Ketika Arna berjalan dihalaman kantor iwan muncul dari arah belakang dengan motor vespa hitamnya dan berhenti di depan Arna.
"Kak, pulang bareng yuk" Ajak iwan kalem.
"Boleh ya?"
"Iya dong boleh" Iwan mengibas-ibas vespanya dengan tangan kosong.
Arna tersenyum dan segera menaikinya.
Saat diperjalanan vespa membelah jalanan yang mulai longgar karena maghrib hampir tiba. Suasana hening ditemani hembusan angin Arnaz teringat di kafe tadi ia lupa membayar pesanannya.
"Iwan aku lupa membayar jus yang ku pesan"
"Iya saya tau, kak. Tapi bos sudah membayarnya." Jawab iwan tanpa melirik Arna karena fokus mengemudi.
"Hah kok bisa bos yang bayar? Darimana bos tau kalau aku lupa membayar? Apa kamu yang beritahu?" Cerocos Arna.
"Tadi saya mau memanggil kakak, tapi kakak sudah berlalu begitu saja. Bos Ahdan bertanya kenapa, lalu saya menjawab Arna lupa membayar pesanan"
"Terus?" Timpal Arna.
"Bos bilang Arna pegawai paling bandel yang pernah dia temui" Sambung iwan tersenyum.
Arna pun melongo "Mampus Aku, kalau bisa bocor kemana-mana mau dikemanain ini muka"
"Bocor apanya kak?" Tanya iwan sekilas menoleh.
"Aku bandel"
"Haha" Iwan tertawa geli, sementara Arna gondok.
Sampailah mereka di kafe milik mas udin. Kafe baru dengan nuansa klasik dikelilingi lampu-lampu tumbler dan spanduk menu sajian. Sedangkan kaca-kaca ditempeli stiker vespa, gitar, mic, helm, gelas minuman, makanan dan karakter lainnya. Mas udin keluar dari kafe menyambut Arna.
"Welcome.. Ayo masuk" Mas udin menyapa ramah.
"Halo mas" Arna bergegas masuk.
"Eh kamu mau kemana?" Tanya mas udin setengah teriak melihat iwan yang membalikkan vespanya.
"Mau pulang mas" Sahut iwan.
"Lho malah pulang, mampir nongkrong disini dulu ayo" Ajak mas iwan.
"Oke mas" Iwan tidak jadi membalikkan vespanya tapi memarkirkan di halaman kafe.
"Kalian duduk disini ya" Mas udin mempersilahkan mereka duduk di kursi meja bagian tengah paling depan berjarak 5 meter dengan panggung band.
Terlihat didalam kafe ramai pengunjung pria dan wanita. Wajah-wajah baru para barista dan pramusaji bermunculan dengan seragam yang sama; kemeja coklat muda, celana hitam serta topi yang senada bertuliskan *Kafe Klasik*
Mas udin tiba-tiba muncul diatas panggung dengan mic yang dipegangnya.
"Selamat datang di kafe klasik, saya banyak berterima kasih pada kalian turut hadir mempromosikan kafe beserta sajian didalamnya. Sebagai promosi, untuk kali ini saya menyajikan makanan dan minuman apa saja yang kalian inginkan free, gratis. Semoga kedepannya semakin maju dengan omzet yang besar. Dan kami mengundang grup band tetap disini sebagai kerja sama agar makan, minum dan bersantai menjadi lebih terhibur. Mari kita sambut mereka." Mas udin memulai tepuk tangan.
Terdengar sorak suara tepuk tangan dari para pengunjung. Mereka mulai disajikan makanan dan minuman termasuk kepada Arna dan iwan yang duduk dalam satu meja secara berhadapan, suara dengungan musik mulai terdengar. Lagu romantis yang dibawakan oleh vokalis sangat merasuki hati dan sukses membuat para pendengarnya jatuh cinta. Iwan menatap wajah Arna yang tersenyum mendengar alunan musik dengan suara merdu oleh vokalis. Sepertinya Arna hanyut dalam lirik-lirik indah itu. Seketika Arna menolehkan pandangannya ke depan sambil memegang sedotan, seketika pula matanya berhenti pada iwan sehingga pandangan mereka bertemu saling bertatapan. Iwan tersenyum dari belah bibirnya sementara Arna membuka kecil lubang bibirnya, spontan Arna menundukkan pandangannya karena tersipu malu.
Lagu pertama yang dimainkan grup band telah usai, vokalis menawarkan mic siapa yang ingin bernyanyi.
Sontak iwan mengacungkan telapak tangannya "Saya" Ia pun bergegas menaiki panggung.
Iwan meraih gitar klasik dan mulailah ia bernyanyi sambil memainkan gitar. Rupanya iwan selain bakat menyajikan berbagai minuman, ia juga punya bakat di dunia musik. Arna menatap senyum terpanah pada suara lembut manis merdu khas iwan, maka bertemulah pandangan mereka. Dalam hati iwan ada rasa nyaman terselubung pada sosok wanita jelita seperti Arna. Sejak dulu iwan jatuh hati padanya tetapi iwan memilih merahasiakan, karena belum percaya diri sebab Arna bekerja sebagai staff penting di kantor dan lulusan sarjana. Sedangkan iwan hanya berprofesi sebagai barista dan lulusan SMA. Ia sering membandingkan dirinya dengan Arna, maka rasa ketidakpercayaan diri semakin membuat iwan mengurungkan niat untuk mengutarakan cintanya. Bagi iwan, erbedaan mereka bagai langit dan bumi namun iwan berharap dengan lagu romantis yang ia nyanyikan dapat menciptakan pelangi indah dalam hati Arna. Meski bagai langit dan bumi, semoga ia dan Arna sedekat awan dan pelangi.
Sementara Arna ia termenung membayangi andai kafe kantor diadakan panggung band pastinya suasana menjadi lebih terhibur apalagi suara merdu vokalis dapat mengusir rasa penat.
Selesai iwan bernyanyi ia melepas gitar dari genggamannya dan meletakkan diatas kursi yang ia duduki tadi. Para penonton bertepuk tangan, iwan beranjak turun dari panggung dan kembali duduk di kursi dengan Arna.
"Bagus banget suara kamu, aku tidak mengira kamu punya bakat musisi juga toh" Arna menyambutnya dengan pujian, iwan hanya mengangguk pelan tersipu.
Iwan menghela nafas dan tampak gugup dan kaku.
"Habis nyanyi tingkah kamu jadi begini ya? Apa kebiasaan setelah nyanyi?" Ledek Arna niat bertanya karena heran dengan tingkah iwan tak biasa.
"Bu-bukan begitu" Iwan tergagap.
"Lalu kenapa" Arna bertanya lagi lalu menyedot minumannya.
"Hemm.. Begini.."
Arna menatap serius menunggu iwan yang ingin mengungkapkan sesuatu.
"Begini.. Kalau kiranya kakak masih sendiri, apa mau menjadi p... " Iwan mengungkapkan dengan suara tertahan dan terputus karena Arna memalingkan pandangannya merogoh saku sebab ponselnya berdering tanda panggilan masuk. Arna segera mengangkat panggilan dari ibunya.
"Assalamu'alaikum bu"
"Wa'alaikum salam, nak kamu dimana? Ini udah malam" Suara ibu bernada cemas
"Maaf Bu, aku ada di kafe mas udin yang baru resmi dibuka."
"Ayo pulang, ibu sudah hampir selesai memasak makanan kesukaan kamu. Pulang nak."
"Baik bu, aku pulang ya"
Panggilan pun berakhir.
"Iwan, aku pulang dulu ya. Kasihan ibu aku sudah lama menunggu dirumah. Kalau kamu mau pulang, pulang ya" Ucap Arna sembari berdiri
"Saya antar ya" Iwan ikut berdiri
"Gak usah, kalau kamu antar aku pulang nanti kamu pulangnya kemalaman banget, gak usah ya. Oh iya kalau mas udin tanya aku kemana bilang saja aku pamit pulang duluan" Pungkas Arna bergegas keluar.
Ketika membuka pagar rumahnya, Arna melihat ibu duduk diteras rumah sedang membaca Al-Qur'an.
"Assalamu'alaikum bu" Arna menyapa sopan sambil menyalami tangan ibu.
"Wa'alaikum salam.. Kamu dianterin sama siapa"
"Kang ojek bu"
"Oalah. Yaudah ayo masuk, makan dulu" Ajak ibu sambil mengenggam lengan Arna.
"Tapi aku mau mandi dulu ya terus ganti baju. Duh gerah bau lagi"
"Yaudah, buruan.. Nanti makanan keburu dingin"
Usai mandi Arna memakai baju kaos lengan panjang dan celana tipis longgar panjang. Sedangkan kepalanya ditutupi handuk yang digulung karena basah setelah berkeramas. Arna dan ibu duduk di kursi makan hendak menyantap sajian. Arna tergoda dengan aroma sayur asem bayam-jagung-tahu-tempe kesukaannya buatan ibu, Arna pun menyantap sepuasnya dengan nasi putih hangat.
"Arna kamu kan sudah dewasa, umur sudah 25 tahun" Ibu membuka percakapan.
"Iya bu, memangnya kenapa" Tanya Arna santai dalam keadaan mulut mengunyah makanan.
"Akhir-akhir ini ibu lihat kamu jomblo terus. Pergi pulang dianter jemput selalu kang ojek dan bang taksi."
"Haha.. Emangnya kenapa" Arna tertawa
"Apa kamu sudah punya pacar yang serius ngajak ke jenjang pernikahan?"
Pertanyaan ibu sontak membuat Arna tersedak dan segera menuangkan air ke gelas dan meminumnya. Arna hanya diam.
"Gimana apa udah punya?"
Arna mengambil nafas dalam-dalam
"Hemm.. Pastinya belum ada bu.. Belum tertarik kepada siapapun. Kalau soal menikah aku juga mau tapi bukan untuk sekarang. Aku fokus kerja dulu untuk bantu-bantu ekonomi kita dan untuk masa depan supaya kalau sudah menikah tidak memberatkan suami dengan tidak terus bergantung pada suami." Terang Arna sambil mengambil telur dadar dengan sendoknya.
Ibu mengangguk-angguk kepalanya tanda memahami keterangan Arna.
"Tapi ibu mau punya mantu dan cucu dari kamu"
Arna melongo menatap ibu dalam keadaan sendok makanan berhenti di celah-celah mulut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
diana ruustika
mulai urusan nikah
2023-03-18
0