*Belajar lah bersyukur atas apa yang telah kamu miliki. Sebelum dunia mengajarkanmu ikhlas atas apa yang telah pergi* .
***
Zaskia masuk ke dalam rumah setelah mengantar kepergian Zayn ke sekolah seperti biasa. Setelah itu kembali duduk untuk menyantap sarapan paginya.
Tangan kiri yang sibuk memegang ponsel juga tangan kanan dengan tugasnya memegang roti yang sudah di olesi selai coklat.
Tak lama, Kia menelepon seseorang, "Saya minta pertemuannya di majukan sore nanti, ya. Karena saya akan datang terlambat." Ucap Kia. Setelah mendapat jawaban yang di inginkan, Kia pun memutuskan panggilan tersebut.
Terlihat Ismail yang hendak turun tergesa-gesa dari lantai atas ke bawah dengan wajah malas. Tapi di urungkan untuk menghampiri Kia karena kegiatannya yang masih sibuk dengan ponsel genggamnya.
"Kia, di mana kamu taruh kemeja hitamku?" tanya Ismail dari atas dengan sedikit berteriak agar suaranya terdengar hingga ke ruang makan.
"Kemeja hitam?" Zaskia balik bertanya sambil berfikir. Lalu meletakkan ponselnya dan menatap Ismail dari kejauhan.
"Iyaa, bukannya kemarin aku minta siapkan kemeja hitam ya. Di mana, di atas nggak ada." Ismail bertanya dengan ketus menuruni tangga menghampiri Zaskia yang masih duduk di meja makan.
"Mbak Asih." panggil Kia dengan malas.
"Iya ibu Kia, ada apa?" Mbak Asih bertanya dari arah dapur itu pun segera menghampiri Kia.
"Tolong carikan kemeja hitam untuk Papa Zayn ya. Sebenarnya ada di lemari, cuma dia nggak liat dan nggak mau nyari." sarkas Kia melirik Ismail dengan malas.
"Baik ibu Kia, tunggu sebentar saya carikan." Mbak Asih mulai menaiki tangga hendak pergi ke kamar mereka.
"Oh, iya mba. Setelah itu, setrika sekalian kemeja nya. Pastikan tidak ada lipatan sedikitpun. Aku nggak mau nanti seseorang akan membuat ulah lagi. Aku lagi malas berdebat hari ini!" tambah Kia sebelum mbak Asih benar-benar jauh. Moodnya mulai luntur tiba-tiba.
"Lihat dirimu ini. Seenaknya ngasih perintah, aku juga yang harus carikan saat kamu malas mencari. Aku ini bukan pembantumu, paham?" kata Kia dengan memasang wajah jengah saat mbak Asih sudah tak terlihat lagi.
"Tapi kamu itu 'istriku', kan?" sanggah Ismail dengan menekankan kata istri.
"Terus?" tanya Kia memutar bola mata malas menanggapi.
Tak mau menambah beban otak karena pertengkaran, Kia mengambil tas, ponsel dan kunci mobilnya lalu bergegas pergi meninggalkan Ismail yang mengepalkan tangan menahan amarah.
Ismail memandang foto keluarga yang tercetak besar di ruang keluarga. Foto dirinya bersama Zaskia dan Zayn yang sedang tersenyum.
Gambaran sebuah Keluarga yang damai tentram, penuh cinta dan kasih sayang. Kini semua tenggelam dalam angan. Tak terlihat lagi cahaya cinta seperti dulu.
Ismail merogoh kantung sakunya mengambil sebuah benda pintar pipih berbentuk persegi panjang dari dalam sana. Ismail melihat sebuah pesan masuk dari aplikasi hijau dalam benda pintar tersebut. Sebuah pesan dari kontak yang bernama Hakim.
"Semua dokumen sudah siap. Kecuali dokumen yang perlu di tanda tangani." sudut bibir Ismail pun terangkat. Senyum yang tidak bisa di artikan dengan kata 'baik'.
"Tuan, Kemeja hitam yang mana? Ini atau ini?" tanya mbak Asih saat turun membawa dua gantungan baju kemeja hitam dengan model berbeda.
"Terserah mbak, yang mana aja tetap akan aku pakai." Ismail acuh langsung naik kembali ingin ke kamarnya.
"Hem.. Kalau kalau tau begitu tadi aku nggak usah capek-capek nyari." gerutu mbak Asih dalam hati. Lalu melanjutkan aktivitasnya.
***
"Selamat pagi, Pak Ismail." sapa salah satu anggota divisi yang bernama James saat melihat Ismail sudah tiba di kantor.
"Apa kamu sudah menyelesaikan berkas yang saya minta kemarin?" tanya Ismail tanpa membalas sapaan James.
"Sudah, pak. Saya juga akan membuat salinannya sebanyak tujuh lembar." James melihatkan printer yang sedang bekerja keras mencetak tulisan-tulisan itu.
"Bagus, pastikan tidak salah dalam detail angkanya ya!" titah Ismail dan di angguki oleh James.
"Semoga tidak ada kesalahan pak." James berkata lirih saat melihat Ismail mulai memandang Zaskia yang sedang sibuk dalam ruangannya, tangan kiri memegang gagang telepon sementara tangan kanan membuka beberapa berkas di hadapan dan mulut yang sibuk menjawab lawan bicara di telepon.
Ismail pun segera masuk ke dalam ruangannya, lalu bersandar pada kursi kebesarannya. Menatap layar komputer mati yang memantulkan seringai wajahnya.
Tok tok..
"Pak Ismail. Ini dokumen yang anda minta. Sudah aku siapkan kemarin." Riska datang membawa sebuah map.
"Oh, terima kasih." Ismail memandang map tersebut.
"Tunggu." ujar Ismail saat Riska sudah memegang gagang pintu hendak keluar.
"Iya pak, ada yang perlu saya kerjakan lagi?" Riska berbalik kemudian menghampiri atasannya lagi.
Ismail membuka laci meja nya dan mengambil sebuah map biru dari sana. Kemudian memberikannya kepada Riska.
"Tolong berikan dokumen ini kepada Ibu Kia. Minta dia untuk tanda tangan di bagian yang sudah aku tandai dengan pulpen itu ya. Kalau dia bertanya, bilang saja itu untuk presentasi siang ini." titah Ismail. Riska pun menyetujui tanpa bertanya apalagi membuka map tersebut.
Tok.. tok..
Riska masuk ke dalam ruangan CEO perusahaannya tersebut. Zaskia yang masih sibuk dengan panggilan yang terus berdering. Entah dari mana saja, Riska tak tahu.
"Baik. Jadi kamu ingin aku menelepon pihak Perusahaan mereka?" tanya Zaskia ke penelepon tersebut.
"Oh tidak, itu permasalahannya. Aku tau percetakannya di mulai minggu depan. Bagaimana jika aku.." Zaskia tak melanjutkan, saat Riska menyodorkan sebuah dokumen di hadapannya.
"Maaf ibu Kia, pak Ismail meminta Ibu Kia menandatangani dokumen ini. Di sini bu." ujar Riska menunjukkan tempat yang harus di tanda tangani. Karena sedang sibuk, akhirnya Kia menandatangani asal begitu saja tanpa bertanya.
Selesai mengerjakan tugasnya, Riska menyerahkan map tersebut lalu kembali ruangannya untuk mengerjakan kembali tugas yang seharusnya di kerjakan.
Zaskia tergesa-gesa keluar dari ruangannya, sepertinya ada hal penting yang harus di selesaikan. Melihat hal itu, Ismail mengejar dan berkata.
"Jangan lupa, sore ini kita ada rapat penting." Zaskia hanya mengangguk dan berlalu. Begitulah Zaskia, yang kalau di kantor dirinya sangat profesional hingga melupakan statusnya sebagai istri dan hanya menegaskan dirinya adalah seorang CEO di sini.
Ismail terdiam dan menggeleng menatap istrinya sudah melenggang jauh hingga tak terlihat lagi. Bayangan masa lalu saat melamar Kia pun terlintas.
"Aku akan menjadi istri terbaik untukmu. Aku akan selalu mencintaimu. Dan tetap setia kepadamu sampai kapanpun." ucapan itu terngiang jelas di telinga Ismail.
"Ah, yang benar saja. Dia bahkan lupa kalau aku ini suaminya." decak Ismail sambil menyandarkan tubuhnya pada kursi. Miris sekali rasanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments
Muh Kamal
hm.....
2022-11-15
1
Siti Sarfiah
lanjutkn ceritax
2022-08-12
8
Siti Sarfiah
mudahan ibu zaskia dpat hidayah aamiin
2022-08-12
8