga tahu bahwa aku orang yang memiliki prinsip. Dia tahu bahwa cita-citaku selain memenuhi amanah orang tua adalah menikah muda, bukan tanpa alasan. Aku tak ngin terjerumus kepada pergaulan bebas yag merajalela saat ini. Menurutku jika sudah menemukan yang cocok dan sama-sama mau kenapa harus membuang-buang waktu untuk hal yang tidak baik. Tapi aku juga menyadari bahwa hal itu tidaklah mudah, karena siapa yang akan meminangku harus extra sabar meminta izin kepada ibu dan kakakku.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!